"Iya!" jawab Arsha dengan riang."Oke, kita beli. Arsha mau rasa apa?""Cokat," jawabnya masih cedal. Narendra membelikan dua cone es krim. Mereka duduk di bangku panjang dekat air mancur indoor. Wajah Arsha belepotan cokelat. Tawa Narendra pecah melihat wajah Arsha yang lucu. Untungnya tadi dia kepikiran untuk sekalian membeli tisu. Segala kepedihan seolah terkikis habis setiap kali menghabiskan waktu bersama Arsha. Untuk sekarang, standar kebahagiaannya sudah berbeda.🖤LS🖤Langit sore tampak cerah. Angin berembus sepoi-sepoi masuk ke jendela kantor Narendra yang terbuka lebar. Pria itu duduk menatap layar ponsel yang kembali bergetar.Dari Denti ada empat panggilan tak terjawab. Dan satu pesan masuk. [Maaf aku ganggu, Ren. Teman-teman minta kontak kamu buat reuni bulan depan. Boleh aku share?]Narendra menutup layar ponsel. Matanya tak beranjak dari layar yang perlahan meredup dan gelap. Dahinya berkerut tajam. Dia belum membalas pesan itu. Semenjak Denti mendapatkan nomor handp
Bu Puri manggut-manggut. Kemudian menoleh ke dalam. Bersamaan dengan itu pintu kamar terbuka, muncul Arsha yang digandeng Kiara. Anak itu sudah ganti pakaian, sekaligus mengenakan topi. "Duh, gantengnya cucu nenek."Arsha menempel pada Bu Puri. Dia paling senang kalau diajak naik mobil dan jalan-jalan. Narendra memandang Arsha lalu tersenyum. Anak itu begitu melekat dalam jiwanya. Galeri ponselnya penuh foto candid milik anaknya.Denti juga memandang Arsha. Benar-benar Narendra dalam versi kecilnya. Dugaan Denti jadi ke mana-mana. Terlebih saat memperhatikan Narendra dan Kiara. Mereka tidak memandang satu sama lain. Kiara tenang duduk di samping suaminya, sedangkan Narendra duduk di dekat sang ibu. Padahal dulunya mereka adalah pasangan yang saling tergila-gila. Denti tidak mengikuti lagi kisah mereka, setelah dia harus pulang ke Pare untuk merawat kedua orang tuanya yang sakit-sakitan terus kemudian ia menikah. Lantas kehilangan jejak Narendra dan Kiara."Nak Denti, kami pergi dulu,
AKU DI ANTARA KALIAN - Salah PahamTernyata Narendra hanya turun dari mobil saja dan tidak ikut masuk ke dalam. Dia duduk berjongkok untuk mengecek ban mobil bagian belakang. Sedangkan Bu Puri masuk ke dalam. Wanita itu tersenyum melihat Arsha yang berteriak memanggilnya. "Nenek.""Arsha, kita jalan-jalan." Bu Puri bicara sangat antusias sambil melangkah ke teras. Senyumnya merekah melihat cucunya yang tampan berlari menyambutnya."Assalamu'alaikum," ucap Bu Puri saat Kiara menghampiri dan mencium tangan ibu mertuanya."Wa'alaikumsalam.""Ada tamu, Ki?" tanya Bu Puri memandang ke dalam."Iya, Bu. Mau pesan barang di Gudang.""Oh.""Saya gantiin dulu bajunya Arsha, Bu."Bu Puri mengangguk kemudian mengikuti Kiara dan Arsha masuk ke dalam rumah. Wanita itu memandang ke arah Denti yang mengagguk sopan padanya. Bu Puri memang tidak kenal siapa Denti. Sebab selama ini Narendra tidak pernah membawa kekasihnya untuk datang ke rumah dan dikenalkan pada keluarga. Baik Narendra maupun Manggal
"Iya, kemarin. Pengen tahu kabarnya saja. Aku berani telepon karena dia belum nikah, Gal. Kalau sudah punya istri, mana aku berani. Kami juga ngobrol ringan kok. Itu pun nggak lama. Aku juga mau ngabari kalau ada reuni bulan depan. Mungkin dia bisa ikut karena sudah beberapa kali absen dan teman-teman pada nanyain."Manggala memandang Denti penuh tanda tanya. Denti tampak santai, kenapa kakaknya tadi kelihatan tidak nyaman. Padahal yang diobrolkan juga di luar konteks tentang hubungan mereka yang kandas."Mbak, tahu dari mana Mas Rendra belum nikah?" "Aku dikasih tahu teman. Terus aku dapat nomernya dari stafmu yang tadi.""Mbak, nggak ingin ketemu dan ngobrol sama Mas Rendra."Denti tersenyum. "Nggaklah. Kapan-kapan saja. Aku malah mau kenalan sama istrimu. Mumpung aku di sini. Kita juga akan terlibat dengan kerjasama panjang kalau orderan pertama ini sukses," jawab Denti. "Boleh nggak aku ketemu istrimu?" Denti memandang Manggala. Dia tidak memaksa kalau lelaki di depannya ini kebe
"Aku nggak jelasin apa-apa. Yang terjadi hari itu, biarlah menjadi rahasia kita saja." Manggala menatap mata Kiara yang tenang. Tidak tampak kekhawatiran, hanya rasa ingin tahu yang masih wajar. "Ya," Kiara menjawab sambil mengusap perutnya yang bergerak pelan. Salah satu janin sedang menendang. Manggala ikut menyentuh dan tersenyum senang karena merasakan sang anak menyambutnya dari dalam. "Sakit nggak kalau dia bergerak-gerak begini?" tanya Manggala."Nggak sakit. Cuman bikin nggak bisa tidur tiap malam kalau dua-duanya nendang begini.""Aktif banget mereka.""Iya, sih.""Arsha dulu juga gini?""Sama saja sih, Mas.""Apa bayi kita dua-duanya cowok, Ki?""Entahlah."Keduanya saling pandang. Manggala mengecup pipi istrinya."Kita ke kamar, Ki." Manggala meraih remote untuk mematikan televisi. Kemudian membantunya untuk berdiri dan mereka masuk kamar.🖤LS🖤Seminggu kemudian ....Sinar matahari pagi belum sepenuhnya mengusir kabut tipis yang menyelimuti halaman rumah besar milik Pak
AKU DI ANTARA KALIAN - Dari Masa Lalu Manggala pura-pura tidak tahu saat Denti kelihatan terkejut. Tatapan matanya menunjukkan rasa penasaran mendengar nama Kiara disebut. Dia kaget mungkin karena tahu kalau Kiara itu kekasihnya Narendra setelah putus darinya. Biar saja. Selagi tidak ditanya, dia tidak akan menjelaskan apapun. Itu urusan masa lalu mereka. Manggala tidak ingin diribetkan dengan permasalahan yang bukan urusannya. "Gal, boleh aku tanya sesuatu?" Denti yang penasaran akhirnya bertanya. "Tanya apa, Mbak?" Denti diam sejenak. Kiara ... apa ada dua nama yang sama di desa ini? Atau istrinya Manggala ini adalah kekasihnya Narendra dulu? Rasanya tidak mungkin. Pacaran sama kakak, nikah sama adik. "Mbak, mau nanya soal apa?" tanya Manggala melihat Denti masih diam. Meski dia bisa menduga tentang apa yang hendak ditanyakan wanita itu. "Aku ingat kalau dulu Rendra punya pacar namanya Kiara juga. Katanya gadis dari desa ini, Gal. Nama lengkapnya Kiara Andriani kalau