Share

Bab 2 Wanita Asing

last update Last Updated: 2025-07-14 09:20:10

“Siapa dia?” batin Asri.

Tampak di sana pula ada Ferdi. Keluarga Dirga tampak begitu akrab dengan wanita itu. Seakan tidak ada jarak di antara mereka.

“Ngapain kamu berdiri saja di situ? Cepat buatin minum, ada tamu juga!” tegur Debi.

Asri segera berlalu ke belakang, dan segera membuatkan satu cangkir teh hangat. Lalu menghidangkannya di atas meja di depan wanita asing itu.

“Bagaimana dengan pekerjaan kamu, Vin? Sepertinya kamu semakin sukses saja,” imbuh Dirga.

“Pekerjaanku lancar, Dir. Malahan sekarang aku sedang dipromosikan buat naik jabatan,” jawab wanita itu.

Asri kemudian duduk di sebelah Dirga. Kini Dirga berada di tengah-tengah dua wanita.

“Maaf, kamu siapa, ya?” tanya Asri.

Wanita asing itu menoleh ke arah Asri. Senyuman manis tersungging dari bibirnya yang berwarna merah muda. Membuat siapa pun yang melihatnya, betah berlama-lama menatapnya. Begitu kontras dengan penampilan Asri yang tidak ada apa-apanya.

“Kenalin, aku Vina. Aku teman lama Dirga waktu kami SMA. Em … kamu istrinya Dirga, kan?” tanya Vina balik, ia mengulurkan tangannya mengajak Asri berjabat tangan.

Asri menerima jabatan tangan itu. Ia pun memperkenalkan namanya kepada Vina.

“Asri!”

Bu Tami dan Debi membuang muka dengan mata mendelik ke atas. Hal itu tak sengaja terlihat oleh Asri.

“Oh iya, Dirga, kamu ingat, nggak? Dulu kamu suka ngebayangin kalau di halaman rumahku sangat cocok dibuat kolam ikan hias. Sekarang sudah aku buat, loh. Kapan-kapan kamu main, dong. Sekalian kita nostalgia,” ujar Vina.

Ferdi menimpali, “Wah … kayaknya seru di halaman rumah ada kolam ikan hiasnya. Dirga memang dari dulu suka lihat ikan hias. Nah … kesempatan bagus itu, buat puas-puasin lihat ikan, Dir!”

Melihat keakraban Vina dengan keluarga Dirga, membuat Asri merasa menjadi orang asing di rumah itu. Padahal yang menjadi anggota keluarga di rumah itu adalah dirinya, bukan Vina.

Tangan Asri terulur, lantas menggenggam erat tangan Dirga. Membuat lelaki itu menoleh ke arahnya. Namun, sangat menyakitkan bagi Asri, saat Dirga menepis tangannya.

“Mbak Debi, mana si kembar? Aku ada sesuatu, nih buat mereka,” ujar Vina.

Vina berdiri lalu keluar, sementara Debi memanggil kedua anak kembarnya.

Sesaat kemudian, Vina kembali dengan membawa 2 buah boneka beserta perhiasan untuk Rina dan Rani dari dalam mobilnya.

“Terima kasih, Tante Vina. Tante baik sekali, aku suka boneka dan gelangnya,” ucap Rina.

“Sama-sama, Sayang. Kamu mau apa saja Tante pasti kasih,” sahut Vina.

Rina dan Rani tampak berbinar, Rina kemudian memeluk wanita itu.

“Tante baik sekali, aku senang Tante ada di sini,” ujar Rina.

Bu Tami tersenyum lebar melihat pemandangan itu. Ia begitu suka dengan sikap Vina.

“Kamu ini bisa saja membuat anak-anak itu senang, Vina. Kamu bisa mengambil hati mereka. Beruntung sekali orang yang bakalan menjadi suami dan mertuamu. Aura kamu memang pembawa keberuntungan,” timpal bu Tami, sekilas ia melirik tajam ke arah Asri.

Asri mengepalkan tangannya kuat-kuat. Hatinya terasa sakit dengan ucapan mertuanya. Apa maksudnya dengan perkataan bu Tami yang seperti itu?

“Mas, aku ingin bicara sesuatu sama kamu. Ikut aku ke kamar!” ajak Asri.

Dirga mengangguk, mereka berdua pun pergi ke belakang.

“Kami permisi dulu!” pamit Asri.

Kini Dirga dan Asri telah berada di dalam kamar. Mereka berdua duduk di pinggiran ranjang.

“Mau bicara apa? Tidak enak kita ninggalin tamu seperti ini?” tanya Dirga.

Asri menghela napas kasar, ia pun meraih kedua tangan Dirga dengan tatapan penuh arti.

“Mas, aku ada satu permintaan sama kamu. Apakah kamu mau mengabulkannya?” tanya Asri.

Dirga mengangkat sebelah alisnya, terdiam dengan sebuah tanda tanya di dalam kepalanya.

“Apa?” Dirga balik bertanya.

“Tolong jangan biarkan Vina kembali lagi ke sini,” jawab Asri.

Dirga mengernyitkan dahinya, dirinya merasa seolah diatur oleh Asri.

“Kenapa kamu mengaturku? Memangnya kenapa kalau Vina ke sini? Dia temanku, sebelum kenal sama kamu, aku sudah lebih dulu kenal sama Vina. Memangnya apa salahnya kalau dia kembali lagi ke sini? Keluarga aku saja tidak keberatan. Kenapa malah kamu yang keberatan?” imbuh Dirga.

Asri memejamkan matanya sejenak lalu membukanya lagi. Bukan kata-kata itu yang ingin ia dengar dari Dirga.

“Dengarkan aku dulu, Mas. Aku hanya tidak ingin ada kesalahpahaman jika Vina sering datang ke sini. Vina belum menikah, kamu dan keluarga kamu tampak akrab sama dia. Sementara aku? Aku seperti orang asing di rumah ini. Apakah aku salah meminta supaya Vina tidak kembali lagi ke sini? Aku sedang hamil, Mas. Perasaanku begitu sensitif, apalagi harus melihat kedekatan kamu sama Vina,” ujar Asri, tiba-tiba ia tidak bisa menahan tangisnya.

Sejenak Dirga terdiam. Namun, dengan tatapan datar, Dirga pun bersuara. “Ya, aku akan jaga jarak sama Vina. Dia hanya temanku, tidak lebih. Sebaiknya kita keluar, aku sudah lapar!” seru Dirga.

Asri mengangkat wajahnya menatap Dirga.

“Kamu serius, Mas?” tanya Asri, yang disambut oleh anggukan kepala Dirga.

Mereka berdua lalu keluar dari kamar. Namun, mereka sudah tidak mendapati Vina dan yang lain di ruang tamu.

“Sepertinya Vina sudah pulang. Sebaiknya kita ke ruang makan. Aku sudah sangat lapar,” ujar Dirga.

Asri dan Dirga pun berjalan ke ruang makan. Tampak di sana telah berkumpul semua anggota keluarga. Namun, Asri terbelalak saat mendapati Vina masih ada di rumah itu dan bersiap untuk makan, dengan posisi duduk di kursi yang biasa Asri duduki di sebelah Dirga.

“Maaf, Vina, itu kursiku. Aku dan suamiku biasa duduk di sana,” ucap Asri.

“Perkara kursi saja diributin, memangnya yang beli kursi itu kamu?” tanya Ferdi.

Kembali, ucapan keluarga Dirga membuat hati Asri seperti disayat-sayat. Entah sampai kapan mereka akan bersikap seperti ini?

Vina beranjak dari duduknya, lantas mendekati kursi yang berada di ujung.

“Biar aku pindah saja duduknya. Maaf, Asri, aku tidak tahu,” ucap Vina.

“Tidak usah pindah, kamu duduk di sana saja, Vina. Asri, sebaiknya kamu duduk di dekat Rani. Tidak baik kita mengatur tamu seperti itu. Biarkan Vina duduk di sana,” timpal bu Tami.

Asri menatap Dirga yang terlihat biasa saja. Sungguh, Dirga seakan tidak peka dengan perasaan Asri.

Terpaksa Asri pun duduk di dekat Rani. Debi pun mengambil makanan yang masih terbungkus rapi lalu membukanya. 

Satu porsi rendang tercium harum di hidung Asri. Ia semakin lapar dan ingin segera memakannya.

“Biar aku ambilkan untuk kalian semua,” ujar Debi.

Debi lalu mulai menyendok rendang tersebut, lalu menuangkannya satu persatu ke atas  piring masing-masing.

“Ini buat aku, Mas Ferdi, Ibu, Dirga, Vina, Rina, Rani, dan … ups! Maaf, Asri!” ucap Debi menahan tawa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
mampus ajalah kau istri goblok. memang pantas jadi babu kau
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Aku yang Kau Buang, Kini Tak Bisa Kau Sentuh   Bab 172 Di Luar Nalar

    Asri dan Ello terperangah, sangat penasaran dengan wajah orang yang dipanggil om oleh Rain.“Rain serius?” tanya Asri.“Iya, Papa tanya apa barusan? Rain tidak dengar,” ujar Rain.Asri dan Ello menghembuskan napas kasar.“Om itu pernah nunjukin mukanya tidak sama Rain? Wajahnya seperti siapa? Apakah … Papa dan Mama juga mengenalnya?” tanya Ello.Rain menggelengkan kepalanya.“Tidak, Pa. Om itu tidak mau membuka penutup wajahnya. Katanya dia seorang ninja,” jawab Rain.Ello dan Asri semakin khawatir dibuatnya. Asri mengedarkan pandangan, mencari seseorang di rumah itu.“Sus! Sus Reni!” teriak Asri.Dari arah belakang, baby sitter Rain berlari menemui Asri.“Ya ampun, Bu Asri sudah pulang? Syukurlah Bu Asri sudah sembuh. Saya sangat khawatir dengan keadaan Ibu,” sapa baby sitter, tampak antusias atas pulangnya Asri dari rumah sakit.“Ya, saya sudah pulang. Jawab saya, Sus Reni, apakah kamu selalu menjaga Rain? Menemani Rain bermain, tidur? Apakah kamu mengurus Rain dengan benar?” tanya

  • Aku yang Kau Buang, Kini Tak Bisa Kau Sentuh   Bab 171 Polos

    “Jadi bagaimana hasilnya, Dok?” tanya Ello. Pagi itu Ello tengah berada di dalam ruangan dokter.“Pak Ello bisa melihatnya sendiri. Ini hasilnya!” Seorang dokter menyerahkan hasil lab tentang air putih kepada Ello.Ello mengulurkan tangan, menerimanya, membukanya lalu mulai membacanya.Begitu fokus saat membaca hasil itu. Ello mengernyitkan dahi, wajahnya menyiratkan ketidakpercayaan. Kepalanya beberapa kali menggeleng pelan.“Kok bisa, Dok?” tanya Ello, masih terus memandangi kertas itu.“Iya, Pak Ello. Memang tidak ada kandungan berbahaya apa pun di dalam air itu. Kami telah memeriksanya secara teliti. Memang hasilnya air itu aman,” jawab dokter.Ello mengangkat wajahnya, ia termenung untuk beberapa saat.“Tapi istri saya keguguran setelah meminum air itu, Dok. Kok bisa air itu aman-aman saja?” Ello masih tak habis pikir.“Kami tidak mungkin main-main dalam melakukan pekerjaan ini, Pak. Ini memang hasilnya, sangat akurat! Mungkin penyebab istri Anda keguguran, akibat dari faktor lai

  • Aku yang Kau Buang, Kini Tak Bisa Kau Sentuh   Bab 170 Trauma

    “Asri! Apa-apaan, kamu?!” sentak Ello.Untuk yang pertama kali sejak menikah, Ello membentak Asri begitu kasar. Asri terbelalak melihat sikap Ello.Bu Ara terkejut dengan apa yang dilakukan Asri padanya. Niat baiknya malah berujung sebuah tamparan yang cukup keras di wajahnya yang ia terima.“Bu Ara tidak apa-apa?” tanya Ello. Ia membantu wanita tua itu bangun.“Nak Asri kenapa tampar saya?” tanya bu Ara, masih memegangi sudut bibirnya yang terasa sakit.Asri hanya diam, sambil terus menatap bu Ara.“Asri, kenapa kamu menampar Bu Ara? Padahal Bu Ara baik, loh! Malam-malam seperti ini, Bu Ara bela-belain datang ke sini, hanya untuk melihat keadaan kamu. Seperti itu balasannya yang kamu lakukan?” tanya Ello.Asri menggelengkan kepalanya.“Tidak, dia Tari! Dia adalah Tari!” tunjuk Asri ke arah bu Ara.Ello mengernyitkan dahinya, saling melempar pandang dengan bu Ara.“Tari? Siapa Tari?” tanya bu Ara.“Ah, em … maafkan sikap istriku, Bu Ara. Bu Ara sebaiknya duduk dulu, biar saya tenangin

  • Aku yang Kau Buang, Kini Tak Bisa Kau Sentuh   Bab 169 Ikhlas

    Sesampainya di sebuah kantin, bergegas Ello memesan makanan. Ia tak ingin membuang-buang waktu lebih lama dengan meninggalkan Asri seorang diri. Apalagi yang ia tahu, kondisi Asri saat ini tidak memungkinkan untuk ditinggal sendiri.“Halo, Mam. Asri keguguran, aku sangat kehilangan calon bayiku!”Sambil menunggu makanan yang dipesan datang, Ello menyempatkan diri memberi kabar kepada Erina. Bagaimana pun, keluarganya harus tahu soal itu.“Apa?! Ya Tuhan, kok bisa, Ello? Kenapa Asri bisa sampai keguguran? Lalu … bagaimana keadaan Asri sekarang? Mami sekarang lagi di luar kota, kerabat Mami sedang ada acara. Mami dan papi belum bisa mengunjungi kalian,” sahut Erina di seberang telepon.“Aku juga tidak mengerti, Mam. Semua tampak aneh. Asri mengaku mendapatkan surat misterius dari seseorang, setelah membacanya, ia mengalami pendarahan hebat. Asri mengaku, sebelum menemukan surat itu, dia sempat meminum air putih di dalam kamar,” terang Ello.“Surat? Dari siapa? Dan … air putih itu, apaka

  • Aku yang Kau Buang, Kini Tak Bisa Kau Sentuh   Bab 168 Memberi Kabar

    Ello terkesiap mendengar nama tak asing yang diucapkan Asri. Tidak menyangka, jika Tari yang melakukan ini. Mungkin wanita itu ingin balas dendam atas apa yang menimpanya. Namun, Ello mengernyitkan dahinya, ada satu hal yang mengganjal di dalam benaknya.“Em … Sayang, kamu yakin?” tanya Ello.Asri mengangguk mantap, tidak ada keraguan di dalam dirinya.“Tapi Tari kan masih dalam masa hukuman. Tidak mungkin secepat itu dia keluar, dan … tahu dari mana dia, kalau kita tinggal di kota ini,” imbuh Ello.Asri menggelengkan kepala, membantah ucapan Ello.“Tidak, Mas. Aku sangat yakin itu Tari. Masa hukuman bisa dikurangi, atau bisa jadi dengan tebusan, Tari bisa bebas. Tidak menutup kemungkinan, ada keluarga atau siapa pun yang kenal dengan Tari, dia menebusnya. Entah tahu dari siapa, jika Tari mau, dia pasti akan menemukan keberadaan kita. Mas, aku … aku takut dia mencelakaiku atau Rain. Jika aku mati, dia akan merebutmu lagi dariku. Aku tidak akan membiarkanmu jatuh di pelukan Tari lagi,

  • Aku yang Kau Buang, Kini Tak Bisa Kau Sentuh   Bab 167 Dia

    “Asri, sayang, kenapa kamu ada di sini? Kenapa tubuhmu sampai basah seperti ini?”Ello berlari mendekati Asri, tampak Asri menggigil dengan wajah berwarna pucat.“Mas, dia ada di sini! Dia ada di sini! Dia yang membuatku keguguran. Dia … dia, dia juga ingin membunuhku! Tidak, kalau aku mati, dia akan merebutmu dariku. Aku tidak akan membiarkan semua itu terjadi,” ujar Asri, matanya beberapa kali membeliak.Raut wajah ketakutan, terpancar nyata di wajah Asri. Beberapa kali wanita itu mengedarkan pandangan, seperti mencari seseorang di dalam toilet itu.“Sayang, apa maksud kamu? Sebaiknya kita keluar dari sini, ganti baju, kamu kedinginan. Kamu harus banyak istirahat,” pungkas Ello.Awalnya Asri menolak untuk keluar. Ia terus meracau tak jelas. Ello pun membopong tubuh Asri, memindahkannya ke dalam kamar.“Jangan seperti tadi lagi, aku tidak mau kamu kenapa-kenapa. Sekarang kamu harus makan, jangan banyak pikiran,” ujar Ello, setelah selesai mengganti pakaian Asri.Ello mulai mengaduk m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status