Share

Alam dan Kita
Alam dan Kita
Penulis: Sutris

Pengibaran 28 Oktober

 Pengibaran 28 Oktober 

Cerita berawal dari sebuah tongkrongan sepuluh sekawan dari kampung  yang mengaku orang paling “pintar dan agak sedikit bodoh dengan pikiran yang sok bijak” yang kebiasaan pokok bahasan disaat sudah nongkrong cuma bisa ketawa-ketawa. Meraka adalah Sutris, Joyko, Yudi, Hapiel, Rifki, Elan, Rizal, Faisal, dan Rahmat, Ahdi.  Sutris adalah pria tinggi badan besar dan penjelajah,  Joyko bisa dianggap ‘’the leader’’ dengan rambut berponi,  Yudi pria pencinta hewan dengan skill merawat yang baik, Hapiel bisa disebut musisi dan perayu wanita, Elan pria tampan dengan tampilan biasa, Rizal anak pemalas dengan keseharian tidur, Faisal dengan rambut kriting namun pendiam,  Rahmat biasanya orang yang humoris ketika bucin, Rifki orangnya gendut subur pemain basket, Ahdi anak pencinta alam yang cerdas.

Notifikasi grup berbunyi  sepuluh orang itu akan berkumpul ditempat tongkrongan biasa, Mereka sepakat untuk berkumpul , entah keberapa kalinya.  Tongkrongan  luas dan sangat berkenangan. Semua teringat setelah pergi beberapa tahun lalu, Tiba-tiba, ada notifikasi whatsapp  “Mungkin sebaiknya kita jangan dulu berkumpul deh ,“ ucap ahdi menuliskan pesan di grup whatsapp. “ kita akan berkumpul  tanggal 25 oktober ok” ahdi meyakinkan temannya agar datang. “ Pokoknya gue kasih kabar untuk tanggal 25 oktober dan  di tanggal 20 oktober gue kasih planning lewat pesan grup, dimana kita akan berkumpul” ujar ahdi.

Selasa, 20 oktober tepat jam 08:00 pagi, Ahdi mengirim notifikasi pesan grup kepada sembilan orang temannya. Selamat pagi semua, apa kabar? Gue kangen banget sama kalian semua, bener kangen sampai ujung kepala! Nanti tanggal 25 oktober di  hari jumat kita semua kumpul jam 2 siang yaa. Terus kalo ada acara dari tanggal 25 sampai 30 oktober  cancel dulu please. Terus ini perlengkapan yang harus kalian bawa kalo tetep gaada usahain pinjam ok.  Masih ada waktu buat empat hari, dan ini barangnya Cerrier, baju anget, sarung tangan, head lamp, senter, dan makanan ringan buat diperjalanan, kacamata, obat-obatan, dan sepatu. Kalo bisa olahraga jooging, apalagi buat Rifki. Sampai ketemu di tongkrongan di hari jumat jam 2 siang. Ahdi yang lagi merindu.

 Jumat, 25 oktober satu jam lebih dari tiga puluh menit. Cuaca cerah di tongkrongan, Ahdi dengan bawaannya yang super banyak dalam isi tasnya, menikmati kopi dan rokok di tempat tongkrongannya. Tiba-tiba sosok Sutris, Elan, Hapiel, Rizal, Faisal terlihat oleh Ahdi dengan membawa tas yang besar. Dan tak lama kemudian disusul pula kedatangan Rifki,Rahmat, Joyko dan Yudi dengan  membawa   perlengkapan yang sama.  Pukul 2  siang lebih dari tiga menit , mereka sepuluh orang berangkat dengan membawa bawaan layaknya pencinta alam pun berangkat dengan menggunakan mobil pick-up menuju terminal  bis  baranang siang.  Bis ekonomi  LUR AGUNG yang entah sudah berapa lama melayani trayek  Bogor-Cirebon pulang pergi ini tampak begitu kotor dan kusam dengan kaca bis yang sudah berdebu. Lama di perjalanan dengan duduk berdampingan saling menatap kearah depan melihat pemandangan kota-kota  dari  kaca kusam bis LUR AGUNG.  Ahdi, Joyko dan Rifki duduk di kursi depan. Sutris, Elan, Rizal Duduk dibelakang  Yudi, Faisal duduk bersabelahan dan Rahmat dan Hapiel duduk dibelakang dekat pintu keluar bis. Tertidur pulas dengan lelah duduk dikursi bis yang laju cepat akhirnya sampai di kota Cirebon.

Istirahat dirumah makan untuk melepas penat dalam perjalanan yang sangat melelahkan , Hapiel kini mulai  bercerita tentang kariernya selama  dua bulan. Ia yang pantang menyerah dua kali penolakan pekerjaan menabjubkannya  semua keluh kesan saat sidang Ia  ceritakan. Rahmat mulai menceritakan wanita idamannya yang tampangnya biasa aja tapi tidak terlihat bosan. Sutris bercerita tentang masa kuliahnya di jakarta dengan rasa humoris saling ketawa-ketawa mewarnai indahnya malam dirumah makan. Tengah malam mulai lewat , mobil mini bis yang tak kenal lelah itu menghampiri kami untuk menawarkan jasa angkutan menghantarkan kami menuju terminal apuy yang disapa ramah oleh penduduk sekitar. Ahdi dan sahabat sejatinya turun dari bis mini, Sutris dan Hapiel mereka berjalan menuju toilet yang ada di terminal dengan jajaran para pedagang yang masih mencari rezeki di malam hari yang tearasa lain dihati mereka berdua. Mereka sepuluh  orang  anak manusia segera menaiki mobil pick-up dengan perlahan tapi pasti mobil pick-up berjalan meninggalkan terminal apuy mulai melaju cepat melewati  hutan jati, kebun warga, dan perdesaan yang dilewati oleh mereka. Mereka sepuluh orang anak manusia ini mulai kalah dari rasa kantuknya yang  berat tertidur pulas dengan menghadap entah kemana tertidur.  Setibanya pagi, cahaya mentari menyinari pandangan kami dari arah pohon-pohon tinggi  seakan menyambut rombongan yang jauh dari rumah ini.

Pukul enam pagi tiba di basecamp pendakian gunung ciremai, sarapan pagi dan daftar registrasi. Sebelum meninggalkan pos pendaftaran sekali lagi mereka terdiam letih pandangi  ke sejukan pagi hari ditempat registrasi,  Tempat yang dalam asri nya telah banyak cerita tentang beragam kehidupan manusia. Di tempat ini rombongan para pencinta alam itu menarik para perhatian orang banyak.               Rasa pegal-pegal dan letih  mereka putuskan untuk bersandar   dibawah pohon hijau tinggi. Matahari mulai menembus pepohonan dijalan hutan, siang itu di pos banyak sekali pendaki dari luar kota atau dari luar daerah ada yang menyapa dan ada pula yang sekedar senyum manis.  Penampilan mereka mirip semua karena memang mempunyai tujuan yang sama puncak CIREMAI.

Mereka mulai menyusuri jalan-jalan sempit hutan, semak belukar melewati pohon yang  tumbang , perjalanan berlanjut menembus tanjakan dengan berpegang tali dan bantuan tangan yang memperkuat perjuangan persahabatan.  Dari ketinggian pinggiran lereng perlahan muncul puncak Ciremai, Goa Walet perlahan menampakkan tetesan air dari langit-langit goa yang besar dari hadapan mereka. Pukul 02:00 malam,  dingin diatas dua ribu meter.  Rombongan itu berdiri didepan tenda, sepuluh anak manusia tersebut tertegun melihat ketinggian Gunung  Ciremai dalam gelap malam. Rombongan mulai bergerak, berjalan melewati  hutan,  batas vegetasi,  yang  gelap. Puncak ciremai seperti gundukan pasir dan bebatuan  yang mahabesar dengan tebaran batu karang  gunung dimana-mana.  Jalur pendakian terlihat terang dipenuhi cahaya sinar bulan dan cahaya senter head lamp para pendaki mulai mendaki  Gunung Ciremai.

Matahari dua puluh delapan oktober  pun terbit, sinar matahari hangat menyapa badan dingin mereka. Sepuluh anak manusia itu bersujud syukur atas perjuangan, bendera sang merah-putih dikibarkan dengan lantunan lagu indonesia raya. Waktu terasa terhenti dataran luas itu seperti papan besar menjulang indah diketinggian menggapai langit di sekitar mereka tampak langit sebiru-birunya dengan sinar matahari yang begitu dekat. Awan putih bergumpal dan berkumpul melingkar dibawah mereka dimana-mana asap putih tebal yang membubung didepan mereka sekarang terlihat jelas sekali kepulauannya. Para pendaki mengabadikan momen-momen indah di Puncak Ciremai berpoto bersama mengabadikan persahabatan perjuangan mereka dengan berlatar belakang langit biru dihari Sumpah Pemuda.  

Cita-cita gapai negri sendiri...

Elok indah budi pekerti....

Merajut asa dalam sebuah ambisi...

Percaya tuhan atas kehendak yang terjadi...

Bersama meraih impian...                Berpegang tangan saling mengatakan Selamat hari sumpah pemuda...

Bagi rakyat indonesia...

  satu tahun kemudian, sabtu pagi di tempat secret garden kami berkumpul kembali dengan membawa cerita bahagia dari sahabat-sahabat lama.   Mereka hidup berbahagia saling bercerita satu sama lain, hari itu penuh dengan do’a,  mimpi, dan keyakinan tulus dihati anak manusia semuanya saling pandang dan tersenyum hangat sartu sama lain.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status