Share

Bab 2

Alasan Lembur Suamiku Setiap Malam 2

 "Kok, kamu kayak kaget gitu, Mas? Kenapa?" Wanita tadi ikut heran dengan tatapan Mas Fahri, sementara aku hanya tersenyum tipis seolah kita memang tidak saling kenal.

 "Aku mau ke Papa."

 Dapat aku dengar Kania masih merengek, bahkan sudah beberapa kali berdiri untuk menghampiri Mas Fahri, tapi Haikal lagi-lagi menahannya. Aku tidak tahu kalau bagaimana jadinya kalau Haikal tidak ikut, karena Kania lebih nurut sama Mas Fahri dan Haikal daripada aku.

 "Mas!" Wanita itu kembali memanggil Mas Fahri yang masih menatapku. "Kalian saling kenal?" tanyanya lagi.

 Mas Fahri hanya diam. Dia memilih untuk menundukkan kepalanya dan kembali duduk tanpa menjawab pertanyaan itu. Karena tidak mendapatkan jawaban dari Mas Fahri, wanita itu pun menatapku untuk mendapatkan jawabannya.

 "Apa kalian saling kenal, Mbak?" tanyanya dengan tatapan yang lembut, tidak seperti kepada Mas Fahri.

 "Oh, enggak, kok, Mbak." Aku langsung merespon dengan senyuman yang membuat Mas Fahri spontan menatap ke arahku. "Ini adalah kali pertama aku melihat laki-laki yang ada di samping, Mbak," jelasku membuat rahang Mas Fahri mengeras.

 Kamu marah, Mas? Atas dasar apa? 

 Lihat saja, aku akan membuatmu serasa di neraka yang ada di dunia ini. Aku tidak ingin melukai hatiku dan menyakiti anak-anak dengan sikap yang tidak pantas. Jadi, aku akan bermain cantik.

 "Oh, begitu. Syukurlah, maaf ya, Mbak. Saya sudah membuat Mbak dan anak-anak menjadi tidak nyaman." Wanita itu mendekat ke arah kami dan duduk di samping Kania.

 "Mama ngapain ke sana, Pa?"

 Bisa kudengar apa saja yang mereka katakan, karena jarak kami betul-betul sangat dekat. Jika tidak bersama Haikal, mungkin Kania juga sudah berlari ke arah mereka.

 Ada beberapa hal yang aku takutkan terhadap sikap Kania. Meksipun masih kecil, dia tidak suka jika apa yang dia miliki diakui orang lain. Jika itu terjadi, dia akan memberikan pelajaran kepada yang merebutnya.

 Teman-teman Kania di sekolah sering menyebutnya Si Pemberani. Karena Kania akan langsung memberikan pelajaran kepada anak-anak yang mencoba menindas orang lain. Padahal di rumah, dia hanyalah gadis kecilku, dan wajahnya jauh dari kata menyeramkan.

 Mas Fahri tidak menjawab pertanyaan dari gadis kecil itu, dia malah menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan, dan aku berpura-pura tidak melihatnya.

 "Ini anak-anakmu, Mbak?" Wanita itu menatap Kania dan Haikal. Jangan tanya kenapa aku memanggilnya wanita itu, karena kita memang belum memperkenalkan nama masing-masing. Lagipula menurutku itu tidak terlalu penting.

 "Iya, Mbak. Mereka cantik dan tampan bukan?" tanyaku sengaja mengundang dirinya agar banyak bicara.

 "Banget, Mbak. Sudah seperti anak-anak yang suka tampil di layar kaca." Ia memuji. Dapat. Ayo, bicaralah yang banyak. "Kayaknya kecantikan dan ketampanannya ini mirip papanya, ya?" Ia kembali bertanya.

 Bagus. Aku suka.

 "Papanya dan saya tentunya, Mbak. Gapaplah kalau dari papanya cuman ketampanan, asal jangan kebohongan, dan suka menipunya itu yang diturunkan ke anak-anak," ucapku penuh penekanan dan itu membuat Mas Fahri menatap tajam ke arahku.

 Dasar manusia yang tidak mau mengaku salah. Harusnya aku dan anak-anak yang memberikan tatapan itu. Bukan dia, karena dia memang tidak pantas.

"Iya benar. Bisa bahaya kalau punya Papa seorang pembohong." Wanita itu langsung merespon perkataanku dengan cepat, sesuai dugaanku.

 "Iya, Mbak benar. Makanya untuk anak perempuan yang belum menikah harus sangat hati-hati dalam memilih pasangan. Karena laki-laki yang datang tiap hari sambil memohon-mohon meminta hati pun bukan berarti dia adalah laki-laki yang baik. Laki-laki yang akan setiap terhadap istri dan keluarganya," jelasku membuat wajah Mas Fahri langsung berkeringat.

 Aku yakin dia masih mengingat apa yang selalu dia lakukan dulu untuk membuatku setuju menjadi istrinya.

 "Bener banget, Mbak. Pokoknya jangan percaya dengan perkataan dan tindakan laki-laki, karena bisa saja itu masuk ke dalam usahanya untuk mendapatkan wanita yang mungkin hanya dijadikan pelampiasan," sahut wanita itu dengan cepat.

 Kita pun tertawa bersama, sementara ekor mataku bisa melihat ke arah Mas Fahri yang sedang menatap ke arah kami.

 "Jadi, papanya anak-anak gak ikut?" tanyanya lagi.

 Oh iya, sebaiknya aku meminta seseorang untuk datang ke dini dan berpura-pura sebagai suamiku. Biar semuanya pas dan lebih mantap untuk membuat hati Mas Fahri semakin terbakar.

 Aku memang tidak tahu apa yang ada di dalam hatinya itu sampai tega melakukan hal ini, tapi satu yang pasti, dia sangat mencintaiku.

 "Ikut, kok, katanya bentar lagi sampai." Aku menjawab dengan cepat sambil meminta pemilik restoran ini untuk datang. Kebetulan kita memang satu grup di WA kuliner.

 "Nah, itu, dia!" Aku berseru ketika melihat seorang lelaki yang gagah perkasa dan berkarisma. Kehadirannya membuat semua mata wanita menatap ke arahnya. Benar-benar tampan dan keren.

 "Wah, suamimu sangat tampan, ya. Kalau begitu saja permisi dulu." Wanita itu langsung pamit untuk diri ketika laki-laki yang kuundang mendekat ke meja kami, lalu duduk.

 "Mas, coba kamu lihat suaminya Mbak itu? Keren banget, ya, kaya yang ada di film-film itu, loh." Wanita itu terus mengungkapkan kekagumannya kepada laki-laki yang kini duduk di sampingku.

 "Biasa aja," lirih Mas Fahri dengan kedua tangan yang mengepal.

 Yakin biasa saja?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
laki" kq plin plan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status