Zhen berdiri di tepi tebing, memandang cakrawala yang diterangi sinar matahari. Dalam dirinya, energi baru terus berputar, mengalir dengan stabil. Aku sudah melangkah sejauh ini, tapi jalan ke depan masih panjang. Dia mengepalkan tangan, matanya menyiratkan tekad yang tidak tergoyahkan.
Namun, jauh di dalam bayang-bayang klan, seseorang memperhatikannya dengan mata penuh kebencian. Ling Kai, yang terluka parah setelah pertarungan, kini berbaring di ruang pemulihan, namun pikirannya terus dipenuhi rencana balas dendam. --- Di ruang pelatihan klan, Ying sedang melatih teknik alkeminya. Gadis itu selalu menjadi pendukung Zhen, meskipun kadang ia ragu apakah sahabatnya mampu menanggung semua beban ini. Dengan tangan terampil, dia mencampur bahan-bahan alkimia, mengeluarkan uap kehijauan yang perlahan berubah menjadi cairan pekat. Wushhh! Kekuatan Ying meningkat pesat, namun pikirannya terganggu. “Zhen terlalu keras pada dirinya sendiri,” gumamnya. “Kalau dia terus seperti ini, dia bisa saja hancur sebelum mencapai tujuannya.” Xian, yang berdiri di dekatnya sambil memperhatikan, tersenyum kecil. “Kau tahu Zhen, dia tidak akan berhenti sampai dia menjadi yang terkuat.” “Dan itulah yang membuatku khawatir,” balas Ying sambil melirik Xian. “Semakin tinggi dia naik, semakin banyak yang ingin menjatuhkannya.” Xian menghela napas. “Itu sudah jelas. Bahkan di klan sendiri, banyak yang tidak suka dia unggul. Ling Kai hanya permulaan.” --- Di sisi lain, di ruang pertemuan klan, Ling Wei, salah satu tetua yang dikenal licik dan ambisius, sedang berbicara dengan beberapa murid senior. “Zhen sudah terlalu jauh. Jika dia terus dibiarkan, dia akan menggeser keseimbangan kekuatan di klan ini.” Salah satu murid senior mengangguk. “Dia terlalu berbakat. Bahkan para tetua mulai meliriknya sebagai penerus.” Ling Wei tersenyum dingin. “Dan itu tidak boleh terjadi. Kita harus memastikan dia tidak mencapai potensi penuhnya.” --- Sementara itu, di kamar kecilnya, Zhen duduk bersila. Dia menenangkan dirinya setelah lonjakan energi besar yang baru saja dia alami. Dalam pikirannya, suara ibunya, Ling Lian, terdengar jelas. “Zhen, jangan pernah menyerah, tidak peduli seberapa berat jalannya.” Dia mengingat sosok ibunya, yang selalu menjadi pendukung terbesarnya sebelum meninggal karena persekongkolan di dalam klan. Aku tidak akan membiarkan kejadian itu terulang lagi. Aku akan melindungi mereka yang aku sayangi, apapun yang terjadi. --- Di luar kamar, Ying dan Xian berdiri berbincang. “Zhen terlalu diam hari ini,” kata Ying. “Dia sedang merenung. Lonjakan kultivasi besar seperti itu tidak mudah diterima,” jawab Xian sambil menyilangkan tangan di dadanya. “Kita harus selalu ada di sisinya, Xian,” ujar Ying dengan serius. “Dia membutuhkan kita, meskipun dia tidak pernah mengatakannya.” “Tentu saja,” jawab Xian sambil tersenyum kecil. “Aku hanya berharap dia tahu bahwa dia tidak sendirian.” --- Di sisi lain klan, Ling Kai yang kini sudah pulih sebagian, berdiri di depan seorang pria misterius dengan wajah tertutup kain hitam. “Aku membutuhkan kekuatan untuk mengalahkan Ling Zhen. Apa kau bisa membantuku?” Pria itu tertawa kecil, suaranya berat dan dingin. “Kekuatan selalu ada harga yang harus dibayar, Ling Kai. Apakah kau siap untuk membayar harga itu?” “Apapun itu,” jawab Ling Kai dengan mata penuh dendam. Pria itu tersenyum, mengeluarkan botol kecil berisi cairan merah pekat. “Minumlah ini, dan kau akan mendapatkan kekuatan yang kau inginkan. Tapi ingat, setelah kau melawan Ling Zhen, kau akan menjadi milikku.” Tanpa ragu, Ling Kai meraih botol itu. Dalam pikirannya, hanya ada satu tujuan: Menghancurkan Zhen. **** Di malam harinya, Zhen kembali ke kamarnya setelah berlatih sepanjang hari. Ying dan Xian menunggu di luar pintu. “Kau tidak harus melakukan semuanya sendiri, kau tahu,” ujar Ying saat Zhen membuka pintu. “Aku tahu,” jawab Zhen dengan senyum tipis. “Tapi aku tidak punya pilihan. Jika aku tidak kuat, maka aku tidak bisa melindungi kalian.” “Bodoh,” kata Ying sambil melipat tangan. “Kami ada di sini untuk melindungimu juga. Kau tidak sendirian, Zhen.” Xian mengangguk. “Kita ini tim, ingat? Kita akan menghadapi semuanya bersama-sama.” Zhen terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. “Baiklah. Aku akan mengandalkan kalian.” Malam itu, untuk pertama kalinya, Zhen merasa sedikit lebih ringan. Namun, jauh di dalam dirinya, dia tahu bahwa konflik di dalam klan hanya akan semakin memburuk. Ini baru permulaan.Zhen melangkah keluar dari Kota Kabut Hitam, meninggalkan jejak perjalanannya yang penuh dengan pertempuran dan pengalaman berharga. Dengan poin kontribusi yang ia kumpulkan, ia telah mendapatkan berbagai sumber daya yang memperkuat kemampuan alkemis dan kultivasinya. Namun, perjalanan ini belum berakhir—justru semakin mendekati puncaknya.Langit Ketiga masih menyimpan banyak misteri. Kota-kota besar, sekte-sekte kuno, dan kekuatan tersembunyi yang belum pernah ia temui menantinya. Namun, satu hal yang paling menarik perhatiannya adalah Kota Suci Alkemis, tempat para alkemis terbaik berkumpul dan tempat legenda tentang Pil Keabadian berasal.Bersama Bai Yue, yang kini selalu berada di sisinya, Zhen menatap cakrawala yang luas.> Bai Yue: "Langit Ketiga begitu luas… Apakah kau siap menaklukkannya?"Zhen (tersenyum tipis): "Aku harus. Tidak ada jalan mundur."---Sementara itu, di dalam Kota Suci Alkemis, para tetua agung sedang membahas peristiwa besar yang akan datang. Ramalan Surgawi
Di bawah sinar bulan yang pucat, Zhen, Bai Yue, dan Wen Ling berdiri dalam kepungan bandit. Sekitar dua puluh orang bersenjata mengepung mereka, dengan Bai Tu—pemimpin mereka—berdiri di tengah, menatap Zhen dengan tatapan penuh rasa percaya diri.> Bai Tu (tertawa kecil): "Aku sudah lama mendengar namamu, Zhen. Kau benar-benar bodoh telah datang ke tempat ini tanpa persiapan."Zhen tetap tenang, memegang Pedang Petir Surgawi dengan erat.> Zhen: "Kau yakin aku tidak datang dengan persiapan?"Bai Tu menyeringai, lalu melambaikan tangannya.> Bai Tu: "Hancurkan mereka!"Para bandit langsung melompat ke depan dengan senjata terangkat.Zhen mengaktifkan Teknik Langkah Petir, tubuhnya berubah menjadi kilatan cahaya biru. Dalam sekejap, ia muncul di belakang salah satu bandit dan menebasnya dengan cepat.Srekk!Darah menyembur saat salah satu bandit jatuh tanpa sempat menyadari apa yang terjadi.> Wen Ling (melompat mundur): "Mereka bukan lawan sembarangan!"Bai Yue mengangkat tangannya, me
Angin pagi bertiup lembut saat Zhen, Bai Yue, dan Wen Ling berjalan melewati gerbang sekte, memulai perjalanan mereka menuju Lembah Hitam.Lembah Hitam terletak ratusan kilometer dari Sekte Langit Ketiga, di perbatasan wilayah yang dikuasai oleh kelompok bandit terkenal—Serigala Hitam.> Bai Yue (menatap peta): "Jika kita terus berjalan tanpa henti, kita bisa mencapai lembah dalam dua hari."Zhen mengangguk.> Zhen: "Kita tidak tahu seberapa kuat bandit-bandit di sana. Kita harus tetap waspada."Wen Ling tampak sedikit gelisah.> Wen Ling: "Aku mendengar rumor bahwa pemimpin mereka, Bai Tu, dulunya adalah seorang murid dari sekte besar, tapi diusir karena membunuh rekan-rekannya sendiri."Zhen mengangkat alis.> Zhen: "Kalau benar begitu, berarti dia bukan musuh sembarangan."Bai Yue menghela napas.> Bai Yue: "Kita akan mengetahuinya begitu sampai di sana."Tanpa membuang waktu, mereka melanjutkan perjalanan.---Di tengah perjalanan, mereka harus melewati sebuah wilayah bernama Huta
Langit di atas Kota Kabut Hitam masih dipenuhi sisa-sisa energi pertempuran. Puing-puing bangunan berserakan, dan beberapa tempat masih dipenuhi asap hitam. Namun, meskipun kota ini baru saja mengalami serangan besar, mereka berhasil bertahan.Zhen, Bai Yue, dan Wen Ling berdiri di tengah reruntuhan, napas mereka masih terengah-engah setelah pertarungan sengit melawan Mo Jian.> Wen Ling (menghela napas): "Dia berhasil kabur... tapi setidaknya kita sudah menghancurkan pasukan iblisnya."Zhen tidak menjawab. Tatapannya masih tajam menatap titik di mana Mo Jian menghilang. Perasaan tidak enak menyelimuti hatinya.> Zhen (dalam hati): "Orang sepertinya tidak akan menyerah begitu saja. Ini pasti belum selesai..."Suara langkah kaki mendekat.Dari sudut jalan, pasukan penjaga kota yang tersisa mulai berdatangan. Salah satu dari mereka adalah seorang pria paruh baya dengan jubah berwarna hitam dan lambang Kota Kabut Hitam di dadanya.> Pria itu: "Aku Jenderal Hu Wei. Siapa kalian? Dan bagai
Kota Kabut Hitam masih bergema dengan suara pertempuran. Api berkobar di beberapa sudut, dan mayat-mayat berserakan di jalanan. Paviliun Iblis Merah telah membawa kehancuran besar, dan sekarang Zhen, Bai Yue, dan Wen Ling harus menghadapi pemimpinnya—Mo Jian.Mo Jian berdiri dengan santai di tengah reruntuhan, jubah ungunya berkibar ditiup angin malam. Tatapannya dingin, tetapi senyum di wajahnya menunjukkan rasa percaya diri yang tak tergoyahkan.> Mo Jian: "Kalian benar-benar berani melawanku? Bahkan tiga orang pun tidak cukup untuk menjatuhkanku."SWOOSH!Tiba-tiba, Bai Yue menghilang dari pandangan! Dalam sekejap, ia sudah muncul di belakang Mo Jian, pedangnya meluncur dengan kecepatan luar biasa!> Bai Yue: "Tebasan Langit Es!"ZRAAAAK!Sebuah gelombang energi es menerjang tubuh Mo Jian, membekukan udara di sekitarnya. Jalanan di bawah kaki mereka berubah menjadi lapisan es, dan suhu turun drastis.Namun, Mo Jian hanya terkekeh.> Mo Jian: "Menarik... tapi tidak cukup."CRACK!Ia
Zhen, Wen Ling, dan Shen Lao akhirnya meninggalkan reruntuhan Lembah Kegelapan. Mereka melintasi jalur berbatu yang dipenuhi kabut tebal, menuju kembali ke Kota Kabut Hitam. Akar Roh Suci kini berada di tangan Zhen, dan ia tahu bahwa benda ini bisa menjadi harapan terakhir kota yang hampir hancur karena kutukan Bai Yun.> Zhen (dalam hati): "Semoga kita tidak terlambat..."Namun, saat mereka mendekati gerbang kota, mereka dikejutkan oleh pemandangan yang mengerikan. Darah menggenang di jalanan, mayat-mayat para penjaga berserakan di tanah, dan bangunan utama kota tampak terbakar.> Wen Ling: "Tidak… apa yang terjadi di sini?! Baru beberapa hari kita pergi, tapi kota ini sudah jadi seperti neraka!"Shen Lao menghela napas panjang, tatapannya kelam.> Shen Lao: "Sepertinya kita sudah kedatangan tamu tak diundang..."Di tengah kota yang hancur, terlihat sekelompok orang berbaju hitam dengan lambang mata merah di dada mereka. Mereka berdiri di tengah jalan, mengelilingi seorang pria tua y