Share

Bab5-The Rock Monster

Seperti yang sudah diperkirakan, hutan utara adalah tempat tersuram di dunia, siapapun yang menginjakan kaki di sana akan ikut merasakan kesedihannya tanpa sadar. Memori tentang hal yang buruk dan tidak ingin diingat terus terputar di kepala, mungkin memang begitulah cara kerjanya.

Selain menebar kesedihan, perasaan pun terasa kosong. Bukan kosong yang benar-benar hampa, melainkan rasa kehilangan sesuatu yang berharga. Hal-hal menyedihkan itu terus terserap ke dalam tubuh, membuat dada mendadak sesak dan telapak tangan sakit karena terlalu meratap.

Alexia jadi mengenang kepergian ibu kandungnya. Dari cerita yang dipaparkan ayah, ia baru berusia lima menit kala itu, namun sudah menyandang gelar si kecil piatu tanpa ibu. Tidak pernah melihat wajahnya adalah hal paling menyedihkan, Alex hanya sebatas kenal nama, yaitu Serena Sawyer.

Ayah dulu sering bercerita, tentang betapa jelita ibu kandungnya. Ayah juga bilang Alex seperti Serena yang dilahirkan kembali. Tapi Alex tidak benar-benar percaya, ia mengetahui kalau ibu sangat teramat cantik, hanya saja tidak berlaku untuk dirinya. Helena jauh lebih sempurna, hidungnya meruncing, dengan mata bulat dan bibir kuncup merona bak dewi bulan, berbeda dengan postur wajahnya yang seperti tokoh antagonis.

"Alexia, aku takut."

Jane bergumam lirih sedari tadi, dia terlihat begitu tidak rela menginjakkan diri masuk semakin jauh ke hutan redup itu. Para kusir sudah pergi bersama kuda dan gerbongnya, mereka akan kembali berjaga di sekitar setiap hari untuk memastikan ada seseorang yang mungkin selamat, tapi jarak yang diambil cukup jauh dari perbatasan dengan hutan utara. Sehingga menurut Alex, penjagaan itu tidak terlalu berguna.

Sebenarnya tidak ada batasan resmi letak hutan utara, keberadaannya di tandai dengan suasana berkabut walaupun matahari terik dan panas di balik awan mendung. Semakin pekat kabutnya, maka itu kemungkinan sudah jadi bagian wilayah hutan utara.

Satu per satu orang mulai memilih jalur masing-masing, menerobos arah yang dituju tanpa keraguan sedikitpun. Alex semula juga merasa begitu, percaya diri dan tak takut apapun sembari menggenggam tombak yang dipercaya telah diberi keberkahan menurut penjualnya, tapi semuanya berubah dalam sekejap saat sudah memasuki area berkabut lebat, warna kabutnya pun berubah menjadi ungu kehitaman.

Tubuh Jane sudah gemetar, dia takut setengah mati, sampai cengkeramannya menguat hampir melukai kulit Alex karena Jane punya kuku yang panjang seperti tidak terawat.

Orang seperti Jane seharusnya didiskualifikasi dari awal karena nyalinya sama sekali tidak ada. Entah bagaimana gadis itu bisa meloloskan diri dari pemeriksaan saat pendaftaran. Alexia ingat sekali kalau setiap peserta yang pergi perlu melakukan pemeriksaan kesehatan, karena orang yang sakit tidak diperbolehkan ikut.

Peserta lain yang tadinya masih berhamburan di depan, perlahan menghilang, mereka mengambil jalan sesuai keinginan, membuat Alex bingung harus melakukan apa. Ia tidak bisa seenaknya mengambil tindakan karena Jane bersamanya.

"Jane, menurutmu kita harus pergi kemana?"

"Kemana saja, tapi kalau bisa, kita cari jalanan yang diterangi sinar matahari, yah walaupun hampir tidak ada sama sekali, di sini terlampau redup."

Alex mengangguk, ia akhirnya membawa Jane ke utara. Entah kenapa seperti ada sesuatu yang mendorongnya untuk pergi ke arah sana, namun hal itu tentu tidak disadari. Alex pikir cuma insting semata. Kalau hasilnya bagus maka itulah keberuntungan mereka.

Kabut ungu semakin pekat seiring perjalana mereka, hampir menutupi pandangan jarak dua meter ke depan, mengakibatkan penglihatan mereka sungguh-sungguh terbatas.

Kaki Jane tak sengaja menendang sebuah batu kecil hingga terlempar beberapa jengkal ke depan, disusul suara rauman keras layaknya binatang buas. Suaranya sangat dekat, tapi mereka berdua begitu yakin kalau suasana di sekitar sedang tenang seperti air danau, tidak ada tanda-tanda pergerakan di manapun.

"Alexia, itu bukan binatang buas, itu pasti hantu."

"Hantu?" Beo Alexia.

"Roh atau arwah yang menghuni tempat ini, lihatlah, kau sadar kan kalau wujudnya pun tidak tampak oleh mata kita. Tidak salah lagi, hutan ini benar-benar angker."

Gadis itu mengelak, "Tidak ada roh atau semacamnya di sini."

Alex kembali berjalan dengan langkah super pelan, angin pun enggan bergesekan dengan tubuhnya. Namun, ia tidak sengaja menginjak kembali batu yang sempat Jane tendang, hingga suara rauman itu terdengar lagi, kali ini semakin keras sampai membuat tanah bergetar.

Jane sadar, dia segera menarik Alex menjauh dan menuding sesuatu di bawah kaki mereka, "Itu, sepertinya dia hidup dan memiliki jiwa...—Al-Alexia, apa yang ku lihat ini mimpi?"

Keduanya sontak membeku, mendapati benda kecil sebesar ujung kelingking itu mulai menunjukkan reaksi aneh. Perlahan ukurannya membesar hanya dalam hitungan detik, sampai melebihi batang pohon pinus. Sangat besar.

Tidak ada mata, hidung, mulut, ataupun telinga, tapi berbentuk seperti manusia, lengkap dengan tangan dan kaki. Tiba-tiba rauman serupa terdengar darinya. Jauh lebih keras ketimbang sebelumnya. Sangat nyaring melengking, membuat Alex dan Jane tak kuasa mendengarkannya, gendang telinga mereka serasa pecah seolah ditembus logam tajam tak kasat mata.

Alex menggumam lirih, menjawab pertanyaan Jane yang sempat terabaikan beberapa saat lalu, "Sepertinya tidak, aku juga melihatnya membesar, Jane. Bukankah sebaiknya kita lari?"

"Ayo, dalam hitungan ketiga," kata Jane tanpa menoleh sedikitpun.

Makhluk itu mulai mendekat secara perlahan, seakan sudah mentargetkan mangsa di depan mata.

Jane yang kalut tak sempat berhitung lantas berlari begitu saja, melepaskan cengeramannya dari tangan Alexia.

"Jane!" Alex ikut meninggalkan tempat, membuat monster itu mengamuk dan mengejar mereka.

"Alexia!" sahut Jane sambil terus berlari, karena dia berada jauh di depan, Alexia tak menyadari jika arah yang diambil berbeda. Sampai akhirnya ia baru sadar kalau mereka benar-benar berpisah.

Alex tak punya waktu untuk mencari kemana Jane pergi, sehingga ia memutuskan bersembunyi—tepat ketika sebuah batang pohon berbentuk gelondongan berongga ada di depan mata, tempat yang cukup aman untuk bersembunyi. Ia memejamkan mata, menangkup kedua tangan, sambil berdoa, "Selamatkan dirimu Jane, kita harus berpisah sebentar."

Hingga beberapa saat kemudian Alex sadar suasana telah berubah sedikit lebih tenang, tidak ada rauman atau gerakan keras dari monster batu yang tadinya mengejar. Ia perlahan keluar dari tempat persembunyian, memandang keadaan sekitar yang sudah sangat sepi. Entah kemana makhluk batu aneh yang mengerikan itu pergi dan suara Jane... menghilang sepenuhnya.

Alexia seketika merasa bersalah, perpisahan mereka benar-benar tak teduga, bahkan belum lama terhitung dari pertemuannya, "Jane, aku harap kau baik-baik saja, kau harus selamat."

Alex yang semula terdiam dengan pandangan kosong tiba-tiba merosot jatuh, terduduk bersimpuh di tanah yang terasa bernyawa. Detik ini pula ia sadar kalau hutan utara memang tempat paling mengerikan di dunia, padahal baru satu makhluk yang dilihatnya, begitu muncul telah menggetarkan hati.

TBC

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status