Seperti yang sudah diperkirakan, hutan utara adalah tempat tersuram di dunia, siapapun yang menginjakan kaki di sana akan ikut merasakan kesedihannya tanpa sadar. Memori tentang hal yang buruk dan tidak ingin diingat terus terputar di kepala, mungkin memang begitulah cara kerjanya.
Selain menebar kesedihan, perasaan pun terasa kosong. Bukan kosong yang benar-benar hampa, melainkan rasa kehilangan sesuatu yang berharga. Hal-hal menyedihkan itu terus terserap ke dalam tubuh, membuat dada mendadak sesak dan telapak tangan sakit karena terlalu meratap.Alexia jadi mengenang kepergian ibu kandungnya. Dari cerita yang dipaparkan ayah, ia baru berusia lima menit kala itu, namun sudah menyandang gelar si kecil piatu tanpa ibu. Tidak pernah melihat wajahnya adalah hal paling menyedihkan, Alex hanya sebatas kenal nama, yaitu Serena Sawyer.Ayah dulu sering bercerita, tentang betapa jelita ibu kandungnya. Ayah juga bilang Alex seperti Serena yang dilahirkan kembali. Tapi Alex tidak benar-benar percaya, ia mengetahui kalau ibu sangat teramat cantik, hanya saja tidak berlaku untuk dirinya. Helena jauh lebih sempurna, hidungnya meruncing, dengan mata bulat dan bibir kuncup merona bak dewi bulan, berbeda dengan postur wajahnya yang seperti tokoh antagonis."Alexia, aku takut."Jane bergumam lirih sedari tadi, dia terlihat begitu tidak rela menginjakkan diri masuk semakin jauh ke hutan redup itu. Para kusir sudah pergi bersama kuda dan gerbongnya, mereka akan kembali berjaga di sekitar setiap hari untuk memastikan ada seseorang yang mungkin selamat, tapi jarak yang diambil cukup jauh dari perbatasan dengan hutan utara. Sehingga menurut Alex, penjagaan itu tidak terlalu berguna.Sebenarnya tidak ada batasan resmi letak hutan utara, keberadaannya di tandai dengan suasana berkabut walaupun matahari terik dan panas di balik awan mendung. Semakin pekat kabutnya, maka itu kemungkinan sudah jadi bagian wilayah hutan utara.Satu per satu orang mulai memilih jalur masing-masing, menerobos arah yang dituju tanpa keraguan sedikitpun. Alex semula juga merasa begitu, percaya diri dan tak takut apapun sembari menggenggam tombak yang dipercaya telah diberi keberkahan menurut penjualnya, tapi semuanya berubah dalam sekejap saat sudah memasuki area berkabut lebat, warna kabutnya pun berubah menjadi ungu kehitaman.Tubuh Jane sudah gemetar, dia takut setengah mati, sampai cengkeramannya menguat hampir melukai kulit Alex karena Jane punya kuku yang panjang seperti tidak terawat.Orang seperti Jane seharusnya didiskualifikasi dari awal karena nyalinya sama sekali tidak ada. Entah bagaimana gadis itu bisa meloloskan diri dari pemeriksaan saat pendaftaran. Alexia ingat sekali kalau setiap peserta yang pergi perlu melakukan pemeriksaan kesehatan, karena orang yang sakit tidak diperbolehkan ikut.Peserta lain yang tadinya masih berhamburan di depan, perlahan menghilang, mereka mengambil jalan sesuai keinginan, membuat Alex bingung harus melakukan apa. Ia tidak bisa seenaknya mengambil tindakan karena Jane bersamanya."Jane, menurutmu kita harus pergi kemana?""Kemana saja, tapi kalau bisa, kita cari jalanan yang diterangi sinar matahari, yah walaupun hampir tidak ada sama sekali, di sini terlampau redup."Alex mengangguk, ia akhirnya membawa Jane ke utara. Entah kenapa seperti ada sesuatu yang mendorongnya untuk pergi ke arah sana, namun hal itu tentu tidak disadari. Alex pikir cuma insting semata. Kalau hasilnya bagus maka itulah keberuntungan mereka.Kabut ungu semakin pekat seiring perjalana mereka, hampir menutupi pandangan jarak dua meter ke depan, mengakibatkan penglihatan mereka sungguh-sungguh terbatas.Kaki Jane tak sengaja menendang sebuah batu kecil hingga terlempar beberapa jengkal ke depan, disusul suara rauman keras layaknya binatang buas. Suaranya sangat dekat, tapi mereka berdua begitu yakin kalau suasana di sekitar sedang tenang seperti air danau, tidak ada tanda-tanda pergerakan di manapun."Alexia, itu bukan binatang buas, itu pasti hantu.""Hantu?" Beo Alexia."Roh atau arwah yang menghuni tempat ini, lihatlah, kau sadar kan kalau wujudnya pun tidak tampak oleh mata kita. Tidak salah lagi, hutan ini benar-benar angker."Gadis itu mengelak, "Tidak ada roh atau semacamnya di sini."Alex kembali berjalan dengan langkah super pelan, angin pun enggan bergesekan dengan tubuhnya. Namun, ia tidak sengaja menginjak kembali batu yang sempat Jane tendang, hingga suara rauman itu terdengar lagi, kali ini semakin keras sampai membuat tanah bergetar.Jane sadar, dia segera menarik Alex menjauh dan menuding sesuatu di bawah kaki mereka, "Itu, sepertinya dia hidup dan memiliki jiwa...—Al-Alexia, apa yang ku lihat ini mimpi?"Keduanya sontak membeku, mendapati benda kecil sebesar ujung kelingking itu mulai menunjukkan reaksi aneh. Perlahan ukurannya membesar hanya dalam hitungan detik, sampai melebihi batang pohon pinus. Sangat besar.Tidak ada mata, hidung, mulut, ataupun telinga, tapi berbentuk seperti manusia, lengkap dengan tangan dan kaki. Tiba-tiba rauman serupa terdengar darinya. Jauh lebih keras ketimbang sebelumnya. Sangat nyaring melengking, membuat Alex dan Jane tak kuasa mendengarkannya, gendang telinga mereka serasa pecah seolah ditembus logam tajam tak kasat mata.Alex menggumam lirih, menjawab pertanyaan Jane yang sempat terabaikan beberapa saat lalu, "Sepertinya tidak, aku juga melihatnya membesar, Jane. Bukankah sebaiknya kita lari?""Ayo, dalam hitungan ketiga," kata Jane tanpa menoleh sedikitpun.Makhluk itu mulai mendekat secara perlahan, seakan sudah mentargetkan mangsa di depan mata.Jane yang kalut tak sempat berhitung lantas berlari begitu saja, melepaskan cengeramannya dari tangan Alexia."Jane!" Alex ikut meninggalkan tempat, membuat monster itu mengamuk dan mengejar mereka."Alexia!" sahut Jane sambil terus berlari, karena dia berada jauh di depan, Alexia tak menyadari jika arah yang diambil berbeda. Sampai akhirnya ia baru sadar kalau mereka benar-benar berpisah.Alex tak punya waktu untuk mencari kemana Jane pergi, sehingga ia memutuskan bersembunyi—tepat ketika sebuah batang pohon berbentuk gelondongan berongga ada di depan mata, tempat yang cukup aman untuk bersembunyi. Ia memejamkan mata, menangkup kedua tangan, sambil berdoa, "Selamatkan dirimu Jane, kita harus berpisah sebentar."Hingga beberapa saat kemudian Alex sadar suasana telah berubah sedikit lebih tenang, tidak ada rauman atau gerakan keras dari monster batu yang tadinya mengejar. Ia perlahan keluar dari tempat persembunyian, memandang keadaan sekitar yang sudah sangat sepi. Entah kemana makhluk batu aneh yang mengerikan itu pergi dan suara Jane... menghilang sepenuhnya.Alexia seketika merasa bersalah, perpisahan mereka benar-benar tak teduga, bahkan belum lama terhitung dari pertemuannya, "Jane, aku harap kau baik-baik saja, kau harus selamat."Alex yang semula terdiam dengan pandangan kosong tiba-tiba merosot jatuh, terduduk bersimpuh di tanah yang terasa bernyawa. Detik ini pula ia sadar kalau hutan utara memang tempat paling mengerikan di dunia, padahal baru satu makhluk yang dilihatnya, begitu muncul telah menggetarkan hati.TBCArus sungai membawa keduanya berhenti di sebuah hilir berupa perkebunan. Ada banyak rumah yang terlihat normal seperti pemukiman manusia pada umumnya, terlebih cahaya matahari bisa dikatakan cukup cerah menyinari rumah-rumah tersebut, tak segelap di dunia para penyihir.Alex menghela napas lega, mereka akhirnya menemukan manusia lain.Keduanya berjalan menyusuri pemukiman tersebut walau merasa agak asing karena tak pernah mengetahui adanya kampung yang berbatasan dengan hutan secara langsung. Tapi kecurigaan itu sirna setelah melihat keramaian padat antara penjual dan pembeli di pasar. Penyihir tidak akan melakukan kegiatan semacam ini, jadi jelas mereka semua pasti manusia.Alex tampak bersemangat melangkah kesana kemari melihat keramaian di sekitarnya."Syukurlah kita selamat, aku sangat yakin kalau mereka semua manusia seperti kita karena di sini ramai dan lumayan terang yah walaupun agak redup karena masih di perbatasan hutan."Sementara itu, Chris malah terdiam di tempat. Mengama
Tidak butuh waktu lama, mereka sudah kembali naik ke tepian tebing. Alexia dengan panik membantu Chris yang masih bergelantungan.Chris menyakui belatinya kembali usai beberapa saat lalu ia gunakan sebagai pegangan yang ia tanjapkan di sela bebatuan, "Kita harus keluar dari tempat ini secepatnya.""Tunggu, kau sungguh sudah tak terpengaruh sihir itu 'kan?" tanya Alex seraya mematikan kilatan aneh yang semula bersemayam di bola mata Chris kini sudah lenyap tak tersisa."Ya, maka dari itu kita harus cepat pergi sebelum mereka menyadarinya," lelaki itu lekas meyabet pergelangan tangannya, berlari sekencang mungkin menjauhi marabahaya yang ada."Kau ingat arahnya?""Kita ikuti saja ngarai ini, aku mendengar arus deras dibawah sana, pasti ada sungai yang akan menuntun kita keluar tempat ini," ucap Chris percaya diri.Sudah cukup lama dan panjang perjalanan mereka menyusuri pinggiran ngarai, namun tampaknya tidak segera mendapatkan hasil. Rasanya jalur ngarai yang mengitari sungai seakan t
56Malam itu Alexia diseret masuk ke sebuah pemukiman aneh, mengerikan. Di sana—seluruh orang mengenakan jubah hitam, menunjukkan tatapan intimidasi atas kedatangannya. Cukup membuatnya merasa takut terlebih saat menyadari kalau warna pakaiannya sangat mencolok di tengah kegelapan itu, anan sulit buatnya melarikan diri tanpa ketahuan. Selama beberapa malam berlalu, ia ditepatkan pada sebuah kurungan yang berada di dalam ruang bawah tanah, tepatnya di sebuah bangunan serupa kastil. Kediaman milik pimpinan para penyihir hitam. Tidak ada cahaya sama sekali yang masuk ke ruang itu walau ada beberapa lubang ventilasi kecil. Hanya saya hal itu membuatnya frustasi karena tak bisa mengira sudah berapa hari ia berada di kurungan tersebut, sebab di tempat ini seolah tak ada pergantian hari, hanya malam dan kegelapan. Namun, ada satu hal yang bisa ia pastikan. Orang-orang itu akan datang di waktu tertentu untuk memberikannya makanan. Seperti yang sudah di duga, langkah kaki sosok berjubah mend
Kuil Tengah ramai oleh para jemaat, dikarenakan esok ialah hari sakral yang dianggap penting, banyak orang berbondong-bondong membawa sesembahan dan hadiah untuk dewa, berharap diberikan keberkahan lebih banyak ketimbang hari-hari biasa.Sebagai umat yang tinggal di kuil, Chris jelas ikut sibuk Bersama saudara saudarinya. Membersihkan seluruh area tak terkecuali, mempersiapkan peralatan untuk sesembahan, dan masih banyak lagi kegiatan berlangsung.Para pendeta duduk di alas mereka, menanti para jemaat yang datang silih berganti, lantas memandunya melakukan berbagai ritual keagamaan, sehingga mereka mendapat ketentraman hati untuk mengabdi kepada sang pencipta.“Kalungnya, tak kau kembalikan?” Zarina menyela disaat kesibukan semua orang semakin membludak pada puncak kegiatan. Pada genggamannya tergantung indah liontin permata ungu yang memancarkan kilauan cantik.Chris yang tengah sibuk menyiapkan air suci untuk persembahan, berdecak sebal, “Aku sibuk, kau saja.”“Tidak.. tidak.. aku y
Alexia terlalu lalai, jika ia sudah membunuh Chris di hari pertama kedatangannya ke masa ini, dan mengkesampingkan perasaan belas kasih, maka problematika kerumitan mereka berakhir saat itu juga. Ia akan hidup lebih nyaman, mungkin menikah dengan sesama kalangan atas lalu punya anak dan hidup Bahagia hingga tua, lantas bereinkarnasi menjadi orang dengan kehidupan yang baik lagi. Bukannya malah semakin mengacau dan tidak jelas begini.Tak dapat dipungkiri kalau sejujurnya ia menikmati masa pertumbuhan ini, masa di mana gejolak remaja masih menguar dalam diri, karena walaupun ia yang seharusnya sudah berusia dua puluhan, kembali ke tubuh reinkarnasinya saat remaja, hormonnya mengikuti usia tersebut. Ia tentu juga punya rasa tertarik pada lawan jenis, tak lepas pula dari sosok Chris yang tumbuh semakin matang menuju kedewasaannya. Tubuhnya tinggi, bugar, dan sehat, kadang kala tampak sangat maskulin Ketika memunculkan bulir keringat di permukaan kulitnya yang seputih salju. Godaan-godaan
Dibawah pepohonan halaman kuil, beberapa kuda penarik gerbong diikat berjajar menikmati rerumputan hijau. Kala itu angin berhembus cukup kencang selama beberapa saat, menyadarkan Chris akan keadiran sosok Wanita baya bertudung. Bisikannya terdengar jelas meski langsung terbawa arus udara, “Anak muda, seandainya kau butuh bantuan temuilah aku di hutan lereng bukit,” begitulah sekiranya yang ia dengar.Namun saat itu juga, Ketika Chris menoleh untuk memastikan keberadaan Wanita itu, sosoknya lenyap dan langsung digantikan oleh Alexia—puteri pejabat negeri yang akhir-akhir ini terus berada di sekitarnya tanpa sebab jelas, “Siapa?—”“Aku di sini!” Alex lekas menyela ucapan Chris.Di satu sisi Chris lega karena sosok misterius tadi menghilang namun dalam satu waktu juga terkejut. Tampaknya Alexia benar-benar serius dengan segala ucapannya yang terdengar gila, sebab gadis itu bahkan sudah tahu dimana dirinya tinggal selama ini, “Kau—bagaimana kau bisa datang kemari!? dari mana kau tahu temp