Share

AYO KITA MENIKAH!

Waluyo terkejut akan apa yang baru saja didengarnya. Pria tua itu bahkan harus mencubit dirinya sendiri berkali-kali untuk meyakinkan apakah dirinya bermimpi atau tidak.

Namun, setelah berkali-kali mencubit lengannya sendiri hingga terasa sakit akhirnya ia menyadari bahwa dirinya tidak bermimpi. Apa yang baru saja ia dengar dari Aliandra benar adanya. Tentu saja dirinya sangat terkejut. Bagaimana bisa Aliandra melamar Yasminnya?

Selama dua tahun menjadi pelayanan pria muda itu, ia tahu bahwa Aliandra tidak tertarik dengan sebuah ikatan pernikahan. Pria tampan itu memutuskan untuk melajang seumur hidupnya.

‘Apa ini karena wasiat itu? Wasiat yang mengharuskan Aliandra menikah. Jika memang iya, lalu kenapa harus Yasminnya. Bukankah masih banyak gadis cantik di luaran sana?’ batin Waluyo.

“Apa kamu tidak ingin memberikan Yasminmu, kepadaku karena keadaanku, Waluyo?” tanya Aliandra.

Pertanyaan Aliandra itu membuat Waluyo tersadar dari lamunannya. “Bukan begitu, Tuan. Hanya saja Yasmin saya tidaklah setara untuk Anda, Tuan.”

“Tidak setara. Apa karena dia normal sedangkan aku cacat?” Aliandra meletakkan telapak tangannya di dagu dan membiarkannya di sana. Sementara sorot matanya menatap tajam pada Waluyo yang sekarang telah  berdiri di hadapannya.

“Bu-bukan begitu, Tuan. Sungguh bukan itu maksud saya, tapi ....” Waluyo menggantungkan ucapannya.

“Tapi apa?” tanya Aliandra.

“Anda seorang Tuan muda. Anda kaya raya, Tuan. Sementara Yasmin, dia hannyalah putri dari seorang pelayanan yang melayani Anda. Tentu saja pernikahan ini akan ditentang oleh keluarga besar Anda. Harga diri Anda akan jatuh karena hal ini.” Waluyo menjelaskan. “Mungkin Anda ingin segera menikah karena desakkan dari surat wasiat itu. Aku akan mencarikan Anda pengantin yang setara dengan Anda, Tuan. Pengantin yang akan mengangkat derajat Anda dan—“

“Aku hanya ingin Yasmin, Waluyo. Mungkin bagimu aku terlihat ingin memanfaatkan putrimu saja. Benar, ‘kan?” Aliandra tersenyum. “Tidak seperti itu, sungguh. Ya, aku akui aku akan melakukan pernikahan demi menyelamatkan perusahaan dan tentu saja menyelamatkan Eza. Jika aku tidak segera menikah, maka Eza-lah yang harus menggantikanku. Namun, jika Eza tidak mau menggantikanku maka Eza harus mengungkapkan jati dirinya. Jika ia melakukan hal itu maka akan sangat berbahaya bagi hidupnya. Aku yakin hidupnya pasti akan dipersulit oleh keluarga besar kami. Itulah sebabnya aku ingin segera menikah. Akan tetapi kamu juga harus tahu, Waluyo, bahwa aku bukan tipe yang sembarangan menjatuhkan pilihan. Aku memang cacat, tetapi aku yakin banyak wanita yang tidak keberatan akan kekuranganku ini. Aku bisa memilih salah satu dari yang terbaik, tetapi tidak aku lakukan karena ... um, karena aku tertarik pada putrimu.”

“Tertarik?” Waluyo kembali terkejut.

“Ya, tertarik. Aku memang belum mencintainya, tapi entah mengapa aku merasa bahwa kelak aku akan mencintainya.” Aliandra tersenyum kepada Waluyo. Sementara Waluyo merasakan jantungnya berdetak tidak karuan.

“Tidak ada yang istimewa pada Yasmin saya, Tuan. Dia sungguh tidak pantas untuk Anda, bagaimana bisa Anda menjatuhkan pilihan pada dirinya. Apalagi Yasmin masih kuliah, dia akan diwisuda enam bulan lagi. Itu juga jika dia berhasil lulus dari ujian dan lain-lain. Jika tidak, maka ia akan mengulang satu semester lagi, Tuan.” Waluyo masih berusaha meyakinkan Aliandra bahwa putrinya tidak pantas untuk menjadi pengantin seorang CEO seperti Aliandra. Mungkin Aliandra memang tertarik dan menyukainya Yasmin, tapi bagaimana dengan keluarga besar Aliandra. Ia takut Yasmin akan mendapatkan perlakuan buruk dari keluarga kaya itu.

Aliandra mengembuskan napas dengan berat melihat kekhawatiran dan keraguan di wajah Waluyo. Sepertinya pelayannya itu tidak percaya dengan perkataannya bahwa dirinya tertarik dengan Yasmin. “Katakan saja kalau kamu memang tidak mengizinkanku untuk menjadikan Yasminmu sebagai Yasminku juga. Ya sudah, aku tidak bisa memaksa.” Aliandra tersenyum kecut.

“Bukan, Tuan. Sungguh saya merasa terhormat sekali karena Anda meminta Yasmin saya untuk menjadi istri Anda. Saya hanya sedikit terkejut,” ucap Waluyo dengan gugup. “Apakah saya harus meminta Yasmin datang kemari?”

Aliandra tersenyum mendengar ucapan Waluyo. Belakangan ini ia memang sering sekali tersenyum,  terutama setelah pertemuannya dengan gadis bermata panda itu. “Bolehkah jika aku yang datang ke rumahmu? Bukankah aku yang melamar, tidak lucu jika calon pengantinku yang datang kemari,” pinta Aliandra.

Waluyo meneguk saliva begitu mendengar permintaan Aliandra. “Rumah saya terlalu kecil dan tidak pantas untuk Anda datangi, Tuan, bagaimana kalau—“

Aliandra tertawa mendengar ucapan Waluyo. “Kamu ini kenapa, Waluyo. Aku bukan seorang dewa. Kenapa semuanya tidak ada yang pantas untukku? Jika aku menganggap Yasminmu pantas untukku, maka segala yang ada pada dirimu dan juga Yasminmu akan menjadi pantas juga buatku. Bersikap santailah, Waluyo. Kamu itu calon mertuaku.” Aliandra mengakhiri ucapannya sambil meninju pelan dada Waluyo. Ia ingin pria tua itu bersikap biasa kepadanya. Toh sebentar lagi hubungan mereka akan berubah. Bukan sebagai majikan dan pelayanan, tetapi menantu dan mertua. Memikirkannya saja membuat dada Aliandra berdebar. Yasmin sungguh mempengaruhi pikirannya hingga ke titik darurat. Wajah gadis itu selalu melintas di dalam kepalanya. Aneh!

***

Yasmin sedang duduk di ruang tamu sambil menatap layar laptopnya dengan kesal. Ia frustrasi sekali karena makalah yang seharusnya sudah selesai sejak kemarin belum juga dapat diselesaikannya. Padahal ia telah mendapatkan waktu tambahan selama satu minggu untuk menyelesaikan makalah itu. Namun, entah mengapa otaknya seperti buntu sekali. Tidak ada satu tugas kuliah pun yang dapat diselesaikannya dengan baik. Mungkin karena beberapa hari ini ia terus-terusan berperang dengan Irene dan komplotannya sehingga ia tidak dapat berkonsentrasi untuk belajar. Ya, pasti karena hal itu.

“Yasmiiin!”

Suara teriakan seseorang mengejutkannya. Yasmin segera membalikkan tubuhnya menghadap ke pintu masuk dan menatap sosok manis yang sekarang tengah berdiri di hadapannya.

“Ngagetin,” gerutu Yasmin.

Virni terkekeh lalu segera duduk di samping Yasmin. “Sedang apa?” tanya gadis manis berkacamata itu.

“Sedang kencan.” Yasmin menjawab dengan malas.

Virni tertawa mendengar jawaban Yasmin. Gadis itu lalu memperhatikan wajah Yasmin dengan saksama. Sorot matanya terfokus pada lebam di sekitar mata Yasmin dan perban di kening sahabatnya itu. “Benar-benar jagoan. Untuk apa kamu berkelahi dengan Irene kemarin? Kudengar kakinya cidera.”

“Beruntung hanya cidera. Padahal aku berniat untuk mematahkannya.”

Virni berdecak mendengar jawaban Yasmin. “Dia itu anak orang kaya, Yas. Kamu jangan macam-macam. Bagaimanapun juga kamu harus ingat bahwa di dunia ini semua hal adalah masalah, kecuali kamu memiliki banyak uang, maka kamu tidak akan memiliki masalah.”

“Terus kenapa kalau dia anak orang kaya? Bagiku semua sama saja. Jika aku ingin menghajarnya makan akan kuhajar—“

“Kamu ini benar-benar keras kepala. Lagi pula untuk apa sih kamu membela tuan muda itu mati-matian. Biar saja kalau Irene mengejeknya. Toh kamu juga tidak pernah bertemu dengannya. Terlebih lagi tuan muda itu tidak ada untuk mendengarkan ejekan dari Irene. Dia pasti akan baik-baik saja dan tidak akan sakit hati. Hanya karena membela si tuan itu kamu malah jadi banyak belur begini,” omel Virni. Ia tahu betul bagaimana pergelutan yang terjadi antara Irena dan Yasmin di depan perpustakaan.

Saat itu Yasmin baru saja keluar dari perpustakaan untuk menyusul Virni, tetapi di depan pintu perpustakaan Irene dan teman-temannya telah menanti Yasmin untuk kembali menjahilinya.

Irene menarik rambut Yasmin dan mengata-ngatai Ayah Yasmin dan juga majikannya dengan perkataan yang menyakiti hati Yasmin.

Mendengar ayahnya dan si tuan muda terus dihina oleh Irene membuat Yasmin naik pitam. Ia kemudian balas menarik rambut Irene dengan kuat. Akan tetapi Yasmin kalah jumlah. Segera saja gadis-gadis menyebalkan yang selalu mengekor Irene menyerang Yasmin dengan ganas. Virni tiba untuk menyelamatkan Yasmin, tetapi tetap saja Virni tidak bisa banyak membantu.

Namun, bukan Yasmin namanya jika tidak bisa membalikkan keadaan. Dengan lincah ia melepaskan diri dari segerombolan gadis-gadis menyebalkan itu lalu menyerang Irene. Yasmin menendang kaki Irene sekuat yang ia bisa. Ia ingin Irene tahu bagaimana rasanya tidak bisa berjalan sehingga gadis sombong itu tidak lagi menjadikan kekurangan orang lain sebagai bahan lelucon.

“Aku merasa Irene sudah benar-benar keterlaluan, Vir. Ini bukan masalah aku pernah bertemu dengan tuan muda itu atau belum. Hanya saja menurutku sangat tidak adil jika keadaannya yang kurang beruntung itu menjadi bahan lelucon untuk Irene hanya karena Irene tidak menyukaiku. Jika dia tidak menyukaiku maka ejek saja aku, untuk apa dia terus-terusan memperolok ayahku dan tuan muda itu. Irene itu jahat sekali.”

Yasmin dan Virni kemudian asyik bercerita. Bercerita tentang perkelahian seru yang terjadi antara Yasmin dan Irene, juga tentang tuan muda yang akan dibela Yasmin sampai kapan pun. Kedua gadis itu terlalu larut dalam obrolan mereka, sehingga tidak ada yang memperhatikan bahwa sejak tadi ada yang berdiri di ambang pintu dan ikut mendengarkan semua perkataan mereka.

Ia adalah Aliandra dan Waluyo. Aliandra sangat terharu begitu mendengar perkataan Yasmin tentang dirinya. Begitu juga saat ia mendengar alasan Yasmin berkelahi. Ternyata gadis itu berkelahi karena dirinya. Sesuatu yang tidak pernah dibayangkan oleh Aliandra tentunya. Selama ini tidak ada yang membelanya. Bukan karena ia tidak membutuhkannya, ia bisa membela dan menjaga dirinya sendiri. Akan tetapi memang tidak ada seseorang yang siap berdiri di depannya dan membelanya ketika terjadi sesuatu. Kecuali Waluyo dan sekarang Yasmin.

“Kurasa kamu harus menikah dengan si tuan itu, Yas, supaya apa yang kamu lakukan untuknya tidak ada yang sia-sia,”ujar Virni sambil tertawa.

Yasmin tertawa mendengar ucapan Virni. “Baiklah, akan kulakukan. Aku akan menikah dengannya besok!”

“Benarkah. Kalau begitu ayo segera kita menikah!”

Yasmin dan Virni secara bersamaan menoleh ke belakang, di mana terdengar suara yang mengejutkan mereka. Seketika itu juga mata keduannya membelalak, terkejut!

“Tu—Tuan!”

Bersambung ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status