Setelah membicarakan tentang perjodohan untuk Rebecca dan Kenan, akhirnya kedua ibu itu sepakat untuk menjadikan mereka pasangan suami istri. Hal ini menjadi PR untuk Kinan karena putranya yang memang tidak suka. Acara ulang tahun sudah ditentukan oleh Kinan. Sederhana saja karena acaranya mendadak, hanya makan malam saja di restoran sekaligus mempererat hubungan Kenan dan Rebecca. Kenan akhirnya memutuskan untuk bertanya pada Nayla, ia tidak ingin adanya kesalahpahaman lagi. Meski hal ini pun pasti akan menyulut kesalahpahaman yang diawali dengan perjodohan Kenan dan Rebecca, meski Kenan memang benar-benar tidak mengetahui rencana tersebut.[Nanti malam akan ada acara ultah Rebecca di luar, kamu mau datang, enggak? Aku jemput kalau kamu mau.] Isi pesan dari Kenan untuk Nayla. Tidak berselang lama Nayla pun membalas. [Enggak, Kak. Aku harus kerja malam ini.][Baiklah, jangan berpikir macam-macam, ya? Aku hanya ingin memenuhi keinginanmu tentang; apa pun yang terjadi, kita saling me
"Aku mau memberikan cincin itu pada Rebecca, tapi aku tidak mau kalau harus bertunangan dengan dia, Ma," ucap Kenan setelah beberapa saat membisu. Sesungguhnya Kinan kecewa dengan keputusan putranya, tetapi daripada Kenan pergi meninggalkan acara yang ia anggap spesial, akhirnya Kinan mengalah dan berharap dengan pemberian cincin malam ini dapat meluluhkan hati Kenan untuk Rebecca nantinya. Kenan dan Kinan kembali ke meja di mana semuanya sudah menunggu hadiah apa yang akan diberikan oleh Kinan yang dianggap spesial. "Sayang, ini hadiah untukmu." Kinan menyenggol lengan Kenan. Rebecca mengernyit bingung kemudian Kinan mendekat dan berbisik; "Dekati terus Kenan, Mama kasih restu untuk kalian untuk menjalin cinta." Rebecca terdiam sejenak. Ia menyadarkan dirinya sendiri takut apa yang didengar hanya sekadar halusinasi saja. Tentu saja ia merasa sangat bahagia karena mendapatkan restu dari Kinan. Selangkah lagi aku akan memilikimu, Mas! Batin Rebecca yang begitu yakin. Kinan kembal
Sial, kepala Kenan tiba-tiba terasa berat dan akhirnya ia tidak sadar. Entah berapa lama Kenan tertidur hingga akhirnya tubuhnya menggeliat dari balik selimut. "Astaga!" Sepasang mata Kenan membulat ketika ia menyadari sudah bertelanjang dada. Matanya lebih melebar lagi ketika ia menyingkap selimut hanya mengenakan celana dalam saja. "Rebecca, kamu lagi apa?" tanya Kenan saat ia melihat Rebecca yang masih terlelap di sampingnya dalam satu selimut yang sama. "Eh, Sayang, kamu udah bangun?" tanya Rebecca. "Jawab, kamu ngapain di sini? Kita ngapain?" Antara bingung dan membenci dengan apa yang ada di pikirannya. Kenan benar-benar gelisah malam ini sekitar pukul dua dini hari. Sementara Rebecca tersenyum, bahkan memeluk Kenan dengan sangat romantis. "Kamu, kan, udah janji mau nikahin aku. Jadi, kita malam tadi––" Rebecca tersenyum saat menggantung percakapannya yang membuat Kenan penasaran. Kenan melepaskan tangan Rebecca yang melingkar di perutnya. Ia meraih celana dan baju yang b
Kenan menyipitkan mata saat melihat wanita yang ada di hadapannya. Aku pernah melihatnya, tapi di mana? Batin Kenan sambil mengingat-ingat wajah wanita itu. "Kamu Yang waktu itu di bar, kan?" tanya wanita itu, tetapi Kenan sepertinya tidak mengingatnya. "Skip, kamu pacarnya Nayla, kan?" ucap wanita itu lagi. "Nah, dari mana kamu tau?" tanya Kenan. "Oh, iya. Kamu pasti temannya Nayla di tempat kerja, ya?" sambung Kenan. Setelah keduanya saling mengingat barulah suasana sedikit mencair, tidak kaku seperti di awal mereka berkomunikasi. Namun, wanita yang bernama Olivia harus bergegas pergi karena sudah ada janji dengan seseorang. "Maaf, ya, aku tidak bisa dengerin cerita kamu. Semoga––" ucap Olivia terhenti karena ponselnya berdering. Olivia terburu-buru meraih ponsel yang ada di tasnya. Ia membuka kunci layar screen ponsel dan ternyata ada pesan singkat dari orang yang sudah berjanjian dengannya. Ternyata orang tersebut berhalangan hadir menjadikan pertemuannya dengan Olivia harus
Satu Minggu berlalu setelah peristiwa Rebecca tidur dengan Kenan yang menjadikan laki-laki itu semakin dingin bahkan tidak ingin berdekatan pada Rebecca. Hal ini menumbuhkan pertanyaan pada Kinan tentang Kenan yang samasekali tidak mau berdekatan dengan wanita pilihannya. "Aku berangkat, Ma!" ucap Kenan pada Kinan. "Sarapan dulu, Ken.""Enggak, Ma. Aku ada meeting penting tidak boleh telat masuk kantor." "Tapi ini masih pagi banget, loh, Ken." Kenan tidak menjawab, hanya mencium pucuk kepala Kinan, lalu pergi. Kebisuan Kenan membuat Rebecca menjadi takut akan kehilangan. Ia juga tidak berani mengakui perbuatan kotornya pada Kinan. Hanya dapat memendam, tetapi tidak ingin kehilangan Kenan. Kinan yang sudah ada di rumah sejak satu hari yang lalu merasa heran dengan Kenan dan juga Rebecca. Seperti ada sesuatu tapi entah itu apa. Hingga akhirnya dengan hati-hati ia bertanya pada Rebecca tentang apa yang terjadi di rumahnya saat ia berada di luar kota. Mendengar pertanyaan Kinan, Reb
Langit sudah berubah gelap, Kenan memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah. Hanya sekitar dua puluh menit Kenan berhasil memarkirkan mobilnya di halaman rumah. Kenan nampak terburu-buru berjalan menuju pintu dan saat ini ia melihat kegelisahan bahkan air mata yang jatuh di pipi Kinan. "Sebenarnya apa yang terjadi, Ma?" tanya Kenan pada ibunya. "Ini semua gara-gara kamu! Dia pergi karena kamu cuekin, kan? Kenapa kamu begitu sama dia, Ken?" tanya Kinan dengan ekspresi kesal. Kenan membisu. Ia bingung harus menerangkan apa pada ibunya. Tidak mungkin juga peristiwa malam itu diceritakan pada sang ibu. Ia pasti akan kecewa mendengar pengakuan yang sesungguhnya ia tidak pernah merasa melakukannya, hanya saja apa yang dapat ia buktikan kalau apa yang dikatakannya itu benar? Karena semua bukti seolah nyata terjadi. Di mana Kenan dan Rebecca tidur dalam satu selimut yang sama, bahkan mereka hanya mengenakan pakaian dalam saja. "Coba jelasin sama Mama, Ken!" pinta Kinan dengan w
Kinan tidak dapat bicara, tetapi Kenan terus saja mendesak agar ibunya mau menceritakan hal yang menyebabkan dirinya merahasiakan hal besar seperti ini. "Oh, rupanya perempuan itu telah memberitahumu, Ken?" Seringai Kinan saat menatap putranya. "Katakan saja alasan Mama! Apa yang melandasi Mama sampai tega memisahkan aku dengan anakku?" Kenan menatap tajam ibunya, lalu tersenyum. "Dia itu cucunya Mama, loh! Dan dia tumbuh menjadi anak yang cantik tanpa aku rawat. Aku menyesal, Ma. Aku menyesal karena harus kehilangan momen di mana ia bayi dulu. Karena yang aku lihat ia sudah tumbuh menjadi gadis kecil yang cantik, bukan lagi sosok bayi." Kenan bercerita dengan segala kekesalannya pada sang ibu. Kinan yang mendengar cerita Kenan menjadi membisu. Ia bingung karena putranya ternyata telah mengetahui cerita yang sebenarnya. "Ternyata perempuan itu mengingkari janjinya." Seringai Kinan lagi. Ia kesal harus kembali mengingat dan membayangkan wajah Nayla. "Siapa? Nayla? Dia berjanji apa
Seketika semua orang tertuju pada Allea yang menangis karena tidak mau maju ke depan kelas untuk diberikan penghargaan dari sekolah, bukan hanya pengasuhnya saja yang mencoba membujuknya tetapi bocah tersebut masih tidak mau untuk ikut berjajar dengan murid berprestasi lainnya. "Ya sudah, tolong wakilkan sama Ibu saja," kata wali kelas Allea. "Baik, Bu," ucap Inah yang kemudian ikut berbaris di depan kelas bersama kedua murid berprestasi serta orang tua mereka. Pemberian hadiah diberikan dari juara tiga terlebih dahulu, lalu ke juara dua dan terakhir untuk juara satu diwakilkan oleh Inah yang sudah berdiri di depan kelas. Bahkan wali kelas Allea sudah memegang piala dan bingkisan untuk sang juara. "Tunggu!!!" Suara bariton menggema yang menjadi perhatian. "Uncle?" gumam Allea. Kini semu mata tertuju pada laki-laki yang membawakan buket boneka, permen dan cokelat yang lucu. Ia tersenyum pada wali kelas Allea untuk meminta ijin masuk, kemudian berjalan menuju gadis kecil yang seper