Share

Kisah anak kandung & anak tiri

"Paman? Carel? " ujar Aluna bingung.

"Apa yang kalian lakukan?!" geram Rafel menatap paman dan calon iparnya—yang akan berubah menjadi mantan calon iparnya—tajam.

Sang paman hanya terkekeh mendengar pertanyaan ponakannya. Sedang Carel hanya berekspresi meremehkan. Aluna sendiri terdiam kaku.

"Tidakkah kau lihat apa yang kulakukan, Ponakan?" tanya Alejandro menatap cemooh. Kemudian tatapan Alejandro beralih pada Aluna.

"Hay, Ponakan manisku, tidak ingin menyapa paman dan kekasihmu? Atau kau ingin bergabung pada kami? Mengingat kekasih tercintamu bersamaku, mungkin Kau ingin bergabung? Jika kau mau, aku akan menerimamu dengan senang hati. Ha-ha-ha!" kata Alejandro dengan mengerlingkan matanya.

Aluna tak bereaksi sedikit pun, hanya Rafel yang tampak menggeram marah. Dia memang orang yang tempramen. Berbeda dengan Elan yang tenang, dan Aluna yang tak dapat ditebak, dia tipe yang terbuka tapi juga tertutup secara bersamaan.

"Jangan dengarkan dia Aluna! Keluarga lebih berarti dibanding cintamu yang sudah menghianati dirimu dan keluarga kita!" peringat Rafel tegas. Dia tidak ingin adiknya terpengaruh, dan lebih memilih cintanya. Bukankah banyak orang yang lebih memilih cinta dibanding keluarga? Itu karena mereka telah dibutakan oleh yang namanya cinta.

"Waw, kau seorang penghianat cinta, Carel," ucap Alejandro terkekeh

"Kau penghianat keluarga," balas Carel sarkas. Alejandro hanya mendengus malas.

Matanya kemudian melirik Liana—istri dari Gionino sekaligus ibu dari 2 putra dan seorang putri. Tampak wajah Liana sudah rusak karena banyak luka. Mata dan sudut bibirnya biru, sedang pipinya terdapat goresan pisau dan hidung yang mengeluarkan cairan merah. Dengan lembut jemari Arsenio mengelus bibir Liana yang terluka.

"Jangan sentuh ibuku, Bastard!"

"Bajingan kau, Alen!"

Maki Gionino dan Rafel bersamaan, sedang Elan hanya menatap Alejandro nyalang penuh peringatan dan kebencian.

"Ha-ha-ha! Baik-baik, aku tidak menyentuhnya," gelak Alejandro mengangkat kedua tangannya seolah menyerah.

Mengabaikan situasi yang terjadi, Aluna seolah baru mendapat kesadarannya bertanya lirih, dengan raut wajah yang kecewa.

"Paman, kenapa? Dan ...Carel? Apa yang terjadi, kenapa kalian melakukan ini?" tanya Aluna lirih.

Paman yang memanjakannya dan membantunya agar bisa lepas dari didikan keras dari sang kakek, dan Carel—kekasih yang selalu menemaninya begadang untuk mencapai target menulisnya, kini ...mereka di hadapannya, sebagai penghianat?

Alejandro hanya tersenyum lembut menatap Aluna, seperti senyuman yang dulu Aluna dapatkan sebelum malam ini terjadi. Jika dulu dia akan merasa hangat, maka sekarang dia muak dan kecewa. Apa itu semua palsu?

"Kemarilah, Manisku," panggil Alejandro pada Aluna. Aluna berjalan mendekat, tapi Rafel menahan tangannya. Tapi Aluna menatap Rafel dengan tatapan yang sulit diartikan. Dengan sentakan, cekalan tangan Rafel terlepas. Aluna berlari mendekati Alejandro. Sedang Rafel membuang muka, kecewa.

"Apa kau ingin tahu sesuatu?" tanya Alejandro masih dengan suara lembutnya. Aluna mengangguk tanpa ragu.

"Baiklah, akan paman jelaskan," ujar Alejandro kemudian menarik nafas berat.

"Dari paman kecil, paman selalu merasakan ketidakadilan antara paman dan ayahmu. Ayahmu selalu menjadi nomor satu bagi orang tua kami. Paman akui, ayahmu memang orang yang pintar dan selalu mendapat prestasi, berbeda dengan paman yang bodoh dan berandalan. Ayahmu selalu mendapatkan yang dia inginkan. Dan jika dia kesulitan untuk mendapatkannya, maka dia pasti dibantu oleh kakekmu atau almarhum nenekmu. Sedang paman, bahkan paman terbaring lemah di rumah sakit, tidak ada yang menjenguk. Bahkan saat pembagian harta warisan dari nenek pun, paman tidak mendapatkannya sedikit pun, semua nenekmu berikan untuk ayahmu," Alejandro mengusap matanya sedih. Dia menatap Aluna sendu.

"Paman menerima itu, karena tidak ingin kami bertengkar. Lalu, saat kami mulai dewasa, paman jatuh cinta—"

"Kepada mama," potong Aluna.

"Kau benar, tapi—"

"Tapi lagi-lagi, ayahlah sebagai pemenangnya," potong Aluna, lagi. Alejandro mengangguk dan menatap Aluna sedih.

"Dan kau melakukan ini karena dendam kepada ayah," ucap Aluna dan lagi-lagi diangguki oleh Alejandro.

"Tidakkah kau malu, Paman?" tanya Aluna sendu.

Alejandro shock, "A-apa?" Aluna menatap Alejandro, tersenyum miring. Dia tidak sebodoh itu untuk berlaku lemah.

"Kau hanyalah anak seorang wanita kupu-kupu malam yang beruntung dan dibesarkan oleh kakek. Kau bukannya tidak mendapatkan keadilan, tapi kau tidak puas dengan apa yang kau dapatkan. Saking tidak puasnya, kau tega membunuh wanita yang membesarkanmu. Kau dimanja, Paman. Tapi kau tidak senang ketika melihat ayahku juga diberi kasih sayang. Kau serakah, menginginkan semuanya hanya untukmu."

Kaget, semua orang yang di sana menatap Aluna terkejut. Terlebih Alejandro, matanya sampai membelalak. Dari Mana Aluna mengetahui itu? Aluna tahu, dia bersikap seolah tak tahu saja. Bahkan dalang dari kematian neneknya pun Aluna tahu. Dia cerdas, perlu saya ingatkan. Aluna itu dididik keras oleh kakeknya. Tidak mungkinkan, dia menjadi orang bodoh dan lemah?

Balik kepada Alejandro yang shock dan membelalak tak percaya. "A-aluna, apa yang kau katakan, Manis? Apa itu yang dikatakan ayahmu tentangku? Huh?!"

"Tidak, nenek yang menceritakan masa kecilmu dan ayah. Tentang siapa dirimu, dan tentang kau yang sering merajuk ketika tidak mendapatkan hal yang sama seperti ayah atau saat kau sedikit diabaikan oleh nenek dan kakek. Nenek bilang, kau anak yang sangat pencemburu. Dan soal mama, Paman yang mencampakkan mama, lalu ayah datang menghibur mama, dan akhirnya mereka saling menyukai. Benarkan, Papa? Mama?" tanya Aluna melirik Gio dan Liana bergantian. Aluna tidak akan ragu mengatakan kebenaran.

"Kau mengatakan omong kosong, Aluna! Papamu lah yang merebut Liana dariku!" teriak Alejandro.

"Berhentilah, Paman, jangan melakukan hal yang akan kau sesali. Ingatlah siapa dirimu," balas Aluna tenang.

"KAU! SIALAN!" Alejandro menatap nyalang ke Aluna. "Kalian akan mati!"

Bugh! 

Arrghhh!!

Alejandro tersungkur, Aluna menginjak lehernya kuat. "Kaulah yang akan mati. Bahkan jika kami mati, kau pun harus mati," ujar Aluna dingin. Aura membunuh darinya sangat kental.

Semua orang merasa tertekan di sana. Aluna, orang yang manipulatif. Bersikap baik, tapi nyatanya menyimpan suatu hal besar. Selama ini Aluna selalu menyebarkan aura positif, tapi kini, mereka semua dapat merasakan Aura membunuh yang kuat dalam dirinya.

Semua anak buah Alejandro dan Carel langsung mengangkat senjatanya.

Rafel sendiri langsung mencegat Carel yang ingin menyerang adiknya. Dia tidak akan membiarkan pria ini menyakiti adiknya. Ingat itu!

Kini posisi mereka saling menodongkan senjata. Siap untuk menyerang.

"Turunkan senjata kalian, atau tuan kalian mati saat ini juga," ancam Rafel dingin. Baik Aluna maupun Rafel, tangan mereka sudah memegang pistol yang mengarah ke pelipis Alejandro dan Carel.

Semua anak buah Alejandro dan Carel langsung menurunkan senjata mereka.

"Buang senjata kalian," perintah Aluna dingin. Lagi-lagi, mereka patuh. Aluna tersenyum miring menatap Alejandro yang merintih kesakitan.

"Sakit, Paman?" tanya Aluna mengejek. Alejandro hanya mendesis.

"Cih, kau hanya akan menang sebentar. Jangan sombong," tukas Alejandro kesal.

"Kapan dia akan datang!" Batin Alejandro.

Aluna mengikat Alejandro, begitupun dengan Carel. Mereka berdua diawasi oleh Rafel. Sedang Aluna melepaskan Gio, Liana, dan Elan. Tidak ada anak buah Alejandro atau pun Carel yang melawan. Mereka diam, demi keselamatan tuannya.

Saat semua terbebas, Aluna memeluk keluarganya satu persatu. Keadaan ayahnya mengenaskan, begitu pun dengan ibu dan kakaknya. Tapi kesenangan itu tak berlangsung lama.

Prok! Prok! Prok! 

"Waww, Alejandro, Carel? Kalian kalah? Dikalahkan oleh mereka?"

Di hadapan mereka, berdiri seorang pria kekar. Wajahnya ditutupi oleh topeng. Tapi mereka jelas tau jika dia adalah seorang pria. Carel dan Alejandro menatap pria itu berbinar, Rafel sadar hal itu. Membuatnya tak senang dan ada rasa tak enak di dadanya.

"Siapa, kau?" selidik Rafel dingin. Tubuhnya secara reflek langsung menutupi tubuh ayah, ibu dan kakaknya yang lemas, seolah melindungi. Pun dengan Aluna yang sudah bersiaga. Aluna jelas merasakan terancam oleh aura orang di depan mereka ini.

"Kau tidak perlu tau siapa aku," balasnya santai.

"Edgar."

✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏ Author Zee.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status