Share

Bab 87

Author: Sunshine
Di salah satu salon ternama di Kota Vilego, Cindy sedang berbaring dan menikmati pijatan wajah yang menenangkan.

Udara dipenuhi dengan aroma lavender dan air mawar yang menenangkan indranya. Hingga jam tangannya berdengung tidak berhenti dan menyadarkannya dari ketenangan yang nyaris sempurna ini.

Dia membuka matanya. Rasa jengkel terpancar jelas di balik kelopak matanya.

“Halo?” jawab Cindy dengan kesal.

“Bu Cindy, aku Jessi, sekretaris Pak Raffi.” Terdengar suara tegas di ujung sana.

Cindy mengembuskan napas. Rasa tidak sabar terpancar dari setiap katanya. “Ada apa?”

“Pak Raffi undang Siti ke kantornya dan menyuruhku pergi dari mejaku,” jawab Jessi.

Ekspresi Cindy menjadi dingin saat mendengar nama tersebut.

“Siti Sarjono?” ulangnya, seolah-olah sedang menguji rasa mengucapkan namanya.

Ahli kecantikan yang masih mengoleskan krim lembut ke wajah Cindy mencoba untuk mengurangi ketegangan situasinya.

“Dia itu wanita cantik yang paling terkenal di Kota Vilego,” ujarnya dengan pelan.

“Dul
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Asrial Duri
nafsu mengalahkan segalanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Alvaro, Sang Penguasa Dunia   Bab 420

    Rumah Sakit Pusat Rosia.Jumadi Kusuma mendorong pintu kaca dengan langkah penuh percaya diri, seolah-olah dunia masih berpihak padanya.Di belakangnya, kekasihnya berjalan terpincang-pincang dengan wajah meringis, meski hanya ada goresan kecil di lengannya.Antrean panjang mengular melewati meja resepsionis.Jumadi tidak ikut antre. Dia langsung menyerobot ke depan, memotong antrean seorang pria tanpa pikir panjang."Hei," protes pria itu. Jumadi terus melangkah tanpa menoleh.Di meja resepsionis, dia mencondongkan tubuh, suaranya tajam. "Suster. Panggil dokter terbaik yang kau punya. Sekarang."Sang resepsionis, seorang perawat muda yang sudah jengkel karena antrean dipotong, melirik singkat ke arah wanita yang berpegangan pada Jumadi.Lengannya hanya tergores sedikit, darahnya pun sudah kering menjadi garis merah tipis. Namun, wanita itu terisak-isak seakan ajalnya sedang menjemput.'Bahkan anak umur lima tahun pun nggak akan menangis sekencang itu cuma karena luka sepele,' pikir pe

  • Alvaro, Sang Penguasa Dunia   Bab 419

    Jenderal Minto duduk di ruang komando sementara yang menghadap ke Kota Rosia, yakin malam itu akan berakhir tanpa masalah.Dia memiliki seribu tentara di bawah komandonya. Para pemberontak? Mungkin hanya dua atau tiga ratus.Target mereka 8.000 orang yang miskin dan kelaparan, tersebar di jalanan, bertubuh kurus, lemah, dan tak bersenjata.Bagi Minto, mereka bukan apa-apa. Seribu senapan bisa melenyapkan mereka dengan mudah."Hei, ada apa ini? Sambungan kita terputus!" Salah satu petugas komunikasi tiba-tiba berteriak.Tentara lain mengangkat kepala, wajahnya pucat. "Di sini juga, Pak! Sinyalnya mati juga.""Komunikasi dengan Kota Rosia juga putus?" seru Minto, suaranya menggema di ruangan."Panggil orang ke sana sekarang. Suruh nyalakan lagi sambungannya."Saat prajurit itu bergegas keluar, Minto melambaikan tangan. "Kita masih punya telepon rumah dan radio militer. Pakai itu dulu."Prajurit yang bertugas di radio mengutak-atik tombol. "Pak, frekuensinya macet. Nggak ada suara sama se

  • Alvaro, Sang Penguasa Dunia   Bab 418

    Melisa duduk di ruang komando seolah-olah dirinya adalah ratu di atas singgasana.Di sekelilingnya, 20 sekretaris menunggu. Mereka bekerja seperti mesin dengan nama dan tugas mereka masing-masing. Mata mereka menelusuri setiap layar, jari-jari mereka melayang di atas keyboard.Mereka menunggu perintah Melisa berikutnya."Internet Kota Rosia mati," kata Melisa."Febrian perintahkan pemadaman, tanpa update berita, tanpa kebocoran informasi. Dia ingin kota ini buta sementara dia melakukan apa yang sedang dia lakukan."Di luar pemadaman listrik itu, pihak militer, polisi, dan para elite yang benar-benar terhubung masih mendapatkan informasi lewat tautan satelit.Mereka tidak buta. Hanya massa yang dibutakan."Aku mau setiap saluran diputus. Putuskan akses kota ini dari dunia. Baik itu saluran telepon kabel, telepon seluler, maupun satelit. Enam jam. Pemadaman total."Dia menatap dua sekretarisnya. "Kalian berdua, bisa bikin itu terjadi?""Baik. Kami akan hubungi hacker dan aktifkan alat pe

  • Alvaro, Sang Penguasa Dunia   Bab 417

    Di dalam ruang kerja, Febrian sedang bercakap-cakap dengan Dokter Hilmi ketika ponselnya tiba-tiba bergetar di atas meja yang mengilap."Ayah," panggil Jumadi dengan suara parau, napasnya terengah-engah lewat pengeras suara. "Para pemberontak menembaki kami. Aku kena tembak."Febrian berdiri dari kursinya, kepanikan mengoyak ketenangannya yang biasanya kokoh. "Nak! Kau baik-baik saja? Ada yang luka?"Jumadi tertawa kecil, suaranya bergetar."Nggak apa-apa, cuma memar di lenganku. Celyn dorong aku terlalu keras tadi. Dia masih perlu dikasih pelajaran, kau harus hukum dia nanti. Tapi pacarku ... dia terluka parah."Matanya menatap luka kecil di lengannya, darah merembes tipis. Bagi kebanyakan penduduk desa, luka semacam itu hanya dianggap remeh. Mereka akan meludah ke tanah, menepuk-nepuknya, lalu menganggap selesai.Namun melihat cara Jumadi bereaksi, orang-orang mungkin akan mengira wanita itu sedang hamil sembilan bulan dan akan melahirkan bayi kembar tiga di tengah jalan.Tiba-tiba l

  • Alvaro, Sang Penguasa Dunia   Bab 416

    "Tutup mulutmu! Kau cuma pelayan tua, jangan sok bicara tentang hal-hal yang nggak kau mengerti!" Suara Jesika menggelegar memenuhi ruangan.Matanya menyala marah saat dia menunjuk ke arah pintu. "Pergi! Panggil Dokter Hilmi. Dia harusnya ada di ruang makan!"Pelayan itu langsung berlari tanpa ragu."Sialan!" Febrian menghantam meja dengan tinjunya. Urat-urat di dahinya menonjol."Dia nggak boleh mati! Dia masih harus menikahi Yohan. Dia masih harus mengamankan Kota Vilego!"Amarah Febrian meluap seperti api. Semua yang dia bangun, semua yang dia rencanakan, serasa lenyap dalam sekejap. Dunia seakan mentertawakannya, dengan lancang menghalangi kebangkitannya.Dia ingin memegang kendali. Dia harus menang melawan Raja, bagaimanapun caranya.Wajah Jesika berubah panik."Sialan kau, Febrian! Kau tahu dia rapuh, tapi kau menyerangnya dengan sepenuh tenaga seperti prajurit! Dia putrimu, bukan musuh! Siapa yang akan mengendalikan Kota Vilego sekarang? Apa yang harus kita katakan pada Yohan?"

  • Alvaro, Sang Penguasa Dunia   Bab 415

    Febrian Kusuma duduk di meja makan panjang bersama istrinya, Jesika, dan putri mereka, Jasmin.Beban di udara terasa lebih berat daripada piring-piring di hadapan mereka."Jasmin," kata Febrian. "Aku akan mencabut status tahanan rumahmu. Kau akan kembali ke Kota Vilego, dan mulai sekarang kau harus menuruti semua perintahku.""Kakakmu sedang bekerja sama dengan temannya dari Kota Rosia. Kau akan membuka perjanjian tambang di Kota Vilego untuk mereka."Garpu Jasmin terlepas dari tangannya dan berdenting di piring."Ayah, ini salah. Kalau kau serahkan tambang itu ke mereka, Kota Vilego akan kehilangan segalanya. Pendapatan kita akan anjlok.""Itu bukan urusan kita!" bentak Febrian. "Ikuti saja perintahku. Mereka sudah menjanjikan 30 persen keuntungan untuk Jumadi, kita nggak perlu repot lagi.""Ayah." Jasmin memohon, "Tanpa mereka, pemerintah Kota Vilego masih menyimpan 50 persen keuntungan. Itu uang rakyat.""Kalau tambang itu kau serahkan, Jumadi memang dapat 30 persen, tapi teman-tema

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status