Amora membuka matanya yang terasa merekat dengan begitu erat. Napas Amora juga terasa sangat berat, seakan-akan ada sesuatu yang menekannya. Rasa sakit tiba-tiba menimpa kepalanya, membuat Amora meringis dan meneteskan air matanya. Jelas, Amora sadar jika saat ini dirinya tengah sakit. Sakit yang entah datang karena alasan apa. Padahal, sebelumnya Amora tidak merasakan sakit sama sekali, tetapi setelah jatuh tidak sadarkan diri kini Amora malah merasakan sakit seperti ini. Saat Amora masih tersiksa oleh rasa sakit itu, tiba-tiba merasakan keningnya disentuh oleh sesuatu yang terasa begitu dingin. Perlahan, Amora mengarahkan netra hijaunya untuk menatap hal yang membuat tubuhnya terasa lebih nyaman daripada sebelumnya.
“Xavier,” gumam Amora dengan suaranya yang serak dan mengerikan. Xavier tidak mengatakan apa pun dan hanya memberikan tatapan dingin padanya. Entah mengapa, Amora malah menangis semakin keras.
Xavier yang melihat hal itu, pada akhirnya mengulu
Amora menatap area latihan dengan tidak semangat. Jujur saja, Amora tidak berpikir jika hal yang dimaksud oleh Xavier dengan menghabiskan waktu ersama tak lain adalah mengunjungi area berlatih yang dibangun khus di desa tersembunyi yang mereka jadikan markas tersebut. Jelas, Amora lebih memilih untuk menghabiskan waktu di dalam rumah dengan membaca novel atau menghabiskan waktu di dalam rumah terasa lebih baik. Karena Amora sendiri sebenarnya tidak terlalu menyukai aktifitas fisik yang membuatnya harus berkeringat banyak. Melihat raut wajah Amora yang masam, Xavier pun bertanya, “Apa mungkin kau tidak menyukai kegiatan ini? Bukankah kau ingin lebih banyak menghabiskan waktu bersamaku?”“Tapi aku tidak suka menghabiskan waktu dengan cara ini,” keluh Amora. Untungnya, area berlatih yang akan mereka gunakan, terpisah dengan area berlatih yang digunakan oleh para siluman lain yang kini berlatih dengan dipimpin oleh Vheer dan Penyihir Putih.Rasa tid
“Aku pergi dulu, ada hal yang perlu aku lakukan bersama Penyihir Putih. Ingat, jangan ke luar dari desa. Kali ini Lilith yang akan menemanimu berlatih. Setelah selesai, kau bisa bermain dengan Hoia dan anak-anak,” ucap Xavier lalu mencium kening Amora dengan lembut.Sedikit banyak, Amora merasa senang karena itu artinya, ia tidak akan mengalami hari yang teralalu berat karena berlatih di bawah pengawasan Xavier. Pria itu memang tidak melunak sama sekali saat melatih Amora. Ia menarapkan kedisiplinan yang tinggi saat melatih Amora memanah dan berlatih mantra sihir yang rasanya begitu sulit bagi Amora yang memang tidak memiliki bakat sihir sedikit pun. Amora pun mengangguk, tetapi ia menahan tangan Xavier sebelum berkata, “Saat kau pulang nanti, aku ingin membicarakan sesuatu. Apa boleh?”“Tentu saja. Sampai bertemu nanti sore,” ucap Xavier sebelum meninggalkan istrinya yang menuruti apa yang sudah dikatakan olehnya.Xavier perg
Xavier terlihat serius untuk memastikan jika tempat yang dijadikan sebagai markas mereka benar-benar aman. Karena ternyata Xavion bahkan sudah bisa memasuki alam bawah sadar Amora, bahkan menciptakan dunia yang membuat Amora terus bermimpi buruk. Itu artinya, sangat besar kemungkinan bagi Xavion untuk menemukan keberadaan Amora dan desa ini. Namun, ini belum terlambat. Jika Xavier memperkuat perlindungan dari dalam, itu sudah lebih dari cukup untuk menyulitkan Xavion melacak keberadaan Amora. Setelah selesai melakukan hal itu, Xavier pun segera beranjak menuju area berlatih di mana Amora sudah menunggu untuk melanjutkan pelatihannya. Kini, Amora memang sudah belajar merapal mantra untuk menggunakan busur sihir. Namun, ia belum bisa melakukannya dengan baik.Masalah mimpi Amora yang tak lain adalah ulah Xavion, Xavier tidak mengatakan apa pun pada Amora atau yang lainnya. Karena Xavier yakin, hal itu hanya akan membuat situasi semakin rumit. Para pengikut pasti akan merasa cem
“Tuan, Anda sudah kembali?” tanya Penyihir Putih yang memang menunggu kepulangan Xavier. Tidak seperti apa yang dibayangkan oleh dirinya, ternyata pembicaraan Xavier dan Blax menghabiskan banyak waktu. Xavier bahkan kembali kala fajar menyingsing dengan kondisi yang tidak terlalu baik. Penyihir Putih bisa melihat jika Xavier benar-benar kelelahan. Penyihir Putih sendiri merasa cemas, dan penasaran mengenai apa yang sudah terjadi. Ia memang harus kembali lebih cepat ke desa, untuk memastikan jika pertahanan tetap dalam kondisi baik.“Xavion menjebak kita,” ucap Xavier tiba-tiba membuat Penyihir Putih terkejut.“Apa maksud Anda, Tuan?” tanya Penyihir Putih meminta penjelasan lebih lanjut.Saat akan menjawab, tubuh Xavier limbung dan membuat Penyihir Putih dengan sigap menangkap tubuh sang tuan. “Orang yang aku temui di istana itu bukanlah Blax, melainkan Xavion. Aku hampir mati saat berhadapan dengannya,” jawab Xavie
“Ka, Kau siapa?!” tanya Amora dengan nada tinggi. Jelas terlihat jika Amora tengah merasa ketakutan. Xavier sama sekali tidak menjawab pertanyaan Amora. Ia malah meraih tangan Amora dan menariknya untuk jatuh ke dalam pelukannya.Jelas Amora berontak untuk melepaskan dari pelukan itu. Namun, ia sama sekali tidak bisa melepaskan diri. Ia malah mendengar perkataan yang membuat bulu kuduknya berdiri seketika. “Jika aku bukan Xavier, suamimu. Lalu, kau pikir siapakah aku?”Amora menggigit bibirnya, merasa benar-benar takut karena Xavier yang kini tengah memeluknya terasa begitu asing dan menakutkan baginya. Ia bahkan hampir menangis saat itu, tetapi kecupan pada kening Amora membuatnya tersadar dari gelombang rasa takut yang membuat tubuhnya bergetar hebat. Amora bertatapan dengan Xavier yang menatapnya dengan begitu lembut. “Sebenarnya apa yang kau khawatirkan, Amora? Aku Xavier. Mem
“Argh!” seru Amora sembari terbangun dari tidurnya. Ia terduduk dengan napas terengah-engah, dan segera menyentuh lehernya.“Kau sudah bangun.”Amora menoleh dan segera berusaha menghindar dari Xavier yang berniat melakukan kontak fisik dengannya. Tentu saja, Xavier mengerti mengapa Amora bertindak seperti itu. Amora kini berada di sudut ranjang dengan menjadikan bantal sebagai tameng yang melindunginya dari Xavier. Amora bahkan tidak yakin jika pria di hadapannya ini adalah Xavier. Masih lekat dalam ingatan Amora apa yang terjadi tadi malam. Bagaimana pria yang menyamar menjadi Xavier, mencekiknya dengan penuh nafsu untuk membunuh. Amora masih mengingat seberapa rasa sakitnya saat jalan napasmu diputus paksa. Itu terasa sangat menyakitkan.“Menjauh dariku!” seru Amora.Melihat jika Amora begitu ketakutan, Xavier pun sadar jika apa yang sudah terjadi tadi malam pasti sangat mengguncang Amora. Jika saja mereka bisa salin
Xavier berdiri dengan gagah berani memimpin pasukannya. Penyihir Putih dan Vheer masing-masing berdiri di sisinya. Hoia terlihat menggunakan wujud rasaksanya dan melebarkan kedua sayapnya dengan penuh keberanian. Ternyata, barrier sempurna yang dipertahankan oleh Xavier dan Penyihir Putih dengan mudah bisa dihancurkan oleh pasukan musuh. Untungnya, semua wanita dan anak-anak sudah berhasil di evakuasi hingga mereka tidak perlu mencemaskan apa pun mengenai perang yang akan terjadi selanjutnya. Perang yang memang terjadi lebih awal daripada yang diperkirakan oleh Xavier, mengingat Xavion sudah berhasil menemukan celah untuk menyusup ke dalam markas mereka. Xavier mengeluarkan pedang yang terbuat dari air dan udara yang Xavier bekukan dengan sihirnya. Ia menatap tajam pada pasukan musuh yang ternyata dipimpin oleh langsung oleh Xavion yang mengenakan topeng dan jubahnya, lalu ada pula Meghan, dan Whein yang tak lain adalah para bawahan terpercaya Xavion.“Serang!” se
Dengan penuh kemarahan, Xavion pun melesat dan mencekik Amora dengan kuat. “Dewa sialan! Aku, benar-benar akan menghancurkan semua rencana busukmu! Aku akan membuat semua orang menderita, sama seperti menderitanya aku di masa lalu!” seru Xavion dengan penuh kebencian, sama sekali tidak mempedulikan Amora yang berusaha untuk melepaskan diri dari cekikan yang benar-benar menyakitkan. Mendengar seruan Xavion, Amora pun menyadari sesuatu. Xavion, adalah seseorang yang memiliki luka mendalam di hatinya. Seseorang yang terlampau kecewa, hingga membuatnya marah dan tidak mau lagi percaya pada siapa pun di dunia ini, termasuk Dewa sekali pun. Amora menghentikan upayanya untuk melepaskan diri dan menatap netra biru keperakan milik Xavion yang hanya menyorot penuh dengan rasa benci. “Kau bisa marah dan kecewa, tetapi hal salah jika kau melampiaskan kemarahanmu pada orang yang tidak bersalah,” ucap Amora terbata-bata karena c