Share

Mengunjungi Makam Ibu Celine

Oma Merry segera mencairkan suasana, “Nggak apa-apa, Miss. Kami jemput saja di kos, kalau Miss tidak berkeberatan….”

           

“Ehm…kita langsung ketemu di K-Mall saja ya, Oma. Hari Sabtu jam dua siang bisa?”

           

“Oh, tidak merepotkan Miss Amanda-kah kalau kita langsung bertemu di K-Mall?”

           

“Sama sekali tidak, Oma.”

           

Miss nanti berangkat ke K-Mall naik apa?”

           

Joshua memelototi ibunya gemas. Kok mau tahu aja, sih? gerutunya dalam hati. Yang penting kan langsung ketemu di sana beres.

           

Oma Merry tersenyum nakal menanggapi reaksi anak tunggalnya itu. Amanda menjawab sopan bahwa dia akan meminta teman kos untuk mengantarnya.

           

“Lha, daripada merepotkan temannya, kan lebih baik kami jemput saja Miss Amanda sekalian. Iya kan, Josh?”

           

Joshua yang semakin dongkol hatinya terpaksa mengangguk demi memberi muka pada ibunya yang dianggapnya semakin bawel itu.

           

“Saya sudah telanjur berjanji pergi menemani teman saya itu paginya, Oma. Mau menjenguk rekan kerjanya yang sedang dirawat di rumah sakit.”

           

“Oh, begitu. Baiklah, Miss Amanda. Sabtu pukul dua siang ya, kita bertemu di lobi K-Mall. Oya, Josh. Coba kamu simpan nomor ponsel Miss Amanda. Biar kita mudah menemukannya nanti di K-Mall. Nomor ponsel Miss berapa, ya? Biar papanya Celine simpan di ponselnya.”

           

“Oma bukannya sudah punya nomor saya? Kalau tidak salah, Oma pernah kirim chat WA berpesan bahwa agak terlambat menjemput Celine.”

           

Wajah Oma Merry berubah seketika. Sikapnya menjadi gugup menghadapi perkataan guru cucunya tersebut. Joshua tertawa dalam hati. Kena kau sekarang, Ma. Makanya jangan sok menjodoh-jodohkan orang.

           

Merasa kasihan sekaligus geli melihat ibunya yang gelagapan, akhirnya lelaki tampan itu mengeluarkan ponselnya dan berkata lugas, “Mama saya ini kadang pelupa, Miss. Nggak apa-apa saya simpan saja nomor ponsel Miss Amanda. Nol delapan….” Diketiknya angka-angka yang diucapkannya sambil menatap gadis di depannya yang kemudian terpaksa menyebutkan angka-angka lanjutannya.           

           

“Terima kasih, Miss. Nanti sehari sebelumnya saya kontak Miss, ya? Sekarang kami permisi dulu. Mari.... Oya, Celine. Ayo pamit sama Miss Amanda.”

           

Bye-bye, Miss Amanda. Sampai ketemu besok. Celine mau pergi ketemu Mama.”

           

Amanda sontak terkesiap. Bukannya ibu kandung muridnya itu sudah meninggal dunia? tanyanya dalam hati. Oma Merry yang melihat perubahan ekspresi guru tersebut langsung menjelaskan dengan suara yang teramat pelan, “Kami mau mengajak Celine mengunjungi makam mamanya, Miss. Selama ini dia belum tahu kalau mamanya sudah beristirahat dengan tenang.”

           

“Oh, begitu, Oma. Kasihan sekali. Hati-hati di jalan ya, Oma.”

           

“Terima kasih banyak, Miss.”

           

Amanda mengangguk pelan seraya memperhatikan ketiga orang tersebut berjalan meninggalkannya menuju ke mobil mewah yang diparkir di halaman sekolah. Guru murah senyum tersebut menunggu hingga mobil tersebut meluncur meninggalkan gedung sekolah sampai tak kehilangan bayangannya lagi. Kemudian gadis itu. berbalik dan berjalan memasuki sekolah kembali.

***

“Ini tempat Mama Sonya dimakamkan, Celine. Mari kita sama-sama menabur bunga. Celine ikuti Oma dan Papa, ya,” kata Oma Merry ketika mereka bertiga sudah sampai di depan pusara mendiang ibu kandung Celine.

           

Celine mengangguk. Akhirnya dia bisa menemui mamanya. Sewaktu masih dalam perjalanan tadi, Oma Merry s bercerita bahwa ibu kandungnya itu sudah lama meninggal dunia dan dikuburkan di pemakaman umum di Surabaya Timur. Anak perempuan yang masih polos itu bertanya kenapa mamanya yang lebih muda dari Oma Merry bisa meninggal duluan. Joshua hanya diam membisu mendengar pertanyaan kritis putri tunggalnya tersebut. Sementara itu ibunya tersenyum bijaksana dan berkata bahwa Sonya meninggal karena kehendak Tuhan.

           

“Kenapa Tuhan memilih orang yang masih muda untuk meninggal, Oma?” tanya gadis kecil itu penasaran.

           

“Karena Tuhan tahu bahwa mamanya Celine lebih bahagia kalau tinggal bersamaNya di surga.”

           

“Tapi jadinya kan Celine ditinggal sendirian, Oma. Tuhan nggak kasihan ya, sama Celine?”

           

“Kasihan, Sayang. Karena itu Celine ditemani sama Oma dan Papa. Iya, kan?”

           

“Sama Oma, iya. Tapi sama Papa, jarang….”

           

Joshua yang duduk di jok depan sebelah sopir, langsung menoleh ke belakang dan berkata kepada anaknya, “Mulai sekarang Papa akan sering-sering menemani Celine, ya.”

           

“Janji ya, Pa?”

           

“Janji.”

           

Gadis kecil itu lalu mengacungkan jari kelingking kanannya pada ayahnya. Jonathan tertawa geli. Dikaitkannya jari kelingkingnya ke jari kelingking anaknya sebagai tanda bahwa dirinya akan menepati janji.

           

I love you, Papa.”

           

I love you, too, Celine.”

Oma Merry merasa terharu menyaksikan anak dan cucunya itu berpelukan penuh kasih sayang. Joshua dan Celine membutuhkan kehadiran seorang wanita untuk melengkapi kebahagiaan mereka. Mudah-mudahan gadis pilihanku itu adalah orang yang tepat bagi mereka ya, Tuhan, doanya dalam hati.

           

Kini mereka bertiga bersama-sama menaburkan kelopak-kelopak bunga mawar beserta daun-daunnya di atas tanah makam ibu kandung Celine. Setelah itu dua botol air mineral diguyurkan membasahi tanah yang sudah harum semerbak tersebut. Celine menjalankan ritual yang pertama kali dialaminya itu dengan seksama. Diperhatikannya pas foto ibunya yang terpasang di pusara.

           

“Mama cantik sekali ya, Pa.”

           

Joshua mengangguk setuju. Sonya selalu menjadi wanita tercantik dalam lubuk hatinya.

           

“Kenapa foto Mama tidak dipajang di rumah, Pa?”

           

Joshua tersentak. Dia tak tahu harus bagaimana harus menjawab pertanyaan itu. Oma Merry segera menguasai keadaan. Ia menyahut dengan lembut, “Mulai besok kita pajang foto Mama ya, Celine. Oma punya beberapa. Celine boleh pilih.”

           

“Asyik! Terima kasih, Oma.”

           

Joshua menatap tajam ibunya. Oma Merry berkata pelan hampir seperti berbisik, “Sudahlah, biarkan saja. Bagaimanapun Sonya itu ibu kandungnya. Kamu harus menerima kenyataan itu.”

           

Akhirnya laki-laki itu hanya dapat mengangguk pasrah. “Asalkan jangan foto pernikahan kami. Ataupun foto-foto lainnya dimana kami berpose berdua. Aku tidak tahan, Ma,” pintanya memohon.

           

Ibunya mengangguk bijaksana. Ia sendiri juga tak sanggup melihat lagi foto-foto mesra anak dan menantunya itu apalagi foto pernikahan mereka berdua. Terasa menyakitkan sekali membuka luka lama.

           

“Ayo, Celine. Kita sama-sama berdoa ya, buat Mama.”

           

“Berdoa sendiri-sendiri boleh, Oma?”

           

“Boleh, Cucuku.”

           

“Dalam hati atau diucapkan, Oma?”

           

“Kalau Oma sama Papa lebih suka dalam hati. Kalau Celine mau diucapkan ya nggak apa-apa.”

           

“Baik, Oma. Celine mau berdoa sekarang.”

           

“Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus. Tuhan Yesus, terima kasih sudah membawa Celine menemui Mama hari ini. Tolong jaga Mama baik-baik di surga ya, Tuhan. Celine akan mendoakan kebahagiaannya setiap hari. Tolong bilang sama Mama, Celine di sini kangen sekali sama Mama. Untung di sekolah ada Miss Amanda yang baik sekali, jadi Celine tidak terlalu merasa kesepian. Terima kasih, Tuhan. Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus. Amin.”

           

Joshua dan ibunya terbelalak mendengarkan doa Celine yang diucapkannya dengan lantang. Oma Merry menatap putranya penuh arti. Mati aku! keluh ayah Celine itu dalam hati.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kris Adriana
Good girl........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status