Home / Romansa / Ambil Saja Suamiku / 6. Godaan Ipar

Share

6. Godaan Ipar

Author: dtyas
last update Last Updated: 2025-04-11 21:34:20

Pikiran Irwan traveling ke arah adegan dewasa karena dipeluk oleh Sherin. Rasanya merinding disko. Sebagai pria dewasa dan normal, tentu saja apa yang dilakukan Sherin sangat menggoda.

“Maaf ya, aku peluk kamu, takut jatuh,” ujar Sherin sambil mencondongkan wajah agar suaranya terdengar oleh Irwan dan semakin membuat dadanya menempel di punggung pria itu

“Nggak pa-pa, mbak,” jawab Irwan. Tanpa Sherin tahu, Irwan tersenyum di balik helm yang digunakan.

Ya ampun, baru nempel aja udah bikin enak begini apalagi gue rasain. Pasti … mantap, batin Irwan dengan pikiran mulai kotor.

Setelah memastikan motornya terparkir aman di basement, Irwan dan Sherin berjalan di sepanjang deretanstore.

“Udah lama aku nggak ke mall,” ucap Sherin.

“Masa mbak?”

“Iya. Selama menikah sampai bercerai, hanya sibuk di rumah. Berusaha jadi istri setia, nggak pernah cari hiburan. Tahunya malah Ayahnya Beni cari hiburan di luar juga.” Wajah Sherin mendadak sendu.

“Sabar ya mbak,” ucap Irwan sambil mengusap punggung Sherin. “Sekarang saya siap mengantar, selama Ibu dan Luna mengizinkan.”

“Serius? Nanti jadi fitnah.”

“Serius mbak. Kita ‘kan keluarga, nggak usah mikirin fitnah.”

“Makasih ya, seneng banget aku. Beruntung Luna punya suami pengertian macam kamu.” Sherin langsung memeluk lengan Irwan.

Tentu saja interaksi tersebut membuat Irwan terkejut, tapi tidak menghindar. Sherin pun sama terkejutnya.

“Eh, maaf. Aku hanya bahagia karena masih ada keluarga yang support aku.”

“Slow aja mbak. Sekarang kita mau ke mana?” tanya Irwan sambil bertatap dengan Sherin, perlahan tatapannya turun ke dada wanita di hadapannya lalu menelan saliva membayangkan bentuk yang tersembunyi di balik pakaian.

“Makan siang, gimana? Aku udah lapar,” jawab Sherin tersenyum simpul menyadari kalau adik iparnya seperti tertarik dengan tubuhnya. Bukannya risih apalagi tidak nyaman, ia bergeming dan malah tersenyum.

“Iya, saya juga lapar. Mau cicipi itu,” gumam Irwan

“Itu apa?” tanya Sherin lalu terkekeh.

“Eh, maksudnya mau cicipi makanan di food court.” Irwan menggaruk kepalanya.

“Ya udah, ayo!”

Irwan dan Sherin pun berjalan bersisian, sesekali tangan mereka bersentuhan. Lagi-lagi Sherin tidak menghindar dan membiarkan tangan mereka bersentuhan. Alih-alih memilih makan di food court, Irwan mengajak Sherin resto cepat saji ala jepang dan memilih meja agak sudut. Khawatir bertemu dengan yang mengenalnya.

Bertingkah seperti yang banyak uang, padahal rokok, pulsa dan paket data ponsel saja dari Luna. Semua pengeluaran pasangan itu dibiayai oleh Luna. Namun, Irwan tidak ingin terlihat menyedihkan di hadapan Sherin. Ia menawarkan untuk memesan apa saja dan akan mentraktir.

“Paket yang itu saja,” tunjuk Sherin memilih paket menu yang murah.

“Mana enak, yang lainlah. Tenang saja aku yang bayar,” seru Irwan dengan sombong.

“Aku nggak nggak enak sama Luna.”

“Kok nggak enak sama Luna, aku punya uang sendiri. Pilih yang mana atau aku yang pilihkan?”

Sherin tersenyum. “Yang itu dan yang itu, minumnya yang sebelah sana.”

“Oke. Ada tambahan lagi?” tanya Irwan.

“Hm, tambah dessert ya.”

“Sip. Aku pesan dulu.” Irwan pun menuju meja order.

Harga pesanan menu Irwan dan Sherin lebih dari tiga ratus ribu. Uang cash yang dipegang Irwan hanya lima puluh ribu, sisa mengisi bensin. Tanpa berpikir panjang ia mengeluarkan kartu debit milik Luna, di mana saldo yang ada untuk pengeluaran mereka berdua.

Sherin menikmati menu makan siang yang dia pilih, ada empat jenis termasuk minuman. Irwan merasa rasa makanannya lebih nikmat, sambil menatap wajah Sherin.

“Makasih ya, sudah lama aku nggak makan di luar. Di resto dan enak pula,” ujar Sherin.

“Sama-sama. Lain kali bolehlah kita makan di luar begini, bareng Luna dan anak kamu.”

Sherin mengangguk masih dengan wajah tersenyum.

‘Lakinya Luna boleh juga. masih cakep inilah daripada mantan aku. Udah traktir bolehlah aku goda dikit,’ batin Sherin.

“Itu di bibir kamu ada sisa makanan,” ujar Sherin menunjuk wajah Irwan.

“Eh.” Irwan pun lekas menyeka bibirnya sambil menatap Sherin. “Udah belum?” tanyanya.

Mendadak Irwan menelan saliva karena Sherin malah menggigit bibir dan terlihat begitu sensual.

“Aku bantu ya,” ucap Sherin lirih lalu mengulurkan tangannya mengusap bibir Irwan seakan menyeka dan membersihkan noda makanan, padahal jelas tidak ada hanya ulahnya menggoda Irwan. “Sudah!”

“Ma-kasih,” jawab Irwan terbata lalu menggeleng pelan dan segera meneguk air minumnya. Jantungnya berdebar lebih cepat dan tubuhnya seakan terkena gelombang elektromagnetik saat Sherin menyentuh bibirnya menimbulkan gelenyar aneh.

‘Gawat, bisa-bisa gue bir4hi,’ batin Irwan.

“Aku ke belakang dulu ya,” pamit Irwan dan langsung beranjak tanpa menunggu Sherin menjawab.

Melihat Irwan bergegas bahkan canggung karena ulahnya, Sherin malah terbahak.

“Dasar cowok sange’an.”

***

“Kok nggak dimakan?” tanya Ratna karena Luna malah fokus dengan ponsel dan mengabaikan makanan di hadapannya. “Tadi lo yang pengen makan ini, udah itu hp taro dulu. Pak Sadam juga ngerti sekarang tuh waktunya istirahat.”

“Bukan Pak Sadam,” sahut Luna lalu meletakan ponsel dan beralih pada sendok dan garpu lalu mengaduk soto ayamnya. “Perasaan aku nggak enak, kepikiran Mas Irwan. Di chat belum dibaca.”

“Ya ampun Luna, palingan laki lo lagi nongkrong sama bapak-bapak gabut tetangga rumah lo. Udah makan dulu, cari nafkah butuh tenaga. Mau berantem sama laki lo juga butuh tenaga.” Kadang mulut Ratna memang asal dan kalimat yang keluar tidak bisa direm.

Dua suapan, Luna kembali menatap layar ponselnya. Belum ada notifikasi balasan chat dari Irwan.

“Mas Irwan nggak ada di rumah, makanya aku khawatir.”

“Kemana dia?” tanya Ratna lalu menyeruput es teh manis, bahkan makanan miliknya sudah hampir habis.

“Lagi survei tempat usaha, sekalian nganter Mbak Sherin daftar sekolah Beni.”

“Sherin, kakak lo? Lah, dia ada di Jakarta?” tanya Ratna dan dijawab oleh Luna dengan anggukan karena sedang menyuap nasi.

“Mbak Sherin sudah cerai terus Ibu suruh dia balik,” ungkap Luna.

“Kakak lo janda, terus sekarang pergi sama laki lo. Wajar sih perasaan lo nggak enak, lagian pake diizinin segala.” Ratna menggeleng pelan lalu berdecak.

“Masa nggak diizinin, namanya juga sama saudara. Mas Irwan juga nggak akan macam-macam, secara Mbak Sherin itu kakak iparnya.”

Ratna malah terbahak. “Ini nih, terlalu polos. Udah banyak kasus bahkan dijadikan film, sinetron dan serial ikan terbang tentang perselingkuhan saudara dekat kayak gitu. Entah ipar, menantu atau mertua."

“Itu ‘kan cerita fiktif.”

“Astaga naga, mencegah lebih baik daripada nangis bombay kalau terjadi sesuatu diantara mereka,” cetus Ratna.

Luna langsung terdiam, membayangkan apa yang disampaikan Ratna jadi kenyataan. Meskipun batinnya menyangkal hal itu, tapi tetap saja ada kekhawatiran. Langsung meraih ponselnya menghubungi Irwan.

Sedangkan di tempat berbeda, Irwan baru saja keluar dari toilet. Sengaja menjauh sebentar untuk menenangkan dirinya, bisa-bisa ia akan terus tegang karena Sherin. Bahkan sempat mencuci muka, berharap isi kepalanya ikut bersih.

“Mau pulang atau kemana lagi?” tanya Irwan saat sudah kembali ke mejanya.

“Hm, pulang aja deh. Jalan-jalan masih bisa lanjut lain hari, masih banyak waktu,” sahut Sherin. “Nggak keberatan ‘kan kalau kamu jadi guide aku lain kali?”

“Oh, nggak masalah.”

Irwan sudah berdiri dan siap pergi saat ponselnya bergetar, ternyata panggilan telepon dari Luna. Bahkan ada notifikasi pesan masuk dari istrinya. Mengabaikan panggilan tersebut lalu membuka pesan.

[Mas, udah beres survei?]

[Udah pulang belum?]

“Ck, ganggu aja,” gumam Irwan.

“Siapa?”

“Ini temanku promo barang, katanya lagi diskon. Ayo,” ajak Irwan, ia berdusta dan mengabaikan istrinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ambil Saja Suamiku   107. Sudah Move On

    Sherin menyodorkan piyama saat Irwan keluar dari toilet dengan handuk mengalung di pinggangnya.“Beni udah tidur?”“Sudah,” jawab Sherin lalu duduk di tepi ranjang dan mengalihkan pandangan saat suaminya berganti piyama. Padahal mereka sudah sah, tapi malu kalau harus memperhatikan Irwan berganti meski ia menyukai dada kekar suaminya. Bahkan saat masih melakukan affair, senang sekali bersandar di dada dan bahu pria itu.“Ibu gimana?”“Udah tidur dari sore. Kenapa?”“Nggak pa-pa,” sahut Irwan sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. “Di toko masih dibantu Encing nggak?”“Iya, paling siang ke sana. Kalau nggak ke sana, encing sore pasti kemari.”“Kamu jangan capek-capek, lagi hamil. Kalau bik Ela sudah nggak kerja, kita cari orang lagi. Beni masih anter jemput ‘kan?” cecar Irwan setelah menggantung handuk lalu ikut duduk di samping Sherin.Akhir-akhir ini ia lembur dan pulang agak malam. Semangat untuk menjalani, karena hidupnya sekarang harus menafkahi Sherin, Beni dan calon anak m

  • Ambil Saja Suamiku   106. Satu-satunya Wanita

    “Tenang, Sadam udah di jalan mau ke sini.” Ratna tersenyum karena menjadi perhatian dari semua orang di ruangan itu. Meski rasanya ingin sekali menghardik kalau memang pria itu ada di hadapannya.Mendengar Sadam memang dalam perjalanan ke tempat itu, Luna pun menghela lega. Sempat berburuk sangka kalau Sadam mungkin berubah pikiran untuk melamarnya.“Tenanglah, Sadam pasti datang,” bisik Ibu dan Luna mengangguk pelan.Mami Sadam masih mengoceh karena putranya berulah. Padahal dia sendiri yang mengusulkan waktu lamaran hari ini tanpa persiapan berarti, ternyata sibuk dan sudah satu minggu ini ia belum bertemu dengan putranya itu.“Bapak, Ibu, kita bercakap-cakap saja dulu. Lamaran pasti jadi, tunggu orangnya datang,” tutur Papi Sadam.Akhirnya ramah tamah pun terlaksana sebelum acara dimulai sambil menunggu kedatangan Sadam. Satu jam menunggu akhirnya Sadam tiba. Dengan nafas terengah bersama supirnya yang membawakan paper bag berisi dompet dan ponsel.“Pagi menjelang siang, aku tidak

  • Ambil Saja Suamiku   105. Lamaran

    Sadam tidak akan gentar dan goyah dengan rencana menikahi Luna. Baginya wanita itu adalah pelabuhan terakhir dan rumah untuknya pulang. Pemikiran yang sama mengenai kehidupan berumah tangga akan membuat perjalanan mereka lebih mudah. Sadam berprinsip kalau istri adalah pusat dari sebuah keluarga. Bagaimana kondisi rumah tangga, tergantung kondisi si istri. Akan lebih baik seorang istri menjadi penyemangat suami dan selalu berada di sampingnya. Begitupun dengan Luna yang ingin menjadi ibu rumah tangga saja. Berbakti pada suami dan memastikan suami serta anak-anaknya dalam limpahan kasih sayang. Wanita karir bukan cita-citanya setelah ia menikah. Sudah dua kali bertemu dengan Meli sang mantan istri. Pernah begitu mencintai dan tergila-gila pada wanita itu, tapi sekarang fokus Sadam hanya untuk Luna. Yang Sadam tahu Meli bekerja di stasiun TV, tapi sekarang malah mewakili perusahaan kontraktor.“Pak Sadam nggak salah, Bu Meli wow begitu diceraikan.”“Tidak, justru aku salah kalau teta

  • Ambil Saja Suamiku   104. Bertemu (Lagi)

    Luna hanya menggeleng sambil menggigit bibirnya saat Ratna datang. Berbeda dengan Sadam yang biasa saja dan memberikan arahan pada gadis itu.“Iya, gampanglah itu,” sahut Ratna. Sadam memintanya untuk membantu Luna mempersiapkan acara lamaran.Sadam pun akhirnya pamit dan memberikan sebuah kartu pada Luna untuk persiapan lamaran mereka. Mendekat untuk memeluk dan mencium kening Luna, dilakukan di hadapan Ratna.“Iya, nggak pa-pa terusin aja. Anggap aja gue nggak ada.”Luna tersenyum dan mengekor langkah Sadam meninggalkan ruang kerjanya, begitu pun dengan Ratna.“Hati-hati ya,” ujar Luna.“Hm, jangan segan menghubungiku.”Sore harinya, Ratna pun menemani Luna ke butik untuk memilih busana mereka saat lamaran. Mencari tempat untuk proses lamaran, karena permintaan Ibu juga Sadam. mengingat keluarga itu baru saja mengadakan pernikahan untuk Sherin.“Di sini bagus, lo setuju nggak?” tanya Ratna pada Luna yang sedang memfoto ruangan yang akan mereka sewa.“Hm, aku setuju, tapi nanti bilan

  • Ambil Saja Suamiku   103. Lamaran (1)

    “Bu,” panggil Luna.Ibu yang sedang mengarahkan bik Ela dan suaminya agar membawa pulang makanan yang masih ada pun menoleh. Para kerabat dan tamu sudah pulang semua, termasuk Ardan dan Ratna. Beni sedang sibuk dengan mainan baru di kamarnya yang juga baru. Sherin dan Irwan sedang berganti pakaian.“Mau pulang?” tanya Ibu.“Iya, tapi Pak Sadam mau ngobrol dulu.” Luna memeluk lengan ibunya mengajak ke beranda di mana Sadam menunggu.“Ada apa nak Sadam?”Luna duduk di samping Sadam, sedangkan Ibu tepat di hadapan mereka.“Begini bu, saya berniat serius dengan Luna. Setelah ini saya akan bicarakan dengan orangtua untuk datang kemari bermaksud melamar Luna. Apa ibu keberatan? Saya paham mungkin terlalu cepat, apalagi Sherin baru saja menikah.”“Ibu paham, ini bukan masalah baru saja ada pernikahan di sini. Nak Sadam sudah yakin dengan Luna?”“Yakin, bu.”“Dengan segala latar belakang dan kekurangannya.”Sadam tidak langsung menjawab, ia meraih tangan Luna dan menggenggamnya. “Saya dan Lun

  • Ambil Saja Suamiku   102. Sesalmu, Ikhlasku

    Sherin mematut wajahnya di cermin. Mengenakan kebaya putih gading yang membentuk tubuhnya. Polesan make up juga tatanan rambut dengan sanggul melengkapi penampilannya. Hari ini, tepatnya sesaat lagi ia akan menikah dengan Irwan.Pernikahannya yang kedua dan tidak pernah ada dalam rencananya ia akan gagal berumah tangga dan kembali memutuskan untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Tidak terbersit dalam benaknya akan menikah dengan Irwan. Awalnya hanya main-main dengan pria yang saat itu adalah adik ipar, nyatanya ia harus menanggung akibat itu.Awal hanya main-main malah berakibat fatal dan menjadi masalah. Luna menyaksikan affairnya dan saat ini ia sangat menyesal. Imbasnya bukan hanya Luna, tapi juga pada keluarga khususnya Ibu. Luna akhirnya bercerai bahkan keguguran.Pintu kamar dibuka, ternyata Ibu yang datang.“Sudah siap?” tanya wanita itu.Sherin tidak menjawab, ia menatap wanita yang sudah melahirkannya menghampiri dan berdiri di belakangnya. Rasa sesal dan malu yang ia rasaka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status