Luna menandatangani surat kuasa dan berkas lain untuk menggugat cerai Irwan. Tidak ada lagi pertimbangan. Kalau saja Irwan berubah, mungkin masih bisa dipikirkan ulang. Nyatanya Irwan masih sama dengan pikiran sempit dan bertindak menurut apa yang dia pahami.Perselingkuhan yang dilakukan seakan bukan masalah besar. Selalu mencari pembenaran dan memutar balikan fakta kalau ia melakukan itu karena kesalahan Luna.“Oke, sudah lengkap. Akan segera saya urus.”“Usahakan secepatnya selesai. Saya tidak ingin berurusan dengan keluarga itu lebih lama lagi.”“Baik Ibu Luna, tidak perlu khawatir.”Luna meninggalkan firma hukum rekomendasi Sadam, yang masih kerabatnya. Berapa pun biaya yang akan dikeluarkan, tidak masalah. Ia akan usahakan agar urusannya cepat selesai. Irwan mengancam tidak akan mudah bercerai darinya. Namun, tidak menjadi alasan untuk menunda menyelesaikan masalah.Sejak pertemuan dengan Irwan, Luna diteror panggilan dan pesan masuk dari ibu mertuanya. Sampai ia harus memblokir
Merasa tidak didukung oleh Ibunya, Sherin mencari dukungan pihak lain. Ia tidak ingin dinilai jelek sendiri, apa yang ia lihat antara Luna dan Ardan dianggap sebagai perselingkuhan juga.Foto dan video dia kirim ke Irwan dan disampaikan pada tetangga rumah. Ada yang ikut tergiring opini ada yang tidak peduli. Salah satu pihak yang percaya dengan hasutan Sherin adalah Irwan. Pria itu langsung mencecar Luna dengan telepon dan pesan mengajak bertemu.“Lo yakin?” tanya Ratna sebelum ia berangkat kerja.“Yakin. Memang harus kami selesaikan.”“Mending jangan ketemu sendirian, ajak siapa kek yang bisa nemenin lo,” usul Ratna. “Pengacara, iya pengacara Sadam aja.”“Aku nggak enak. Tarif dia pasti mahal, nggak sanggup aku bayarnya.”“Yaelah masih kaku aja. Dia masih saudara juga sama gue. Gimana mau nggak, kalau iya gue telponin nih.”Akhirnya Luna ditemani oleh salah satu pengacara kenalan Sadam, untuk menemui Irwan. Sepakat akan memantau dari meja lain dan akan turun tangan kalau terjadi ses
Sherin menatap sengit pada Luna. “Aku jadi ragu, sebenarnya kamu keguguran atau sengaja dibuang.”“Astaga, Sherin!”Ardan hampir mengangkat tangannya. Mantan istrinya itu sungguh menyebalkan. Bisa-bisanya menuduh Luna begitu.“Kenapa kamu yang marah?” ejek Sherin. “Bikin curiga aja.”“Terserah mbak mau ngomong apa. Tidak butuh pendapat dan validasi kamu juga. dari pada nuduh begini begitu, mending ngaca. Kasihan Beni tahu ibunya macam begini.”“Hei, apa maksudmu?” Sherin mendekat ingin menggapai Luna, tapi dihalangi oleh Ardan.“Sebaiknya kamu pergi, selagi aku minta baik-baik.” Ardan menunjuk ke arah pintu.Sherin tertawa sinis. “Kalian memang cocok, sangat serasi. Sama-sama sampah, makanya ditinggal pasangan masing-masing.”“Kasihan ibu, dia pasti malu karena ulah putri sulungnya. Berulah, tapi tidak merasa bersalah. Malah balik menuduh orang, mencari pembenaran.”Sherin mengeluarkan ponselnya, memfoto lalu merekam keadaan di sana.“Lihat ini, Luna dan Ardan berada di villa. Ngapain
Katakanlah Sherin, murahan. Namun, dia mengakui hal itu. Tidak peduli toh ia dan Irwan sama gilanya. Awal datang menggebu-gebu karena menuntut kejelasan hubungan mereka setelah ini, Irwan malah memaksa bercinta.Seperti biasa, pergulatan mereka begitu panas. Sama-sama menikmati. Irwan bergerak cepat dan kasar, tapi Sherin bisa mengimbangi ketika berganti posisi. Ruang tamu kediaman orangtua Irwan menjadi saksi bagaimana panasnya kegiatan itu. Desah dan erangan bersahutan sampai pada puncak kenikmatan.Masih dengan nafas terengah dan memejamkan mata, Irwan merebah di sofa. Sedangkan Sherin beranjak memperbaiki penampilan dan pakaiannya.“Gila kamu,” ejek Sherin.“Bukan aku, tapi kita.”“Aku ke sini untuk bahas masalah lain, kenapa ….”“Sudahlah, aku tahu kamu mau ini. Kita sama-sama butuh,” sela Irwan lalu beranjak malas dan memakai kembali celananya.“Lalu, kelanjutan hubungan kita?” tanya Sherin sambil bersedekap.Irwan berdecak malas. “Kamu bisa keluar, bukannya jadi tahanan rumah.”
“Nggak usah nggak enak, nyantai aja. Kalau ada apa-apa hubungi gue ya.”“Iya,” ujar Luna.“Ayo, jangan kelamaan di sini. Nggak enak, sama tetangga.” Ratna menarik lengan Sadam agar gegas meninggalkan unit tersebut.Weekend biasanya Ratna akan pulang ke rumah orangtua, tadinya urung karena akan menemani Luna. Namun, kehadiran Sadam membuatnya khawatir. Saat ini status Luna masih istri Irwan meskipun berniat pisah, tidak ingin menambah masalah untuk sahabatnya itu. Bisa jadi kedekatan Sadam dan Luna diartikan lain oleh orang lain terutama keluarga Irwan. Yang mereka hadapi adalah keluarga toxic.Luna menutup pintu dan menguncinya. Masih harus istirahat pasca keguguran kemarin. Padahal ia kangen dengan Beni dan ibunya. Menonton film mungkin pilihan yang tepat mengusir jenuh. Baru menghidupkan tv ponselnya berdering.“Om Ardan,” ucap Luna.Tidak ada alasan untuk menolak panggilan itu. Bagaimana pun Ardan masih ada urusan dengan keluarganya, bisa dikatakan masih keluarga.“Halo, Om,” sapa
Gusar, itu yang Sherin rasakan. Sudah tidak bisa mengelak dan berbohong lagi. Masalah hubungannya dengan Irwan sudah jelas salah. Ditambah Ardan berada di Jakarta dan Ibu sudah tahu kejadian sebenarnya kenapa ia dan Ardan sampai bercerai. Yang lebih parah, hal yang selama ini dirahasiakan justru Luna yang pertama tahu langsung dari Ardan.“Ardan sudah kamu hubungi?” tanya Ibu sambil mengawasi Beni yang sedang belajar. Sherin baru keluar dari dapur, setelah mencuci peralatan makan malam mereka.“Belum bu.”“Tak usah nanti-nanti. Ardan masih punya niat baik untuk Beni.”“Bagaimana kalau Beni diambil Mas Ardan, bu?”Ibu mematikan tv, tidak ingin apa yang ingin disampaikan terganggu dengan siaran televisi.“Kalau mau Ardan bisa lakukan itu sejak kemarin, saat ia gugat cerai kamu,” jelas Ibu. “Dia punya bukti yang kuat kalau kamu bukan ibu yang baik dan bisa memberikan dampak buruk pada anakmu.”Sherin diam saja, apa yang dikatakan ibunya memang benar. Bahkan Ardan pernah juga mengatakan h