Share

Ambilah Gaji Suamiku!
Ambilah Gaji Suamiku!
Penulis: Fhifhie_Zaa

Grup Wa

"Santi, ini uang bulanan kamu bulan ini," kata suamiku.

 Ia menyerahkan amplop coklat gajinya kepadaku. Tapi ada yang aneh dengan amplop ini, aku segera menghitung uang bulanan yang diberikan suamiku. Betapa terkejutnya aku bahwa uang yang biasa aku terima kini terpotong setengah.

"Mas, kenapa segini? Biasanya kamu berikan aku 3juta." 

"Johan kan ganti motor baru buat kuliahnya, nah angsurannya minta bantuan aku, sedangkan Mbak Luna minta bantuan buat membantu biaya sekolah anaknya.  Mulai sekarang uang bulanan kamu segitu. Cukup gak cukup harus cukup." 

"Mas, uang segini mana cukup. Belum biaya listrik dan uang sekolah, Riko." 

"Ahh kamu ini bukannya bersyukur sudah aku beri nafkah tapi malah ngomel gak jelas. Johan juga adikku dan Mbak Luna juga kakakku. Apa salahnya aku membantu. Sudah cepat siapkan kopi dan makan malam ku. Aku mau mandi."  

Mas Adam segera berlalu masuk kedalam kamar. Ada rasa geram di hati ini terhadap keluarga suamiku. Gaji, Mas Adam sendiri 10 juta,diberikan pada ibu mertuaku 2 juta, untuk pegangan suamiku 1 juta, buat bayar angsuran mobil dan rumah lalu 2,5 juta gajinya untuk aku memenuhi kebutuhan dirumah ini. Belum lagi jika adik ipar ku datang dan meminta uang saku kepadaku. Setiap aku mengadu pada suamiku, ia hanya akan mengatakan itu adalah adiknya dan juga adikku. Aku harus ikut membantunya. Padahal aku dirumah sangat- sangat berhemat agat uang bulanan yang diberikan suamiku cukup hingga suamiku mendapatkan gaji lagi. Jika uang yang suamiku berikan segini aku harus bagaimana? 

Bukan aku tak bersyukur terhadap pemberian suamiku, tapi jujur aku juga bingung mengelola uang ini, apalagi Mas Adam makan harus ada minimal  ikan atau ayam goreng. Belum lagi biaya sekolah Riko, putra kami. 

Aku segera memasak orek tempe dan juga menggoreng ayam yang masih ada di dalam kulkas. Membuatkan kopi panas dan meletakkan di meja makan. ku panggil putraku yang masih berusia 5 tahun itu untuk segera makan bersama kami. 

"Riko, ayo makan dulu, Nak." 

"Iya, Ma," jawabnya lalu mendekatiku yang sudah menunggunya di meja makan.

Aku tersenyum melihat keceriaan putraku. Ia adalah penyemangatku dikala hati ini gundah. 

"Ma, aku juga mau ayam goreng," pintanya. 

Ku hembuskan nafasku,dan tersenyum ke arahnya, "Besok ya,Nak. Itu buat makan Papa kamu dahulu. Telur ini juga enak, ini kan kesukaan, Riko," ujarku sambil mengusap lembut pipinya. 

Riko hanya mengangguk dan segera memakan makanannya dengan lahap. Pikiranku berkelana membayangkan nasib kami seterusnya. Aku juga lulusan terbaik di salah satu fakultas ternama di Kota kelahiranku. 

Sebelum aku menikah dengan Mas Adam, aku adalah atasan, Mas Adam.  Karena waktu itu, Mas Adam masih menjadi staf kantor,  belum menjadi manager seperti sekarang ini. 

Usai kami makan malam bersama, aku segera membereskan semua piring kotor. Selanjutkan aku meminta, Riko untuk menggosok giginya dan segera tidur karena besok ia akan  berangkat sekolah. Usai menemani Riko tidur, aku segera masuk kedalam kamarku dan segera beristirahat. 

"Dek, besok siap- siap berkemas. Kita akan tinggal di rumah Ibu. Rumah ini akan aku jual," ucapnya tanpa melihatku. 

Deg ... 

Mengapa menjadi seperti ini? 

"Kenapa malah di jual, Mas. Baru aja kita tempati rumah ini," jawabku.

Tidak ini gak bisa dibiarkan begitu saja, rumah ini juga ada uang tabunganku selama aku bekerja. Mas Adam tak bisa berlaku seenaknya saja. 

"Rumah Ibu juga besar, Dek. Lagian buat menghemat biaya pengeluaran kalau kita tinggal disana. Gajiku gak cukup buat bayar angsuran di bank. Ini aku hanya pegang 500 ribu. Gak cukup sampai akhir bulan," balasnya dengan menunjukan uang yang ada di dalam dompet hitam milik nya.

"Mas, aku gak setuju jika rumah ini dijual. Kita sepakat untuk membeli rumah ini secara bersama ini juga ada hak-ku dan juga Rico. Kenapa gak rumah Mbak Luna, saja yang di jual dan ia tinggal bersama Ibu. Lagian mbak Luna, juga masih punya suami. Atau serahkan saja urusan Bank pada suami mbak Luna," ucapku mencoba memberi solusi.

"Kamu jangan membantah, Dek. Ini juga buat kebaikan kita. Kamu tahu sendiri suami Mbak Luna bekerja menjadi apa, ia hanya bekerja di pabrik gajinya hanya 2 juta satu bulan, mana cukup untuk membayar cicilan di bank dan kebutuhan selama satu bulan. Apalagi anak- anaknya juga sekolah. Sedangkan aku sudah menjadi manager gajiku juga besar, apa salahnya aku membantu saudaraku. Ia kakakku, Dek." 

"Aku tetap gak mau menjual rumah ini, Mas."

"Kamu jangan keras kepala, nurut sama suami. Surgamu ada di aku. Kamu juga tak bekerja. Akulah yang bekerja, gimana susahnya mencari uang. Jadi sudah, nurut saja sama aku. Aku tau apa yang terbaik buat kita." 

"Kamu yang menyuruhku untuk tidak bekerja lagi setelah kita menikah. Terus kamu menyalahkan aku begitu, Mas? Aku hanya menuruti apa kemauan kamu dan juga Ibu kamu, untuk menjadi seorang ibu rumah tangga saja bukan wanita karier. Ingat akan hal itu, Mas." 

Aku sudah tak kuat menahan apa yang ada di hati ini. Biarlah aku luapkan saja malam ini. Enak saja, Mas Adam mengatakan hal seperti itu. Dia lupa kalau aku rela meninggalkan karir ku yang sedang naik demi menjadi istri yang patuh pada suami. Kalau bukan bantuan-ku sampai sekarang mungkin Mas Adam belum menjadi manager di perusahaan itu. 

"Sudah, aku mau istirahat. Besok aku ada meeting pagi," ucapnya seraya membalikan badannya membelakangi-ku.

Selalu saja seperti ini jika kami sedang bertengkar. Ia selalu menghindari aku. Dan esoknya akan seolah- olah tak terjadi apa- apa. Lihat saja nanti, Mas. Apa yang bisa aku lakukan. 

Mata ini tak bisa terpejam hingga larut malam. Kesunyian ini terpecah kala suara ponsel mas Adam. Aku mencoba mengambilnya dan melihat siapa yang menghubunginya. Tertera grup Wa keluarga suamiku. Sejak kapan ada grup Wa di keluarga, aku tak pernah tahu akan hal itu. Aku segera membuka ponsel Mas Adam, untung password-nya tak di ganti jadi memudahkan aku untuk membukanya. Betapa terkejutnya aku akan pembahasan di dalam grup keluarga Mas Adam. 

[Adam, ingat jangan lama- lama. Mbak gak mau ,sampai rumah impian mbak diambil orang.] Tulis Mbak Danik

[Iya, Mas. Aku juga mau beli mobil ini. Harganya gak mahal kok.] Tulis Luna.

[Dam, besok pagi pokoknya kamu dan Santi harus sudah di rumah Ibu. Ibu gak sanggup kalau harus beres- beres rumah besar ini sendirian. Lumayan kan istri kamu bisa jadikan tukang beres- beres di rumah Ibu. Jadi hemat pengeluaran.] Tulis ibu mertuaku. 

Astagfirullah ya Allah. Jadi ini yang membuat Mas Adam ingin segera menjual rumah ini. Aku akan dijadikan pembantu gratisan di rumah Ibu. Ya Allah, aku kira Ibu beneran sayang sama aku. Ternyata sifatnya begitu jahat sekali. 

Aku segera screenshot percakapan di grup dan mengirimnya ke ponselku. Setelah itu aku segera menghapusnya untuk menghilangkan jejak agar Mas Adam, tak mencurigai aku.

"Lihat saja apa yang akan aku lakukan, Mas." 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Amaly
Keren banget
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status