Beranda / Lainnya / Ambilah Gaji Suamiku! / Mendapatkan Bantuan Rere

Share

Mendapatkan Bantuan Rere

Penulis: Fhifhie_Zaa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-03 09:37:27

Bantuan Rere 

"Siap bos. Mama siap- siap dulu ya, Riko tunggu disini saja." 

Aku segera keluar dari kamar putraku dan segera masuk kedalam kamarku. Mengganti pakaian dan merias sedikit wajahku. Mengambil tas dan kunci motor yang semalam aku meletakkan di meja rias. Netra ku tak sengaja melihat map biru ada di atas ranjang ku, segera aku mengambilnya dan membacanya sekilas. Mataku membulat kala apa isi dalam map tersebut. 

"Tak akan aku biarkan rencana kamu berjalan mulus, Mas."  Gumamku sambil meletakkan kembali map itu. 

Segera aku menghampiri putraku dan mengajaknya keluar pagi ini. Ini masih terlalu pagi untuk berangkat sekolah, harusnya ia berangkat pukul 8 nanti. Tetapi aku sudah malas berada di rumah. Lebih baik keluar rumah pagi ini. Kulakukan sepeda motorku keluar komplek perumahanku, Riko begitu semangat untuk makan bubur ayam dekat sekolahannya, rasanya memang enak dan mantab. Aku saja selalu ketagihan jika makan disana. 

Setelah sampai, aku segera memesan 2 porsi bubur ayam spesial kesukaan kami tak lupa teh hangat. Riko sudah mengambil sate telur puyuh dan memasaknya. Ia begitu suka sate itu, 

"Enak?" 

"Enak banget, Ma," ucapnya dengan mulut yang masih penuh. 

Aku hanya tertawa melihat putraku. Dialah obat dari segala kesedihan-ku selama ini. Dialah penyemangat ku. Pesanan kami telah datang dan kami segera memakannya, begitu lapaknya, Riko makan bubur pagi ini. Ponselku berdering menandakan ada panggilan, segera aku cek siapa tahu dari karyawan atau ada hal penting lainnya. Ahhh ternyata hanya mas Adam yang menghubungiku. Pasti dia menanyakan kenapa aku pergi pagi- pagi tanpa berpamitan padanya. Dan akan marah- marah seperti sebelumnya. Segera aku silent ponselku dan kembali masukan kedalam tas. Aku malas mengangkatnya. 

Usai sarapan aku segera mengantarkan Riko ke sekolahnya. Lanjut ke butik menjahit gaun pengantin milik mbak Dinda. Aku akan sibuk seharian kali ini. Kulajukan sepeda motorku ke butik. Setibanya di butik aku segera memasukan motor ke garasi belakang tak ingin ketahuan jika aku berada di sini apalagi jika keluarga suamiku tahu bahwa butik ini milikku pasti akan menambah beban hidupku lagi. 

"Selamat Pagi, Bu Santi. Maaf di atas sudah ada yang menunggu, Ibu," kata salah satu karyawan yang ada di kasir.

"Siapa?" 

"Ibu Rere." 

"Owh, ya sudah aku naik dahulu. Terimakasih ya." 

"Tumben- tumbenan Rere kemari tak memberi kabar dahulu," batinku dan terus melangkah menaiki tangga dimana ruangan ku berada. 

"Re, kok gak kasih kabar kalau mau ke sini," ucapku kala sudah melihat sahabatku tengah duduk di sofa sambil menikmati camilan yang ada. 

"Cuma main kok, San. Sudah lama kita gak ketemu semenjak waktu itu. Eh bagaimana suami kamu?" 

"Ahh gak usah dibahas, Re. Aku lelah membicarakan mas Adam. Gak ada perubahan sama sekali. Makin lama makin bikin kesel," ujarku sambil duduk di sampingnya. 

"Kenapa gak cerai aja sih. Udah satu tahun loh kamu gak di kasih nafkah yang layak. Lagian biaya sekolah Riko juga kamu yang tanggung. Gak ada tanggung jawabnya sama sekali. Jaman sekarang gak usah bucin- bucin banget lah ama pasangan." 

"Aku bukan bucin sama mas Adam, Re. Aku hanya mikirin bagaimana nasib Riko kelak. Dia masih terlalu kecil melihat perpisahan kedua orang tuanya. Tapi kalau aku gak berpisah yang ada juga kasihan Riko. Setiap hari selalu melihat pertengkaran kedua orang tuanya. Apalagi semalam Mama mertuaku mengatakan hal yang menyakitkan buatku dan Riko. Kamu jelas tahu sendiri bukan apa penyebab mertua-ku tidak menyukai, Riko." 

"Astaga itu mulut nenek- nenek gak ada remnya apa ya. Riko bagaimana?" 

"Dia menangis semalam mendengar perkataan, Mama. Aku juga merasa sakit sekali. Ini putraku, aku yang melahirkannya. Aku juga yang merawat dan mendidiknya. Bahkan suamiku sendiri tak terlalu menghiraukan putraku. Seolah putraku tak ada di hadapannya.... Tapi Riko selalu menanyakan Papanya, itu yang membuat aku bingung. Bertahan atau lepaskan,"  lirihku pada akhirnya. 

Kuhela nafas dalam, memijat pelipis ku yang terasa pening. Mungkin aku bisa bersikap biasa tetapi di hati dan pikiranku terasa banyak benan. Ya aku fokuskan untuk saat ini hanya pendidikan putraku. 

"Saran ku lebih baik berpisah saja, San. Mental, Riko, akan lebih terjaga. Lagi pul, Adam, juga masih bisa menemui, Riko kalau dia ingin sih. Kamu bisa menjelaskan pada, Riko, pelan- pelan. Seiringnya berjalannya waktu ia akan paham. Ia putra yang hebat dan pintar. Aku rasa ia akan memahaminya." 

"Itulah yang masih beban besar menjelaskan pada Riko, Re. Aku tahu dia memang hebat. Entahlah, Re. Aku mau fokus dulu sama pekerjaan aku kali ini. Kamu bantuin aku dong, Re. Pesanan orang penting ini," gurauku pada, Rere. Aku tahu dia dulu pernah sekolah di jurusan fashion design. Dia pula lah, yang membantuku mendirikan butik ini. Dia juga yang mengajari aku tentang fashion. 

"Hmmm mentang- mentang dapat pesanan sama mbak Dinda. Butik kamu bakal makin terkenal dan nama kamu juga makin bersinar setelah ini." 

"Ishhh kamu ini, Re. Yuk ke bawah, ke ruang jahit. Kemarin sudah aku pinta memotong kainnya. Kebetulan pas ada kain di toko." 

"Aduh tau gitu aku gak kemari. Padahal libur ingin nyantai." 

"Siapa suruh kamu kemari. Ayuk ikut aku. Bantuin aku," ajak ku pada, Rere. Lumayan bukan dapat bantuan dan masukan nantinya. Aku sendiri saja gugup mengerjakan pesanan ini. 

Aku dan Rere mengerjakan pesanan gaun pengantin milik mbak Dinda dan calon suaminya. Banyak juga masukan dari Rere agar menambah kesan lebih elegan dan mewah. Aku bersyukur atas bantuan Rere kali ini. Aku tak akan melupakan semua jasa- jasanya. 

Tak terasa jam makan siang telah tiba. Aku meregangkan punggung-ku. Capek juga menjahit gaun ini. Kulihat Rere pun juga melakukan hal yang sama. 

"Re, makan di cafe depan yuk. Aku traktir deh,"  ajak ku pada Rere. 

"Wah kalau di traktir mau dong," jawab Rere sambil tersenyum.

Aku dan Rere keluar menuju cafe depan. Memesan makanan untuk siang ini. Lapar juga karena tadi sarapan bubur. Aku memesan nasi rawon dan  segelas es kuwut. Sedangkan Rere memesan es bubble tea dan spaghetti. Kami menikmati makan siang bersama dengan saling bertukar pikiran mengenai gaun pesanan ku. Banyak sekali masukan dari Rere. Ada banyak pelajaran yang Rere berikan pada ku. 

Usai makan siang bersama dan menjalankan kewajiban ku, memohon petunjuk pada Sang Pencipta.  Aku kembali lagi ke butik. Kembali berkutat dengan mesin jahit. Walau lelah tetapi aku semangat mengerjakannya ini demi masa depan putraku. Kalau bukan aku siapa lagi yang aku harapkan. Ku lupakan sejenak masalahku bersama mas Adam dan fokus pada karir kedepanku. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Amaly
semangat untuk membahagiakan buah hati
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Ambilah Gaji Suamiku!   part 41

    Kehidupanku saat ini jauh lebih baik dari sebelumnya. Bahagia? Jelas... Jelas aku bahagia dan bersyukur. Apalagi memiliki anak- anak yang begitu perhatian dan saling menjaga satu sama lain. Riko bertanggung jawab atas kedua adik- adiknya. Hanya saja aku sedih dan gelisah saat ini. Sekian tahun lamanya ternyata putraku belum bisa menghapus rasa itu dari dalam dirinya. Entah apa yang harus aku lakukan lagi. Pertemuanku dengan Mas Adam membuat hati ini menjadi dilema dan serba salah. Riko yang masih belum bisa berdamai dengan masa lalu terus menerus menolak bertemu dengan Mas Adam. Setiap kali aku membahasnya ia akan tetap menolaknya mentah- mentah. Aku sudah bertekad akan mendekatkan Riko dengan Mas Adam. Bagaimanapun ia masih memiliki hubungan darah dengannya. Jika mantan istri itu ada tetapi tak ada yang namanya mantan anak. Mas Faiz berjanji akan terus membantuku. Aku tak ingin di cap negatif dalam mendidik Riko. Riko lulusan pesantren dan lulusan perguruan

  • Ambilah Gaji Suamiku!   part 40

    Santi merasa ada yang memanggil. Ia segera menoleh dan betapa terkejutnya ia melihat orang yang memanggilnya. Mengatur nafasnya dan berusaha bersikap santai dan biasa melupakan ketegangan malam itu. "Loh Mas Adam sama siapa?" "Aku mengantar Johan dan istrinya. Katanya ingin berbelanja, itu mereka ada di butik kamu. Kebetulan aku sedang cari tempat makan malah ketemu kamu disini." "Oh,,, kebetulan kami habis makan disini bareng anak- anak." "Mana suami dan anak- anak kamu. Apa ada Riko,San?" "Hmmm suamiku baru di toilet dan anak-anak sudah menuju butik katanya mau ambil barang." "Riko? Berarti ia ada di butik kamu?" "Riko...." "Ma... Aku sudah selesai, ayo kebawah. Ayah biar nyusulin kita aja." Seketika Adam menoleh dan melihat putranya berada tepat di belakangnya. Rasa haru dan bahagia terpancar dari wajah Adam. Sekian lama mencari kini ia bertemu dengan putranya kembali. "Riko..

  • Ambilah Gaji Suamiku!   part 39

    Adam segera memarkirkan mobilnya kebetulan halaman rumah Ibunya cukup luas. Bahkan 4 mobil pun cukup di halaman depan rumahnya. Dengan pelan tapi pasti Adam memasuki rumahnya. Tampaklah anak kecil yang masih bermain di ruang tamunya rambut ikalnya dengan pipi yang gembul, belum lagi gigi di bagian depan yang membuatnya mengemaskan. 'Kenapa ada anak kecil dirumah ini? Anak siapa ini?' Gumam Adam sambil terus memperhatikan tingkah lucu anak di depannya. "Mas.. ayo masuk. Didalam ada anak- anak Mbak Danik. Maaf Mas, Alika ini suka sekali bikin berantakan." "Ini anak kamu, Wi. Kapan kamu datang?" "Iya, Mas. Ini Alika anakku dan Mas Johan. Kami datang tadi pagi. Sekitar jam depalanan. Oh Oya itu Mama dan Mas Johan ada diruang makan bersama kedua anak Mbak Danik." "Baiklah. Aku ke kamar dahulu sebelum menemui mereka." Adam segera berlalu. Sebelum benar- benar berlalu ia sempat mencium pipi gembul Alika. Ia sungguh terpesona

  • Ambilah Gaji Suamiku!   part 38

    "Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam." Jawab Bu Tari dan Mbak Danik bersamaan. Bu Tari segera melangkahkan keluar guna melihat siapa tamu yang berkunjung pagi ini. "Johan... Widi. Ayo masuk, kok gak bilang dahulu kalau mau pulang." "Kejutan untuk Mama. Sudah lama kami gak pulang kemari." Kata Widi istri dari Johan."Widi, anak ini..." "Iya, Ma. Ini anakku dan Mas Johan." "Mama punya cucu perempuan. Danik... Danik kemari, lihat lah ini. Mama punya cucu perempuan,Danik. Terimakasih Ya Allah, akhir ya aku punya cucu perempuan juga." "Johan, Widi apa kabar kalian." "Kabar baik, Mbak. Mbak sendiri bagaimana?" "Seperti yang kamu lihat. Mbak baik dan sehat." "Alhamdulillah kalai begitu, Mbak. Oh iya, Mas Adam kemana? Masa sepagi ini udah berangkat ke kedai?" "Ada baru menemui Santi dan Riko. Kebetulan kan mereka ada di Jakarta." Jawab Bu Tari dengan semangat. "Alhamdulilla

  • Ambilah Gaji Suamiku!   Part 37

    Pov Santi Aku tak menyangka di usiaku yang tak lagi muda ini Allah masih memberikan aku karunia-Nya. Sungguh- sungguh karunia yang begitu indah bagiku. Sengaja aku tak memberitahu langsung suamiku, anak- anak dan keluarga besar ku maupun keluarga suamiku. Aku ingin membuat kejutan untuk semaunya nanti waktu perayaan anniversary Butik dan Bridal ku yang di Jakarta. Beruntungnya aku di Butikku ada Siska yang sangat aku percaya, ia mau tak mau juga membantuku menyembunyikan kehamilanku untuk sementara waktu. Jika Mas Faiz mengetahuinya pasti ia akan melarang ku untuk melakukan apapun. Sejujurnya aku sangat beruntung memiliki suami seperti Mas Faiz. Ia sangat peduli dan perhatian penuh denganku. Apalagi jika tahu aku hamil lagi, ia memang menginginkan punya banyak anak. Untung saja kehamilanku kali ini tak membuatku harus sekalu ada didalam kamar sepanjang hari. Kehamilanku kali ini masih bisa membuatku beraktifitas seperti biasanya. "Bu Sant

  • Ambilah Gaji Suamiku!   part 36

    Tak terasa hari perayaan anniversary butik Santi diadakan. Santi dan keluarganya menggunakan baju dengan warna yang senada. Baju itu telah Santi rancang dan buat sendiri spesial untuk malam ini. Putranya juga terlihat gagah dan semakin tampan mempesona. "MasyaAllah anak Mama makin ganteng aja." "Iya dong Ma, siapa dulu ayahnya. Ayah Faiz." Gurau Riko sambil tersenyum dan terus menempel dengan Faiz. Sikap Riko terhadap Faiz memang berbeda, sedari kecil ia sangat manja dengan Faiz. Andai sejak dahulu aku bertemu dengan Faiz, mungkin kebahagiaan ini jauh lebih sempurna. Tak ada kesakitan atau kepahitan hidup ini yang begitu membekas di hati. Apakah Riko telah melupakan Papa kandungnya? Entahlah aku hanya berharap Riko tetap mengingat siapa Papa kandungnya dan berharap suatu saat nanti ia akan berbakti kepadanya juga. Aku tak ingin dianggap Ibu yang mencoba menghilangkan ingatan Riko tentang Papa kandungnya. Walau sejujurnya Mas Adam tak pernah sedikit

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status