Share

Mendapatkan Bantuan Rere

Bantuan Rere 

"Siap bos. Mama siap- siap dulu ya, Riko tunggu disini saja." 

Aku segera keluar dari kamar putraku dan segera masuk kedalam kamarku. Mengganti pakaian dan merias sedikit wajahku. Mengambil tas dan kunci motor yang semalam aku meletakkan di meja rias. Netra ku tak sengaja melihat map biru ada di atas ranjang ku, segera aku mengambilnya dan membacanya sekilas. Mataku membulat kala apa isi dalam map tersebut. 

"Tak akan aku biarkan rencana kamu berjalan mulus, Mas."  Gumamku sambil meletakkan kembali map itu. 

Segera aku menghampiri putraku dan mengajaknya keluar pagi ini. Ini masih terlalu pagi untuk berangkat sekolah, harusnya ia berangkat pukul 8 nanti. Tetapi aku sudah malas berada di rumah. Lebih baik keluar rumah pagi ini. Kulakukan sepeda motorku keluar komplek perumahanku, Riko begitu semangat untuk makan bubur ayam dekat sekolahannya, rasanya memang enak dan mantab. Aku saja selalu ketagihan jika makan disana. 

Setelah sampai, aku segera memesan 2 porsi bubur ayam spesial kesukaan kami tak lupa teh hangat. Riko sudah mengambil sate telur puyuh dan memasaknya. Ia begitu suka sate itu, 

"Enak?" 

"Enak banget, Ma," ucapnya dengan mulut yang masih penuh. 

Aku hanya tertawa melihat putraku. Dialah obat dari segala kesedihan-ku selama ini. Dialah penyemangat ku. Pesanan kami telah datang dan kami segera memakannya, begitu lapaknya, Riko makan bubur pagi ini. Ponselku berdering menandakan ada panggilan, segera aku cek siapa tahu dari karyawan atau ada hal penting lainnya. Ahhh ternyata hanya mas Adam yang menghubungiku. Pasti dia menanyakan kenapa aku pergi pagi- pagi tanpa berpamitan padanya. Dan akan marah- marah seperti sebelumnya. Segera aku silent ponselku dan kembali masukan kedalam tas. Aku malas mengangkatnya. 

Usai sarapan aku segera mengantarkan Riko ke sekolahnya. Lanjut ke butik menjahit gaun pengantin milik mbak Dinda. Aku akan sibuk seharian kali ini. Kulajukan sepeda motorku ke butik. Setibanya di butik aku segera memasukan motor ke garasi belakang tak ingin ketahuan jika aku berada di sini apalagi jika keluarga suamiku tahu bahwa butik ini milikku pasti akan menambah beban hidupku lagi. 

"Selamat Pagi, Bu Santi. Maaf di atas sudah ada yang menunggu, Ibu," kata salah satu karyawan yang ada di kasir.

"Siapa?" 

"Ibu Rere." 

"Owh, ya sudah aku naik dahulu. Terimakasih ya." 

"Tumben- tumbenan Rere kemari tak memberi kabar dahulu," batinku dan terus melangkah menaiki tangga dimana ruangan ku berada. 

"Re, kok gak kasih kabar kalau mau ke sini," ucapku kala sudah melihat sahabatku tengah duduk di sofa sambil menikmati camilan yang ada. 

"Cuma main kok, San. Sudah lama kita gak ketemu semenjak waktu itu. Eh bagaimana suami kamu?" 

"Ahh gak usah dibahas, Re. Aku lelah membicarakan mas Adam. Gak ada perubahan sama sekali. Makin lama makin bikin kesel," ujarku sambil duduk di sampingnya. 

"Kenapa gak cerai aja sih. Udah satu tahun loh kamu gak di kasih nafkah yang layak. Lagian biaya sekolah Riko juga kamu yang tanggung. Gak ada tanggung jawabnya sama sekali. Jaman sekarang gak usah bucin- bucin banget lah ama pasangan." 

"Aku bukan bucin sama mas Adam, Re. Aku hanya mikirin bagaimana nasib Riko kelak. Dia masih terlalu kecil melihat perpisahan kedua orang tuanya. Tapi kalau aku gak berpisah yang ada juga kasihan Riko. Setiap hari selalu melihat pertengkaran kedua orang tuanya. Apalagi semalam Mama mertuaku mengatakan hal yang menyakitkan buatku dan Riko. Kamu jelas tahu sendiri bukan apa penyebab mertua-ku tidak menyukai, Riko." 

"Astaga itu mulut nenek- nenek gak ada remnya apa ya. Riko bagaimana?" 

"Dia menangis semalam mendengar perkataan, Mama. Aku juga merasa sakit sekali. Ini putraku, aku yang melahirkannya. Aku juga yang merawat dan mendidiknya. Bahkan suamiku sendiri tak terlalu menghiraukan putraku. Seolah putraku tak ada di hadapannya.... Tapi Riko selalu menanyakan Papanya, itu yang membuat aku bingung. Bertahan atau lepaskan,"  lirihku pada akhirnya. 

Kuhela nafas dalam, memijat pelipis ku yang terasa pening. Mungkin aku bisa bersikap biasa tetapi di hati dan pikiranku terasa banyak benan. Ya aku fokuskan untuk saat ini hanya pendidikan putraku. 

"Saran ku lebih baik berpisah saja, San. Mental, Riko, akan lebih terjaga. Lagi pul, Adam, juga masih bisa menemui, Riko kalau dia ingin sih. Kamu bisa menjelaskan pada, Riko, pelan- pelan. Seiringnya berjalannya waktu ia akan paham. Ia putra yang hebat dan pintar. Aku rasa ia akan memahaminya." 

"Itulah yang masih beban besar menjelaskan pada Riko, Re. Aku tahu dia memang hebat. Entahlah, Re. Aku mau fokus dulu sama pekerjaan aku kali ini. Kamu bantuin aku dong, Re. Pesanan orang penting ini," gurauku pada, Rere. Aku tahu dia dulu pernah sekolah di jurusan fashion design. Dia pula lah, yang membantuku mendirikan butik ini. Dia juga yang mengajari aku tentang fashion. 

"Hmmm mentang- mentang dapat pesanan sama mbak Dinda. Butik kamu bakal makin terkenal dan nama kamu juga makin bersinar setelah ini." 

"Ishhh kamu ini, Re. Yuk ke bawah, ke ruang jahit. Kemarin sudah aku pinta memotong kainnya. Kebetulan pas ada kain di toko." 

"Aduh tau gitu aku gak kemari. Padahal libur ingin nyantai." 

"Siapa suruh kamu kemari. Ayuk ikut aku. Bantuin aku," ajak ku pada, Rere. Lumayan bukan dapat bantuan dan masukan nantinya. Aku sendiri saja gugup mengerjakan pesanan ini. 

Aku dan Rere mengerjakan pesanan gaun pengantin milik mbak Dinda dan calon suaminya. Banyak juga masukan dari Rere agar menambah kesan lebih elegan dan mewah. Aku bersyukur atas bantuan Rere kali ini. Aku tak akan melupakan semua jasa- jasanya. 

Tak terasa jam makan siang telah tiba. Aku meregangkan punggung-ku. Capek juga menjahit gaun ini. Kulihat Rere pun juga melakukan hal yang sama. 

"Re, makan di cafe depan yuk. Aku traktir deh,"  ajak ku pada Rere. 

"Wah kalau di traktir mau dong," jawab Rere sambil tersenyum.

Aku dan Rere keluar menuju cafe depan. Memesan makanan untuk siang ini. Lapar juga karena tadi sarapan bubur. Aku memesan nasi rawon dan  segelas es kuwut. Sedangkan Rere memesan es bubble tea dan spaghetti. Kami menikmati makan siang bersama dengan saling bertukar pikiran mengenai gaun pesanan ku. Banyak sekali masukan dari Rere. Ada banyak pelajaran yang Rere berikan pada ku. 

Usai makan siang bersama dan menjalankan kewajiban ku, memohon petunjuk pada Sang Pencipta.  Aku kembali lagi ke butik. Kembali berkutat dengan mesin jahit. Walau lelah tetapi aku semangat mengerjakannya ini demi masa depan putraku. Kalau bukan aku siapa lagi yang aku harapkan. Ku lupakan sejenak masalahku bersama mas Adam dan fokus pada karir kedepanku. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Amaly
semangat untuk membahagiakan buah hati
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status