[ Bab 2, Kejutan Tak Terduga ]
[ Normal ]
"Papa ... " teriak seorang anak kecil saat Ali baru saja memasuki rumahnya.
Ali tersenyum, ia merentangkan kedua tangannya. Menyambut anak itu ke dalam pelukannya. Ali menggendong anak perempuan itu dan membawanya masuk ke dalam rumahnya.
"Anak Papa, makin berat ya." ujar Ali seraya mencium pipi putrinya itu dengan gemas.
"Iya dong, 'kan aku sudah besar Pa." balasnya dalam gendongan Ali.
Ali tersenyum, ia duduk di sofa ruang keluarga. Memangku anaknya yang masih setia memeluk lehernya dengan erat.
"Bagaimana keadaan Keyla?" tanya Ibu Ali yang memang sedang duduk santai di sofa, bersama suaminya di ruang keluarga.
"Dia baik baik saja, besok sudah boleh pulang kata Dokter Mom." balas Ali.
Waktu itu kedua orang tua Ali menjenguk Keyla di rumah sakit seperti yang di sarankan oleh sang Dokter. Namun sia-sia saja karena Keyla tidak memangingat satu pun anggota keluarga Ali. Bahkan putri mereka Azalea sudah ia ajak ke rumah sakit, tapi Keyla tidak ingat akan anaknya sendiri. Bagaimana ia bisa ingat orang lain, jika dirinya sendiri pun ia tak ingat?!
Keyla hanya memandang keluarga Ali dengan tatapan datar tanpa ekspresi. Azalea yang tau Ibunya sudah bangun dari tidurnya sangat senang, namun tidak mengenalnya membuat Azalea menangis, ia berkata bahwa Ibunya tidak sayang padanya lagi. Untunglah Ali dapat mengatasi semua itu, ia mengatakan jika Ibunya masih menyayanginya hanya saja Ibunya sedang tidak mau diganggu. Sejujurnya Ali bingung dengan apa yang harus ia katakan kepada putrinya, di umurnya yang baru menginjak 3,5 tahun tentu saja bukan hal yang mudah untuk memberitahu bahwa Ibunya mengalami Amnesia, mana mungkin anak sekecil itu tau apa Amnesia?
"Papa, Mama kapan pulang? Lea kangen Mama ... " ucap anak itu dengan nada manja.
Ali tersenyum masam mendengar ucapan putrinya itu. Ia tidak tau bagaimana hari-harinya nanti setelah Keyla pulang. Apakah Keyla bisa menerima anaknya atau masih menolak anak itu, seperti yang dilakukannya di rumah sakit, tempo hari.
"Besok Mamanya Lea pulang, Lea senang 'kan kalau Mama pulang?" tanya Ibunya Ali. Elissa Manohara.
"Iya, Lea sudah tidak sabar menunggu Mama pulang." ujar anak itu antusias.
"Lea ... nanti kalau Mama pulang, Lea jangan nakal ya." ujar Ayah Ali. Marvin Syarief.
"Iya, Lea tidak akan nakal kok." ucap Lea tersenyum polos, Azalesa benar benar merindukan Ibunya.
"Lea tadi sudah makan?" tanya Ali mengalihkan pembicaraan.
"Sudah, tadi Lea makan sama ikan goreng tepung buatan Oma." ucap Lea tersenyum lebar seraya menunjuk sang nenek.
"Jangan sering-sering makan gorengan ya, nanti tenggorokan Lea sakit." ujar Ali sambil mengusap puncak kepala anaknya dengan penuh kasih sayang.
Lea hanya mengangguk patuh dalam pangkuan sang Ayah.
"Kamu juga jangan sering-sering makan gorengan Ali. nanti tenggorokan kamu sakit." ujar Elissa menirukan gaya bicara Ali tadi.
"Mom ... " ucap Ali mendengus sebal.
"Apa?" tanya Elissa, memandang anaknya dengan tersenyum menggoda. Anaknya itu memang paling susah kalau di suruh makan sayur, padahal sayur itu kan sehat?
"Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya." Celetuk Ayah yang juga memang tidak menyukai sayuran.
Ali dan keluarganya memang sering bercanda, tipe keluarga yang harmonis.
***
[ Keyla Achazia ]
Hari ini, aku sudah di izinkan pulang oleh Dokter. Ali datang menjemputku bersama seorang anak kecil -yang katanya anakku- , karena aku akan pulang ke rumahnya. Awalnya aku tidak mau, tapi melihat anak itu memelas meminta aku pulang bersamanya membuat aku tidak tega. Lagi pula jika aku tidak pulang bersama mereka memangnya aku akan ke mana?
Entahlah aku masih tidak mengerti dengan semua ini, semua terasa membingungkan. Aku masih belum yakin jika dia suami dan anakku, walaupun selama ini Ali sudah berusaha membuat aku mengingat dengan menunjukkan beberapa foto bahkan membawa keluarganya datang. Tapi tidak ada satupun foto atau keluarganya yang aku ingat.
Sepasang suami istri lainnya yang mengaku sebagai Ayah dan Ibuku juga datang, mereka menangis saat tau aku tidak mengingat mereka, aku hanya memasang wajah datar tanpa ekspresi. Karena jujur aku tidak tau harus berekspresi seperti apa? Karena aku kan tidak ingat bagaimana aku dulu.
Haruskah aku senang dengan kehadiran mereka?
Atau ...
Haruskah aku sedih karena tidak dapat mengingat mereka?
"Mama, sudah siap ayo kita pulang." ajak Azalea menyadarkan ku kembali ke dunia nyata.
Azalea menarik tanganku, memintaku untuk menggendongnya. Tapi aku tidak meresponnya, aku hanya menatapnya datar seperti biasa.
"Sayang... sini sama Papa aja gendongnya, Mama 'kan belum sembuh total sayang." kata Ali yang langsung menggendong Azalea.
Ia menatapku lalu tersenyum. "Ayo sayang kita pulang." ajaknya seraya menggandeng tanganku.
Aku hanya mengangguk dan mengikuti langkahnya keluar dari rumah sakit ini, dan menaiki mobilnya. Saat Azalea ingin duduk di depan, di pangkuanku, Ali melarangnya, ia bilang Mamanya 'kan baru sembuh jadi tidak boleh duduk di pangkuanku.
"Tidak apa-apa, Ali. Biarkan dia duduk denganku." ujarku, entah mengapa aku bisa berbicara seperti itu, karena aku sendiri pun tak tau mengapa tiba tiba aku mengatakan hal itu.
Ali memandangku sebentar, "kamu yakin, Lea itu berat lo nanti kalau kamu --- "
"Tidak apa-apa, Ali. Aku baik-baik saja, sini Lea." Aku memotong ucapan Ali.
Azalea yang berada di jok belakang langsung merangkak ke depan. Aku langsung memangkunya, dan dia mengalungkan kedua tangannya di leherku. Rasanya aku seperti pernah melakukan ini. Tapi entah kapan aku tidak ingat dan tidak ingin berusaha mengingatnya, karena kepalaku akan langsung terserang sakit yang amat sangat tidak menyenangkan jika aku mulai berusaha untuk mengingat hal yang aku lupakan.
"Lea duduknya jangan nakal ya." Ali memperingatkan.
Azalea tidak menjawab, ia hanya mengangguk dalam pangkuanku. Dalam perjalanan pulang tidak ada percakapan diantara kami. Hening. Azalea pun sepertinya tertidur dalam pangkuanku.
'..sakitnya tuh disini ...
didalam hatiku ...
sakitnya tuh disini ...
didalam hatiku ...'
"Maaf Nyonya, Tuan ... ada telfon dari Ibu Saya, apakah Saya boleh mengangkatnya?" tanya Tina. Babysitter Azalea.
"Ya tidak apa-apa."
Setengah jam berlalu, akhirnya kami sampai di sebuah rumah mewah, sungguh. Sepertinya ini bukan rumah, tapi Mansion. Atau apalah itu sebutannya aku lupa atau memang benar benar tidak tau.
Ali turun lebih dulu, ia membuka pintu tempat aku duduk. "Biar aku saja yang menggendong Lea, sayang ... "
"Tidak apa, aku bisa." ucapku datar. Aku tidak tau kenapa aku selalu berucap dengan nada datar pada Ali, tapi Ali selalu menaggapi semua itu dengan senyuman. Seolah perkataanku tidak menyakitinya.
Aku cukup sadar jika setiap perkataan yang aku ucapkan itu menyakitinya, aku bisa melihat hari raut wajahnya. Tapi itu hanya sedetik karena sedetik kemudian ia akan langsung tersenyum lebar.
Aku mengendong Azalea menuju pintu utama rumah ini. Awalnya Ali tidak mengizinkan, tapi akhirnya ia menyerah juga. Saat Ali membuka pintu rumahnya. Aku menggangga melihat ke dalam.
Bagaimana tidak, di dalam banyak sekali orang. Banyak balon-balon tertempel di dinding atau juga berterbangan, bermacam-macam warna ada di sana. Aku menelan ludah, menatap Ali kesal. Ali memandangku bingung seraya menggaruk tengkuknya yang aku yakin tidak gatal itu.
"Aku bersumpah, aku tidak tau tentang ini sayang ..." ucap Ali berbisik kepadaku.
Aku memberanikan diri untuk berjalan masuk dengan masih menggendong Azalea. Kini semua mata tertuju pada kami _aku Ali dan Lea_ seraya tersenyum bahagia.
"Keyla, akhirnya kamu sadar juga, kami sangat merindukanmu." ucap seseorang perempuan, ia mendekat lalu memelukku yang masih menggendong Azalea.
Tubuhku menegang seketika, aku menggeleng, lalu mundur beberapa langkah. Membuat ia menyeryitkan keningnya memandangku bingung.
"Ada apa?" tanyanya memandang bingung ke arahku.
"Semuanya ... aku minta maaf tapi kurasa kalian belum tau sesuatu." ujar Ali, ia memandang semua orang yang ada di ruangan ini lalu memandangku.
"Kamu siapa? Kalian siapa?" tanyaku yang berhasil membuat mereka semua menatapku cengo seperti kambing bodoh, eh? Abaikan kata yang terakhir.
"Apa maksudmu? Aku Pricilla, aku sahabatmu." ucap perempuan yang tadi memelukku, dia menatapku tidak percaya.
Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala. Sungguh, aku tidak tau siapa mereka. Aku memandang mereka semua satu persatu namun tidak ada satupun yang aku kenal. Bahkan Pricilla yang mengaku sebagai sahabatku pun aku tidak ingat pernah bersahabat dengannya.
"Maaf sekali lagi maaf semua ... Keyla mengalami Amnesia dan tidak ada yang dia ingat. Bahkan namanya sendiri saja dia tidak ingat." jelas Ali membuat suasana yang tadi riuh menjadi hening.
"APA???" teriak mereka bersamaan seperti acara panduan suara saja, mungkin mereka memang sudah latihan panduan suara.
TBC
Sorry for typo !!
Thanks for reading!!
[ Bonus Part 10 ][ Azalea Achazia Clifford ]Akhirnya aku resmi menjadi seorang istri seorang Alixander Gilbert di umurku yang baru 18 tahun. Umur yang terlalu muda untuk menikah, tapi aku tidak menyesal.Sungguh, walaupun aku belum mencintai Om Alixander sepenuh hati tapi aku akan berusaha untuk mencintainya sepenuh hatiku.Sebelumnya aku sudah mengatakan padanya, bahwa aku tidak ingin punya anak dulu karena aku masih kuliah. Dan Om Alixander setuju, dia pun tidak memaksaku untuk cepat melahirkan anaknya.Di malam pernikahan kami, tidak ada yang kami lakukan selain hanya tidur bersama. Yah, walaupun kami saling memeluk, tapi hanya itu.Aku tau perjuangannya untuk menahan diri agar tidak menyentuhku karena janjinya yang tidak akan membuatku hamil karena aku ingin menyelesaikan kuliahku.Tapi apakah dia berpikir bahwa dia juga tidak akan menyentuh ku selama aku masih kuliah?Maksudku, ayolah ini jaman sudah maju, b
[ Bonus Part 9 ][ Alixander Gilbert ]Aku menggenggam tangan kanan Azalea sembari tersenyum menyambut tamu undangan yang hadir di acara pernikahan kami berdua. Ya, kalian tidak salah membaca. Hari ini aku dan Azalea resmi menjadi pasangan suami istri.Walaupun pernikahan kami tidak terlalu mewah nan megah seperti yang aku inginkan pada awalnya, tapi tidak masalah yang terpenting adalah Azalea kini sudah resmi menjadi istriku.Berbeda dengan aku yang memasang wajah bahagia dan senyuman lebar, maka Azalea hanya tersenyum terpaksa. Aku tau bahwa Azalea belum sepenuhnya mencintaiku, walaupun sudah mulai mencintaiku. Tapi tidak perlu khawatir soal itu karena aku akan membuat Azalea mencintaiku sepenuhnya."Selamat yah, sayang ... Kami bahagia atas pernikahan kalian." itu ucapan dari keluargaku.Tentu saja mereka sangat senang karena aku akhirnya menikah juga, karena di umurku yang sudah tidak muda lagi ini, mereka takut tidak ada yang mau
[ Bonus Part 8 ][ Azalea Achazia Clifford ]"Aku mencintaimu, Azalea Achazia Clifford."Deg deg deg ...Jantungku langsung maraton tidak jelas saat mendengar perkataan Om Alixander.Aku mundur saat Om Alixander melangkah mendekati diriku dan menggenggam ke dua tanganku."Aku serius, aku mencintaimu.""Tapi--""Aku tau perkenalan kita terlalu singkat untuk berkata cinta, tapi aku bukan remaja yang tidak bisa mengartikan perasaanku padamu. Aku tidak mau kehilangan kamu, mungkin kamu belum mencintaiku, tapi aku yakin kamu dapat mencintaiku, seperti aku yang mencintaimu." kata Om Alixander memotong ucapanku.Aku menunduk dan melepaskan genggaman tangannya. "Maaf aku tidak mencintaimu.""Bukan tidak, tapi belum." ralat Om Alixander."Aku pulang dulu, besok aku akan datang ke rumahmu bersama keluargaku, aku harap kamu dandan yang cantik. Dan memasang senyuman manis mu." lanjutnya lalu meninggalk
[ Bonus Part 7 ][ Normal ]Alixander mengulum senyuman saat melihat Azalea duduk sembari makan di depannya dengan pipi yang merona merah, bahkan sampai ke telinga. Rupanya gadis itu masih malu karena kejadian beberapa menit yang lalu saat gadis itu minta di ambilkan handuk olehnya.Walaupun Alixander belum mengenal Azalea cukup lama, tapi dia merasa seperti sudah mengenal Azalea cukup lama. Hatinya menghangat dan berdebar debar saat bersama Azalea, seperti remaja memang. Tapi itulah yang Alixander rasakan, jatuh cinta memang semenggelikan itu. Tidak peduli bahwa yang merasakannya adalah pria berumur seperti Alixander.Selesai makan malam, Azalea memilih masuk ke dalam kamarnya dan tidak mempedulikan Alixander. Namun sebelum menutup pintu kamarnya, Azalea berkata. "Kalau sudah selesai makan silahkan kamu pulang, tidak baik pria malam malam berada di tempat seorang gadis."Alixander tersenyum, ia mengendikkan bahunya acuh lalu kembali meng
[ Bonus Part 6 ][ Azalea Achazia Clifford ]Setelah hampir seminggu aku di rawat di rumah sakit, akhirnya kini aku sudah boleh pulang oleh Dokter.Selama hampir seminggu itu pula, Om Alixander terus saja menemaniku. Aku tidak tau apakah dia tidak ada kerjaan karena selalu bersamaku, hal itu tentu saja membuatku tidak enak.Sudah berkali kali aku menyuruhnya pergi, namun ia pergi untuk kembali. Maksudku, ia pergi hanya sebentar membeli makanan, lalu kembali lagi ke ruanganku."Sudah siap?" tanya Om Alixander."Om, kenapa baik sih sama aku ... Nanti aku bisa salah paham loh sama kebaikan Om ini."Om Alixander malah tersenyum, hal yang baru ku sadari jika senyumannya sangat mempesona."Salah paham bagaimana?" tanyanya pura pura tidak tau, tapi aku yakin dia jelas sudah tau maksudku."Aku bisa pulang sendiri." kataku mengalihkan pembicaraan."Bagaimana caranya? Jalan kaki?" tanyanya."Masih banyak taksi dan ojek online." balasku kesal.
[ Bonus Part 5. ][ Normal ]"Kakak, apa yang kakak lakukan?"Abby yang baru saja keluar kamar mandi setelah membersihkan diri dan ganti pakaian baru pun kebingungan melihat kakaknya yang tengah menangis sembari memeluk Alixander.Mendengar suara Abby, sontak Azalea langsung menghentikan tangisnya dan melepaskan pelukannya pada pria yang dia kira adalah Ayahnya."Loh ini bukan mimpi?" tanya Azalea bingung.Pria di hadapannya itu menggelengkan kepalanya dengan senyuman kaku. "Tidak, ini bukan mimpi.""Kamu---"Azelea menghentikan ucapannya, ia menunjuk Alixander dengan ragu."Perkenalkan aku Alixander Gilbert ... " kata Alixander.Azalea menelan ludahnya susah payah, ia lalu menatap Abby untuk meminta penjelasan.Abby pun mendekat ke arah Azalea dan berkata. "Om Ali yang bantuin kita kak, aku tidak tau apa yang akan terjadi dengan kakak kalau tidak ada Om Ali.""Om A-ali?" tanya Az