Tepat di saat bersamaan, Damien dan Dyandta tiba di rumah. Mereka saling bertatapan dalam diam. Ada rasa canggung karena masalah ini. Meskipun Damien sudah ada di depan mata, bibir Dyandta seakan sulit untuk bergerak. Harusnya Dyandta mengatakan apa yang sudah dirancang pikirannya. Tapi sulit sekali rasanya untuk mengutarakan itu semua."Kau darimana?" tanya Damien lembut. Pria itu berdiri dari kursi rodanya secara perlahan. Rasa sakit di lutut saat berdiri masih bisa dirasakan Damien. Ia sedikit meringis kecil.Dyandta gugup. Keringat dingin mulai menyelimuti tubuhnya. Apa yang harus ia jawab untuk pertanyaan itu? Haruskah ia mengatakan bahwa dirinya baru saja menemui George yang memergoki Damien bersama Velice?Saat Dyandta masih bermain dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba saja Damien mendekat. Membuat Dyandta sedikit menegang dan sulit untuk bergerak ke belakang. Ia ingin menghindari pria itu. Tapi kedua kakinya sama sekali tidak memberi dukungan.Kedua tangan Dyandta digenggam da
Damien menyugar rambutnya ke belakang setelah selesai mandi. Handuk berwarna putih masih melilit di pinggangnya, menutupi area sensitif hingga ke lutut. Sementara tubuhnya masih belum mengenakan apapun.Tadi, setelah meminum teh lemon buatan istrinya, Damien memutuskan untuk mandi. Tubuhnya terasa gerah dan lengket. Sekarang, ia sudah merasa segar dan siap untuk mengajak sang istri jalan-jalan, menikmati sore yang indah di pantai sambil menunggu senja.Damien menggunakan deodorant yang ada di atas meja rias, kemudian menyemprotkan parfum kesukaannya di beberapa area tubuh. Setelah itu, Damien meraih kaos berwarna putih serta celana jeans hitam favoritnya. Damien memakai pakaiannya dengan cepat, lalu merapikan rambutnya yang masih basah.Saat dirinya hendak beranjak keluar, ponsel yang sempat ia abaikan pun berdering. Letak ponsel itu ada di atas meja rias. Satu panggilan dari Velice, wanita yang terobsesi padanya."Apa dia tuli? Atau amnesia? Aku sudah mengatakan untuk tidak menghubun
Pantai merupakan salah satu destinasi wisata populer untuk menikmati pemandangan laut di sore hari. Salah satu pantai yang menjadi tujuan Damien dan Dyandta saat ini adalah Jones Beach. Pantai ini terletak di Wantagh, New York, yang memiliki pasir halus dan bersih. Jones Beach juga memiliki West Bathhouse dan kolam renang tepi pantai. Pemandangan sunset juga sangat indah di pantai ini.Dyandta sangat menyukai tempat itu. Damien mengambil salah satu tenda miliknya yang terletak di dalam bagasi mobil. Tenda itu selalu ia simpan di bagasi. Sejak dulu, sebelum disibukkan dengan pekerjaan, Damien selalu memanfaatkan waktu luangnya untuk mendaki bersama teman-teman, berselancar, dan piknik di tempat-tempat terpencil lainnya. Tak heran jika ia memiliki dua buah tenda yang ukurannya cukup untuk dua orang.Damien memasang tenda yang letaknya sedikit jauh dari bibir pantai agar tidak terkena air. Ia membiarkan sang istri menikmati suasana pantai sambil bermain air. Sesekali Damien memperhatikan
Pukul 01.00 dini hari, Dyandta terbangun karena merasa haus. Ia membuka mata sambil berusaha untuk duduk. Tubuhnya lelah sekali. Untuk melangkah saja rasanya berat. Dyandta melirik ke arah kiri, ternyata suaminya tidak ada di sampingnya. Dahinya mengernyit lalu bergegas keluar kamar. Barangkali suaminya sedang menonton televisi.Dyandta menuruni tangga sambil menguap karena masih mengantuk. Ia lupa membawa segelas air putih ke dalam kamar. Alhasil, ia harus repot turun ke bawah hanya untuk mengambil air minum.Saat kaki kanan Dyandta baru saja menyentuh anak tangga terakhir, sayup terdengar suara Damien sedang mengobrol dengan seseorang di telepon. Tapi nada suara Damien terkesan tegas, bahkan sampai memaki lawan bicaranya."Sudah kukatakan untuk berhenti menggangguku! Aku tidak akan meninggalkan istri tercintaku demi wanita sepertimu!"Kuat dugaan, wanita yang dimaksud suaminya adalah Velice. Karena hanya wanita itu yang belakangan ini menghantui rumah tangga Damien dan Dyandta.Di b
Damien dan Dyandta tiba di parkiran rumah sakit, tempat Dyandta membuka praktek. Mereka diantar oleh Tommy karena Damien masih trauma untuk menyetir sendiri. Tapi Dyandta sudah memberikan obat khusus agar trauma suaminya berangsur menghilang dan ini masih dalam proses penyembuhan.Pasangan pasutri itu berjalan masuk setelah turun dari mobil. Sementara Tommy pamit untuk ke kafe di sekitar rumah sakit sambil menunggu majikannya tersebut.Damien menggandeng mesra tangan Dyandta. Tidak peduli dengan beberapa perawat yang memperhatikan keharmonisan mereka. Langkah mereka terlihat santai, sampai akhirnya mereka masuk ke dalam ruang kerja Dyandta."Duduklah di sana," ujar Dyandta sambil menunjuk ke arah sofa yang dikhususkan sebagai tempatnya beristirahat. "Aku harus segera menerima pasien.""Baiklah. Semangat!"Dyandta tertawa ringan saat suaminya mengucapkan kata 'semangat' dengan wajah ceria. "Terima kasih, Suamiku. Aku akan mengambilkan minuman dingin untukmu.""Tidak perlu, Sayang. Aku
Velice menyimpan gunting itu di dalam tasnya. Ia akan menunggu waktu yang tepat untuk merobek bagian tubuh Dyandta. Tak peduli apa resiko yang akan diterimanya nanti. Yang jelas, Velice bisa melampiaskan amarah dan rasa kesalnya pada Dyandta, karena wanita itu adalah penghalang besar baginya untuk mendapatkan Damien.Sedangkan di luar ruang penyimpanan itu, Velice tidak sadar dengan kehadiran seseorang. Seseorang itu tak lain adalah Deborah, saudara kembarnya. Bukan bermaksud untuk mengikuti. Hanya saja, kebetulan sekali Deborah ingin masuk ke ruangan itu dan tidak sengaja mendengar ucapan kesal Velice, sebelum dirinya membuka pintu tersebut."Aku harus memberitahu Dokter Dyandta tentang hal ini. Aku tidak ingin Dokter baik itu mendapat perlakuan buruk dari adikku. Kurang ajar kau, Velice. Tidak akan kubiarkan kau menyakiti siapapun, termasuk Dokter Dyandta dan suaminya," gumam Deborah dan langsung menjauh dari ruangan itu.Langkah Deborah tampak tergesa-gesa. Ia memutuskan untuk perg
Malam ini, Dyandta tengah mengemas beberapa pakaian dan peralatan mandi di dalam koper. Sedangkan Damien sedang sibuk memesan tiket pesawat dan booking hotel untuk menginap. Damien duduk di bawah sambil menemani istrinya mengemas pakaian dan lain sebagainya."Sayang, tiket pesawat sudah kupesan. Kita mendapat penerbangan pagi. Hotel juga sudah aku pesan dan kita mendapat hotel yang bagus," ujar Damien setelah meletakkan ponselnya di atas kasur.Dyandta melirik sekilas ke arah suaminya sambil tetap menyusun pakaian di koper. "Kita mau pergi kemana?""Santorini."Dyandta terkejut mendengar jawaban suaminya. Santorini, tempat yang paling indah di Yunani. Ia memang sangat suka tempat itu. Bahkan pernah berharap dirinya bisa sampai di sana bersama orang yang ia cintai. Dan harapan itu terkabul. Padahal Dyandta tidak pernah bercerita tentang keinginannya itu pada Damien."Kenapa, Sayang? Kau tidak suka?" tanya Damien cemas."Suka. Aku sangat suka," Dyandta langsung menjawab dengan wajah sum
Dyandta berdiri di balkon kamar setelah selesai berenang dan berganti pakaian. Hari semakin gelap dan pemandangan pun semakin indah. Suasana indah di Oia, Santorini, membuat Dyandta tidak berhenti tersenyum.Wanita itu mengambil ponsel di saku celana, membuka kamera dan merekam pemandangan indah itu dari balkon kamar. Ia tidak menyadari, ada Damien di belakang yang sedang memperhatikannya.Damien juga mengarahkan kamera ponsel ke arah Dyandta. Mengambil potretnya lalu mempostingnya ke salah satu akun media sosialnya. Tak lupa ia menandai nama akun sang istri di postingan tersebut.Terdengar bunyi notifikasi dari ponsel Dyandta. Sontak Dyandta terkejut setelah melihatnya. Ia menoleh ke belakang lalu berkata, "Kenapa memotretku?""Kenapa?" tanya Damien, menghampiri sang istri yang sedikit cemberut."Posisinya tidak bagus.""Kata siapa?""Kataku," jawab Dyandta dengan nada ketus.Damien terkekeh lalu mengusap kepala Dyandta. "Sayang, fotomu itu bagus. Apalagi pemandangannya sangat menduk