Share

Naluri Hati Saling Mencintai

Hari sudah gelap, Alana gelisah karena tidak biasanya hujan turun sore ini. Ia seharian meninggalkan si kembar di rumah.

Alana berdiri di depan kantor dan ia menatap beberapa rekan kerjanya yang sudah pulang dengan mobil masing-masing.

"Ya Tuhan, bagaimana dengan si kembar di rumah?" lirih Alana kepanikan.

Tatapan mata Alana tertuju pada langit yang mendungnya semakin tebal. Demi anaknya ketakutan di runah, Alana tidak akan peduli air membasahinya.

Alana hendak berlari menembus hujan, namun seseorang menahan lengannya hingga membuatnya menoleh dengan cepat.

"Apa kau tidak tahu kalau sedang hujan?!"

Kedua mata Alana mengerjap pelan menatap Alex yang begitu dalam menatapnya, perhatian Alana tertuju pada tangan Alex yang begitu erat mencengkeram lengannya.

"I... Itu Pak, ada yang saya tinggalkan di rumah dan sangat membutuhkan saya, jadi saya harus pulang sekarang," jawab Alana dengan wajah panik dan cemas.

"Tapi sedang hujan Alana, kau bisa sakit. Aku akan mengantarkan...."

"Tidak Pak, terima kasih," ujar Alana melapaskan tangan Alex.

"Alana!"

Alex berteriak begitu Alana berlari menembus hujan, gadis itu berlari ke arah halte dan segera masuk ke dalam sebuah bus.

Di dalam bus, Alana duduk diam menatap pergelangan tangannya. Ia menyadarkan kepalanya di jendela bus dan mengembuskan napasnya panjang. Tatapan mata Alex yang masih terekam di benak Alana membuat gadis itu merasa ada sesuatu di hatinya.

"Apa yang terjadi hari ini, dari Pak Alex salah orang, sampai-sampai aku baper dengannya. Oh ayolah Alana, jangan mekikirkan soalan lain, pikirkan anak-anakmu!" tegas Alana pada dirinya sendiri.

Beberapa menit berlalu, Alana baru sampai di rumahnya. Gadis itu masuk ke dalam rumah dan ia mendapati rumahnya yang sepi.

Di atas meja ada beberapa potongan roti dan camilan. Mainan yang berserakan di mana-mana, Alana berlari naik ke lantai dua. Ia membuka pintu kamarnya dan melihat kedua anaknya yang tertidur di sana.

"Hufftttt... Ya Tuhan," lirih Alana memegangi dadanya dan kedua matanya terpejam.

Ia masuk ke dalam dan menutup pintu kamarnya hingga membangunkan Kenzo. Anak itu kaget dengan kedatangan sang Mama.

"Mommy!" pekik Kenzo berlari lompat dari atas ranjang dan memeluk Alana.

"Sayangnya Mommy, kenapa menangis nak?" Liana mengusap punggung kecil putranya.

Kenzo menarik tubuhnya, ia menatap sang Mama dan menangkup kedua pipi Alana dengan tatapan mata yang berkaca-kaca.

"Mommy ke mana saja? Kenapa baru pulang malam-malam? Kunzi tadi nangis Mom, di sekolah teman-teman jatuhin Kenzi dari ayunan," ujar anak itu bercerita.

Entah kenapa air mata Alana tiba-tiba menetes, ia mengusap pipi gembil Kenzo dan memeluknya.

"Maafkan Mommy ya sayang, Mommy harus kerja. Kalau Mommy tidak kerja, nanti kalian tidak bisa beli mainan," ujar Alana.

Anak itu mengangguk, Kenzo meraih tangan Alana ke arah ranjang dan memintanya untuk berbaring di sampingnya dan juga kembarannya yang tertidur sangat pulas.

Alana mengecupi pipi mereka berdua, harinya terasa pedih bertanya-tanya di mana suaminya. Kenapa dunia begitu kejam tidak memberikan jawaban padanya.

"Mommy-ku," lirih Kenzi membuka matanya dan melihat Alana di depannya.

"Mommy sudah pulang, Kenzi. Ayo bangun," ajak Kenzo menepuk pucuk kepala adik kembarannya.

"Mommy, Kenzi kangen," cicit anak itu.

"Mommy juga Sayang, tapi Mommy sekarang sudah punya pekerjaan. Jadi Mommy harus kerja, nanti kalau kalian pulang sekolah jangan ke mana-mana ya, Mommy akan memasakkan kalian pagi hari, jadi kalau kalian pulang sekolah, langsung makan dan jangan main ke mana-mana, paham?!" tutur Alana pada mereka berdua.

Kedua anak itu berebut memeluknya dan menganggukkan kepalanya. Alana merasa semua dingin di hatinya menjadi hangat begitu kembar memeluknya.

"Sudah-sudah, sekarang kalian bereskan mainan kalian, Mommy akan masak makan malam untuk kalian, okay?!" Alana tersenyum berseri-seri.

"Okay Mommy!" pekik keduanya.

Mereka langsung turun dari pelukan Alana dan berlari membuka pintu kamar. Alana segera membersihkan tubuhnya dan bersiap untuk membuatkan makan malam.

Namun saat Alana hendak beranjak, ponselnya berdenting dan nampak sebuah pesan masuk di sana. Ia membaca sebuah nomor asing.

"Pak Alex?" cicit Alana mengerutkan keningnya. "Kenapa dia memintaku membuatkan sarapan untuknya, besok? Hem, yang benar saja!"

Alana meletakkan kembali ponselnya dan ia bergegas segera mengurus si kembar dan juga dirinya sendiri.

Setelah Alana membuatkan makan malam untuk kedua putranya, mereka bertiga kini duduk bersama di ruang keluarga. Ia menamani si kembar belajar membaca dan Kenzi yang tengah menggambar.

"Mom, lihat gambaran Kenzi, bagus kan?!" pekik anak itu memamerkan gambarannya pada Alana dan Kenzo.

"Mana, mana, aku mau lihat juga!" pekik Kenzo merebutnya.

Senyuman berseri Kenzo mereka, hal itu membuat Alana juga ikut tersenyum cerah.

"Ini siapa, Sayang?" tanya Alana menunjuk sebuah gambar asing.

"Ini Kenzi, ini Kak Kenzo, ini Mommy, dan ini Daddy kita!" jawab anak itu bergitu gembira.

Kenzo cemberut. "Mom, semoga saja Tuhan tidak marah pada Kenzo dan mau mendengarkan doa-doa Kenzo sebelum tidur," ujar anak itu.

Segera Alana memangku mereka berdua. "Memangnya apa doa kalian? Kalian doakan Mommy, tidak?" tanya Alana berusaha ia mengalihkan pembahasan kedua anaknya.

"Iya, tentu saja. Kami berdoa semoga Mommy sehat dan cantik selalu, terus kita minta sama Tuhan buat bertemu sama Daddy. Kenzo sama Kenzi berdoa supaya Tuhan ngasih kita Daddy, biar Mommy tidak capek kerja lagi!" jelas Kenzo menatap cemerlang pada Alana.

Kedua anak itu memeluk leher Alana dan menghujani kecupan di pipi sang Mama. Alana memeluk erat-erat keduanya, ia sangat bangga dengan mereka berdua.

"Ya Sayang, semoga kalian bisa bertemu dengan Daddy ya," lirih Liana.

"Heem, iya Mommy," jawab kompak keduanya.

**

Alex malam ini masih di kantornya, ia menatap beberapa lembar formulis dan daftar riwayat hidup milik Alana. Tidak sama dengan Alana yang dulu, bahkan nyaris tidak sama.

Laki-laki itu memijit pangkal hidungnya, ia penasaran dan semakin ingin tahu dengan semuanya tentang Alana yang baru, Alana yang muncul dengan keadaan asing padanya.

"Alana, kenapa kau melakukan ini? Sekalipun kau tidak berbohong, aku tidak akan marah padamu," ujar Alex mengembuskan napasnya berat.

Benigno yang duduk di sofa sejak tadi sibuk menatap laptopnya, namun kali ini ia sibuk memperhatikan Alex.

"Tapi sepertinya Alana yang ini, bukan Alana yang dulu, Tuan," ujar Benigno.

"Aku tahu Benigno, tapi dengannya... Aku merasa bersama Alana."

Benigno tersenyum kecil dan ia mengangguk pelan.

"Tuan bisa menjadikan dia asisten Tuan, supaya dia tidak lepas begitu saja dengan mudahnya. Saya yakin dengan begitu Alana semakin terbuka pada Tuan, dan juga tentang kehidupannya."

"Bagaimana kalau dia sudah menikah? Sudah punya calon suami?" lirih Alex berdecak kesal.

"Apa Tuan menyukai Alana?" tanya Benigno tidak tahan untuk mempertanyakan hal ini sejak lama.

Alex menoleh dan tersenyum tipis. "Kalau aku tidak menyukainya, aku tidak mungkin terus memburunya, Benigno. Baik sekarang, Alana asli atau Alana yang baru, sekali dia orang yang sama, tidak akan akan lepaskan dia dari genggamanku!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status