Share

Pertemuan Untuk Sekian Lama

Siang ini Alex mengumpat-umpat kesal saat keluar dari ruangan meeting, pasalnya ia sudah membuat janji dengan untuk menemui karyawan baru yang ingin menjadi staf di kantornya, namun meeting malah terlambat beberapa menit.

“Ah sial! Kenapa meeting bisa terlambat sampai beberapa menit?!”

Seorang yang perfeksionis seperti Alex tentu saja pilih-pilih dalam banyak hal, termasuk mencari karyawan di kantornya.

“Tuan Alex!”

Suara Benigno menghentikan langkah Alex, laki-laki itu menoleh dan kembali berdecak.

“Tuan sudah ditunggu di ruang VIP, George sudah membaca surat lamaran pekerjaannya dan data-datanya juga, Tuan bisa langsung ke sana,” ujar Benigno.

“Ya,” jawab Alex singkat.

“Baik Tuan, saya akan....”

“Kerjakan perintahku Benigno! Sebelum aku membuatmu mennggembel di Barcelona!” sinis Alex dengan lirikan sinis dan senyuman smirknya meninggalkan Benigno.

Sementara di dalam sebuah ruangan, nampak Alana yang memegangi dadanya berupaya untuk lebih tenang. Sejak pagi tadi ini ia sudah berada di dalam sebuah kantor dan diminta menunggu pimpinan kantor terlebih dahulu, selama berjam-jam.

Ruangan berwarna abu-abu dan aroma maskulin yang menyeruak. Alana duduk merapikan blazer abu-abu yang ia pakai, dan rambut panjang hitam lurus rapi dengan bando putih yang ia pakai.

“Huffttt... Kenapa seperti mau perang saja, tenanglah Alana... Tenang,” lirih Alana menepuk dadanya dan menarik napasnya panjang-panjang.

Gadis itu menoleh ke arah pintu yang terbuka sedikit, ia langsung berdiri dan tersenyum tipis melihat seorang laki-laki yang berdiri di sana.

Alana dengan semangat tersenyum lebar membungkukkan badannya memberi hormat.

“Selamat Pagi, Pak,” sapa Alana dengan sangat manis.

Lain dengan laki-laki tampan menawan berbalut stelan tuxedo hitam yang berdiri mematung menatap gadis cantik di depan sana yang sudah dicarinya selama lima tahunan ini. Tatapan matanya penuh perasaan aneh yang tidak bisa dijelaskan.

Bagai terhantam batu besar dada Alex saat senyuman manis gadis itu tertangkap kedua matanya dengan rasa hangat yang menyeruak.

Tanpa menjawab apapun, Alex berjalan angkuh mendekati Alana. Laki-laki itu menatapnya dari ujung kepala hingga ujung kaki sebelum gadis itu mengulurkan tangannya.

“Perkenalkan Pak, saya Alana Stesia, saya yang semalam mengirimkan email ke kantor Bapak setelah saya tahu di sini menerima karyawan baru,” ujar Alana masih dengan tangannya yang menunggu dan senyumannya yang begitu manis.

Alex menerima jabatan tangan Alana dan malah menggenggamnya, menatapnya dalam-dalam.

“Kau sedang berpura-pura kan?” tanya Alex pelan dan dingin.

“Hah? Ma... Maksud Bapak apa? Ehh....” Alana memekik saat Alex menarik lengannya hingga Alana kian mendekat dan ia melindungi tubuhnya saat tubuh mereka begitu dekat.

“Harusnya kau tidak sebodoh ini, Alana!” bisik Alex dengan suara dalam yang mengerikan.

Tidak paham dengan apa yang Alex lakukan padanya, Alana langsung mendorong dada bidang laki-laki itu dengan tatapan nyalang.

Bisa-bisanya ia diperlakukan seperti ini padahal ia dan laki-laki di hadapannya ini belum pernah bertemu sama sekali.

“Tolong yang sopan ya, Pak! Saya ke sini hanya melamar pekerjaan karena saya butuh. Apa yang Bapak maksud tadi, saya sama sekali tidak mengerti!” pekik Alana.

Alex tertawa sumbang mengusap wajahnya dan memutar tubuhnya memunggungi Alana kemudian menatapnya lagi.

“Aku mencarimu selama ini, Alana! Aku mencarimu!” teriak Alex menggema di ruangan itu.

Tubuh Alana bergetar hebat dan ia menggeleng-gelengkan kepalanya mundur perlahan.

“Saya tidak mengenal Bapak, saya ke sini hanya ingin....” Ucapan Alana terhenti, tubuhnya bergetar dan kedua matanya berkaca-kaca, dibentak laki-laki ini membuat Alana teringat saat Papanya membentaknya, bahkan memukulnya saat dulu tahu Alana hamil, tanpa suami.

Tanpa mengatakan apapun, Alana meraih tasnya dan hendak berlari pergi sebelum Alex menarik pergelangan tangannya, menahan Alana untuk pergi.

“Tunggu!” Alex menariknya hingga Alana memberontak.

“Lepas!”

Alex menyerah, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Laki-laki itu melepaskan Alana, namun ia beralih berdiri di hadapannya membelakangi pintu.

“Okay, maafkan saya... Saya, saya mungkin salah orang,” ujar Alex mengusap wajahnya dan mengembuskan napasnya frustrasi.

Barulah Alana diam dan mengusap air matanya. Laki-laki itu menatap lekat wajah Alana yang sedih, wajah itu menyimpan banyak kepahitan yang tidak bisa Alex pahami.

“Apa kau benar-benar tidak mengenaliku? Alexsander Verolov,” ujar Alex.

Alana langsung mengangkat wajahnya, menatap Alex dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Mana mungkin saya mengenal orang terhormat seperti Bapak, saya hanya orang kecil,” jawab Alana, naik turun napasnya menatap Alex dengan aneh.

Senyuman tipis terbit di sudut bibir Alex, ia menyentuh satu pundak Alana dan memintanya kembali duduk.

“Lupakan kejadian barusan, silakan duduk,” ujar Alex.

Alana masih ragu, ia meremas map cokelat yang ia bawa dan duduk di kursi berhadapan dengan Alex.

Alex meletakkan sebotol air mineral di hadapan Alana, wajah takut gadis itu membuat Alex bergetar. Hatinya berteriak mengatakan sesuatu, entah kenapa Alana asing menatapnya.

“Dari mana asalmu, Nona Alana?” tanya Alex.

“Saya, saya tinggal di sekitar kota Barcelona saja Pak,” jawab Alana mencoba tenang.

Alex mengangguk, ia meraih berkas milik Alana. Data-data yang aneh, tidak seperti data Alana dulu, tanggal lahir, bulan, dan tahun pun berbeda.

“Ekhem....” Alex berdehem pelan, ia menatap Alana lekat-lekat, “jadi, kau ingin melamar sebagai staff di sini?”

“Iya Pak,” jawab Alana mengangguk kecil.

“Baiklah, kau diterima di sini. Aku akan membentuk team yang bisa bekerja sama denganmu nanti, di bawah naunganku!” seru Alex tersenyum tulus, untuk kali pertama.

Kedua mata Alana berbinar, “Bapak serius, saya diterima?!”

Alex mengangguk pelan, dapat ia lihat dengan jelas wajah bahagia Alana setelah tadi takut padanya. Nampak ada sesuatu yang begitu Alana perjuangkan saat ini. Entah gadis ini, Alana-nya yang dulu ia kenali, atau Alana yang hanya sekedar mirip wajah dan namanya, kebetulan gila bisa terjadi kapan saja.

**

Jam makan siang di kantor, Alana tidak pergi ke manapun, ia tetap diam di dalam ruangannya bersama tumpukan berkas-berkas.

Semua rekan kerjanya yang sudah kembali dari luar, mereka nampak bergurau dan mengabaikan Alana.

“Hei Alana, kau tidak makan siang?” tanya Bella, dia satu-satunya teman baru Alana yang sudi dekat dengannya.

“Aku lupa membawa bekal, aku pikir tadi tidak langsung bekerja. Jadi aku tidak membawa makan siang,” jawab Alana.

“Astaga Alana, harusnya kau bilang padaku. Aku bisa mentraktirmu,” ujar Bella.

Alana tersenyum manis, “terima kasih Bella. Tidak perlu repot-repot.”

Obrolan mereka terhenti saat pintu kaca ruangan tersebut terbuka, semua karyawan kembali ke tempatnya masing-masing dan semuanya diam.

Seorang Alexsander berjalan masuk ke dalam sana, wajah tampannya dingin dan datar.

“Tumben sekali dia masuk ke sini?” Bella berucap lirih.

Alana menoleh seketika, “memangnya tidak pernah ya?”

Bella menggelengkan kepalanya hingga akhirnya Alana gugup begitu sorot mata Alex tertuju padanya.

Kalang kabut Alana begitu Alex berjalan mendekatinya, jemarinya saling meremas sampai laki-laki itu berdiri di hadapannya.

“Sudah selesai tugas yang saya berikan?” tanya Alex dengan tenang, dalam suasana yang hening.

Alana langsung bangkit dan menyerahkan dokumen yang sejak satu jam lalu usai ia ketik.

Pekerjaan Alana selalu rapi, Alex semakin yakin kalau gadis ini adalah Alana. Tapi tidak mengingatnya, berpura-pura pun tidak akan sepolos ini.

“Bagus Alana, saya suka kinerjamu yang rapi dan cepat. Kalau kau menunjukkan potensimu pada kantor ini, aku bisa menaikkan jabatanmu dalam hitungan hari!” ujar Alex.

Semua orang mendongak menatap Alex terkejut, begitu pula dengan Alana.

“Sa... Saya?” Alana menunjuk dirinya sendiri.

Alex menganggukkan kepalanya, tersenyum tipis menatap rindu pada gadis di hadapannya ini.

“Ya, tentu! Karena kau, karyawan baru yang sangat istimewa, Nona Alana Stesia!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status