Share

4. Kepala Keluarga Maheswara

Suara deru nafas Surya seakan menjadi ancaman besar untuk Tamara. Suaminya menatap dirinya dengan sangat tajam.

"Sekarang kamu banyak berubah Tamara!" sentak Surya seakan mengenang masa lalu mereka.

"Maksud kamu apa Mas?? Bukan nya ini yang kamu mau dari aku??" 

Surya seketika terdiam. Bukan perubahan ini yang ia mau dari istrinya. Tapi perubahan yang jauh lebih baik.

"Aku sekarang Nyonya Besar di rumah ini. Aku tidak ingin diinjak-injak." 

"Dengan kamu bersikap seperti ini aku benar-benar kecewa sama kamu Tamara."

"Aku tahu. Kamu nyalahin aku seperti ini karena mau belain menantu kesayangan kamu yang dari kalangan menengah itu kan??" Tamara sengaja memancing amarah suaminya. Ia paling tidak suka disalahkan.

Apapun yang ia lakukan demi masa depan putranya dan keturunan keluarga Maheswara.

"Elina tengah mengandung. Kamu jangan memperkeruh suasana." Andai Tamara bukan istrinya. Surya sudah dari tadi melenyapkan wanita yang ada di depannya ini seperti ia memusnahkan musuhnya.

Walaupun dirinya terkenal kejam dan juga dingin. Surya menyayangi istrinya. Tapi semakin ke sini, istrinya semakin banyak berubah dan terlalu mengatur rumah tangga putranya.

"Terus kalau Elina mengandung apa urusannya dengan aku?? Sampai kapanpun aku gak akan sudi mengakuinya menjadi cucu ku."

"Kamu merasa paling baik mencarikan pasangan untuk anak-anak??" tuntut Surya menatap tajam istrinya.

"Iya." Tamara merasa paling benar. Buktinya kedua putri mereka memiliki pasangan yang kaya raya sederajat dengan mereka.

Surya tersenyum sinis seakan merendahkan pemikiran istrinya yang terlalu dibutakan harta kekayaan tapi miskin attitude.

"Shaka Mahesa dan Naufal Hansen. Memang memiliki harta Berlimpah. Tapi pernah kamu melihat mereka bekerja? Menghidupi istrinya seperti orang lain? Yang mereka lakukan di rumah ini hanya tiduran sembari main game."

Dari mana suaminya mengetahui semua kelakukan kedua suami putri mereka. Melihat wajah kebingungan istrinya. Surya semakin ingin memojokkan istrinya agar tidak bisa berkutik lagi.

"Kamu tahu kan siapa aku Tamara Maheswara?" 

"Walaupun mereka main game tapi uang tetap mengalir. Tujuh turunan pun tidak akan pernah habis."

"Bukan masalah harta kekayaan tapi reputasi kita di dunia bisnis. Kalau sampai semua ini tercium oleh media. Maka nama baik Maheswara akan tercemar. Itu yang kamu mau, ahh?" 

Nafas Tamara tercekat. Apa yang dikatakan suaminya ada benarnya. Maheswara sekarang berada di peringkat pertama dari sekian banyak perusahaan di daerah mereka. 

Satu yang Tamara takutkan. Ia tidak ingin nama baiknya tercoreng dan menjadi bulan-bulanan teman-teman sosialitanya. Hanya dirinya yang berhak menindas orang, karena dirinya adalah nyonya besar Maheswara.

"Ak-aku akan bicarakan sama mereka." Akhirnya Tamara kalah telak dan akan memperingati kedua menantunya itu.

"Dan terakhir dari aku Tamara! Walaupun aku sangat mencintai kamu. Tapi kalau sampai kamu mencelakai calon pewaris Maheswara yang ada di perut Elina. Maka kamu tidak ada mendapatkan sepeserpun harta warisan Maheswara."

"Mas!" Teriak Tamara memanggil suaminya yang telah meninggalkan dirinya sendirian di kamar dengan emosi yang memuncak.

"Ini semua gara-gara Elina, Elina dan Elina. Aku akan segera menyingkirkan wanita itu."

***

"Pa!" Suara lembut seakan mengobati emosi Surya mendengar menantunya memanggilnya.

"Iya Elina," jawab Surya dengan suara dingin dan tegas. Di dalam ruangan mungkin Surya sama seperti putranya, mengubah intonasi suaranya dengan sedikit lembut. Tapi di luar mereka wajib berkomunikasi dengan suara khas masing-masing.

Surya memiliki suara khas dingin dan kejam. Sedangkan putra nya Aldinata memiliki suara khas slow namun datar dan menghanyutkan. Sebenarnya tidak ada bedanya. Namun Aldinata Maheswara harus banyak-banyak belajar dari sang ayah.

"Elina nyari Papa dari tadi. Elina dengar dari Bibi, Papa telah pulang."

Elina tidak sengaja mendengar dua maid muda yang di skors oleh mertuanya selama sebulan, karena berani membicarakan majikannya di belakang.

"Kamu tidak disakiti oleh mereka?" suara Surya seakan menuntut pertanyaan dijawab dengan jujur oleh menantunya.

"Sebenarnya...."

"Papa kapan pulang?" tanya Aldi tiba-tiba memotong perkataan Elina yang ingin jujur mengenai perlakuan Tamara dan kedua iparnya kepada dirinya. Namun semuanya gagal karena kedatangan suaminya.

"Beberapa jam yang lalu."

"Pah! Mas! Kita langsung ke meja makan. Elina tadi masak banyak sama bibi." 

"Iya sayang." Aldi mengusap surai istrinya lembut dan menuntun sang istri ke meja makan.

"Tunggu!" Tiba-tiba Surya memberhentikan langkah anak dan menantunya.

"Ada apa, Pa?" tanya Aldi.

"Kamu tidak becus menjaga istri kamu Aldinata Maheswara!" suara Surya berubah dingin.

Deg!

Nafas Elina tercekat. Belum dirinya menceritakan semuanya, mertuanya sudah mengetahuinya.

"Lihat sudut bibir istri kamu?" 

Plak!

Aldi meringis karena tamparan dari papanya yang tiba-tiba, membuat sudut bibirnya mengeluarkan darah.

"Sakit?" tanya Surya dengan suara dingin.

Aldi mengangguk. Sedangkan Elina mengusap darah dari bibir suaminya tanpa rasa jijik sedikitpun.

"Lihat sudut bibir istri kamu? Apa kamu pernah menyadarinya, ahh? Itu bekas tamparan bodoh! Dan kamu dengan santai nya tidak peduli dengan keadaan istri kamu."

"Maaf Pa...." Aldi menundukkan kepalanya malu tidak becus menjaga istrinya. 

Aldi beralih mengusap sudut bibir istrinya yang terlihat terluka namun ditutupi oleh bedak bayi yang lumayan tebal. Dia suami yang sangat bodoh. Bagaimana papanya tidak marah padanya.

"Jangan mengaku menjadi pemimpin perusahaan besar Aldinata Maheswara. Kalau memimpin keluarga kamu tidak becus." 

"Papa ingatkan sekali lagi! Utamakan istri kamu dari apapun. Dia wanita yang rela meninggalkan keluarganya untuk mengabdi padamu suaminya. Dia rela kesakitan selama sembilan bulan untuk buah hati kalian. Dan kamu masih kurang bersyukur? Keturunan Maheswara pernah mengajarkan kamu bersikap pengecut seperti ini?"

Sepasang suami istri tersebut menunduk mendengarkan nasihat dari sang kepala keluarga Maheswara.

"Mas Aldi tidak salah, Pa."

"Biarkan Papa mendidik anak Papa menjadi pria yang bertanggung jawab Elina. Jangan sampai keturunan Maheswara hancur karena suamimu yang tidak tegas."

***

"Wah masakan kak Elina sangatlah lezat." Naila memakan ayam goreng dengan sangat lahap dan memanggil Elina dengan sebutan yang sopan. Tidak seperti biasanya hanya menggunakan hanya nama.

"Besok kamu belajar memasak seperti Elina. Jangan membuat keluarga Maheswara malu!" tegas Surya membuat kedua putrinya menunduk lesu.

"Dan untuk kalian berdua para suami. Mulai besok pagi kalian akan ikut dengan saya bekerja di kantor pusat Maheswara Group."

Tidak ada yang berani bersuara, karena apapun yang diperintahkan oleh kepala keluarga Maheswara tidak terbantahkan.

"Baik, Pa." Mereka berempat kompak mengangguk dan menyetujuinya.

"Jangan menjadi suami yang pemalas. Karena istrimu juga butuh bimbingan bukan hanya uang."

"Contohnya Elina. Dia wanita yang hebat. Multitalenta. Menghormati suaminya, pintar memasak dan tidak suka menghamburkan uang untuk berfoya-foya."

Aldi yang mendengar pujian papanya untuk istrinya merasa bangga karena tidak salah memilih seorang istri. 

Sedangkan anggota keluarga yang lainnya seperti Tamara, Naila dan Keyra melirik sekilas wajah Elina tanpa minat. Hanya mereka bertiga yang paling sempurna di rumah sebesar istana ini dan Elina hanya berada di bawah mereka. Tidak sebanding.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Dandi Tewah
kerrrenn banget deh syg ga abisin
goodnovel comment avatar
Dandi Tewah
singkat kilat good jon
goodnovel comment avatar
Rozi Ojik
krennnnn hebatt thor
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status