Share

Bab 5

Author: Satama
last update Last Updated: 2021-08-21 00:48:40

 Selama beberapa minggu berikutnya, Jack secara teratur pergi ke tempat hiburan malam yang dikendalikan oleh keluarga Dicky. Dia membuat kontak dengan Rendy Surya Negara, putra bungsu dan manajer club malam itu. Dia memberi tahu Rendy bahwa dia tidak puas dengan keluarga Freddy. 

 Selama sebulan penuh, tidak ada hal penting yang terjadi. Kemudian suatu malam, beberapa hari sebelum Natal, Rendy memberi tahu Jack bahwa dia memiliki seorang teman yang ingin bertemu secara pribadi dengannya.  

“Siapa dia?” Jack ingin tahu.

 “Hanya seorang teman lama,” kata Rendy. "Dia ingin menawarkan sesuatu padamu. Bisakah kamu menemuinya di sini, setelah klub tutup? Pukul empat besok pagi?”

 Jack kembali ke kamarnya dan bersiap-siap. Dia berpikir sejenak untuk menelepon Freddy untuk memberitahunya tentang pertemuan itu, tetapi memutuskan untuk tidak melakukannya. Freddy tidak pernah berbicara urusan serius melalui telepon. Selain itu, pekerjaannya benar-benar rahasia. Bahkan Jhony atau Tommy tidak tahu apa yang diminta Ketuanya. Jadi dia mengeluarkan pistol, menyembunyikannya di balik jaketnya, berbaring di tempat tidur dan menunggu.

 Jack tiba di klub malam tepat sebelum pukul empat pagi. Penjaga pintu sudah pergi, tapi pintunya terbuka. Di dalam, terlihat klub itu gelap dan kosong, kecuali satu orang yang berdiri di belakang bar di bawah sorot remang-remang lampu. Itu Rendy.

 Jack berjalan ke bar dan duduk. Rendy menawarinya minuman, tapi Jack menggelengkan kepalanya. Beberapa saat kemudian, pria kedua dengan mantel gelap dan topi abu-abu keluar dari bayang-bayang dan berdiri di samping Jack di depan bar.

 “Apakah Anda tahu siapa saya?” katanya, wajahnya tersembunyi dalam bayangan.

 "Aku mengenalmu," jawab Jack.  "Kau Doni Hermawan."

 "Kami membutuhkan pria sepertimu," kata Doni. “Kuat dan berbahaya. Saya mengerti Anda tidak senang dengan keluarga Freddy. Apakah Anda ingin bergabung dengan saya?”

 "Kalau uangnya bagus, mungkin aku akan mempertimbangkan untuk menerimanya"

 “Lima puluh juta sebagai permulaan.” kata Doni.

 Jack mengangguk pelan, berpura-pura berpikir.

 Doni mengulurkan tangannya. “Apa kamu setuju?”

 Jack melihat ke tangan Doni tapi dia tidak menerimanya. Sebagai gantinya, dia mengeluarkan sebatang rokok dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Rendy bergerak maju dengan korek api. Jack meletakkan tangannya di bar, membungkuk ke depan dan menyalakan rokoknya. Rendy memasukkan korek api ke dalam sakunya, tersenyum pada Jack dan dengan lembut menyentuh punggung tangan Jack. Lalu tiba-tiba, tanpa peringatan, dia mengambil lengan Jack dengan tangan yang lain.

 Sebelum Jack bisa bergerak, orang ketiga melangkah keluar dari bayang-bayang di belakangnya dan melilitkan tali tipis ke leher Jack yang tebal. Talinya ditarik kencang dengan kedua tangan dan menggenggamnya dengan erat. Pada saat yang sama, Doni mengeluarkan pisau dari saku di balik mantelnya dan menusukkannya langsung ke tangan Jack. Dia mencoba melawan, tetapi dia tidak bisa mengangkat tangannya ke tali yang melingkari lehernya. Mereka telah merencanakan semuanya dengan sempurna.

 Sementara Doni dan Rendy menahan satu tangan ke bawah, tangan lainnya dijepit ke palang dengan pisau. Tali itu ditarik semakin erat, menjerat tenggorokan yang membuat Jack tidak bisa bernafas sampai akhirnya dia berhenti bergerak dan jatuh perlahan ke lantai. Tapi Doni, Rendy dan pria lainnya tidak melepaskan jeratannya begitu saja selama beberapa menit lagi. Mereka perlu memastikan bahwa Jack, pria paling berbahaya dalam keluarga Freddy, sudah mati.

***

 Kemudian siangnya, pada hari yang sama, Tommy Sanjaya keluar dari toko besar membawa kantong belanja. Doni berdiri di samping mobilnya di seberang jalan, menunggunya lalu perlahan menghampirinya.

 "Apa kabar, Tom," Doni tersenyum.

 Tommy mengangguk gugup.

 "Aku senang bertemu denganmu," lanjut Doni dengan suara ramah. "Aku ingin bicara denganmu."

 “Aku tidak punya waktu untuk berurusan denganmu lagi.” kata Tommy, dan mulai berjalan pergi. Tapi dua pria melangkah maju dan menghentikannya.

 “Luangkan waktu, Tom,” kata Doni, tiba-tiba kurang ramah. “Masuklah ke dalam mobil.” Kemudian, melihat ekspresi ketakutan di mata Tommy, menambahkan dengan cepat, “Jangan takut. Jika aku ingin membunuhmu, kau sudah mati tanpa kau menyadarinya. Percayalah padaku.”

 Tanpa sepatah kata pun, Tommy masuk ke mobil.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Anak Mafia   Bab 68

    DING DING Ponsel Tommy di atas meja berbunyi, layarnya menyala menampilkan sebuah nama yang meneleponnya. “Jenny.” Gumam Tommy menatap layar ponselnya mengenali identitas si penelepon. Tommy mengangkat ponsel dan mendekatkan ke telinganya setelah menerima panggilan telepon itu. Dia mengangkat salah satu tangannya sebagai instruksi agar orang-orang di sekitarnya diam. Suasana menjadi hening dalam sekejap. Meskipun berada di dalam area night club, ruang VIP itu hampir sepenuhnya terisolasi dari kebisingan luar karena diselimuti peredam suara. “Apa kabar, Jen?” sapa Tommy dengan lembut. “Apa yang sebenarnya terjadi dengan Helen, Tom?” tanya Jenny terdengar lirih dari ponsel Tommy. Tommy sejenak terdiam tanpa ekspresi mendengar pertanyaan Jenny yang tanpa basa-basi. “Jawab aku, Tom.” Jenny mendesak Tommy. “Kau sudah mengetahui beritanya, Jen?” Tommy balik bertanya. “Apa maksudmu berbalik menanyaiku?” Jenny mulai terdengar marah. “Semua saluran berita menyiarkan ke

  • Anak Mafia   Bab 67

    Gatot sedang rebahan dia atas sofa panjang sambil menonton televisi di ruang keluarga rumahnya ketika hari menjelang gelap. Tiba-tiba dia terperanjat duduk. Matanya terbelalak menatap tajam ke arah televisi yang menayangkan siaran berita tentang kecelakaan. Tanpa dia sadari tubuhnya mulai bergetar saat matanya fokus memperhatikan dua gambar potret wajah orang yang sepertinya dia kenali. Itu adalah dua foto wajah Jordi dan Helen, keponakan Gatot. “Tidak mungkin.” Bisiknya lirih kepada dirinya sendiri seolah dia belum bisa menerima kebenaran dari kabar siaran berita yang ditontonnya. Beberapa saat Gatot terpaku menyaksikan siaran televisi dengan tidak percaya. “Kakak ipar!” teriak Gatot yang masih duduk tercengang menatap televisinya. “Kakak ipar! Kakak ipar!” Gatot terus berteriak memanggil Luciana dengan panik karena tidak segera mendapatkan respons. Luciana keluar dari dalam kamarnya yang tidak jauh dari tempat Gatot berada. “Ada apa, Gatot? Kau berisik sekali” kata Luciana

  • Anak Mafia   Bab 66

    Jordi mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang melaju di tengah padatnya jalanan. Di dalam mobil suasana tampak canggung. Jordi dan Helen tidak berbicara satu sama lain. Sunyi. Hanya terdengar deru suara mesin kendaraan yang melaju di jalanan. Helen diam bersandar pada jok dan menatap keluar melalui kaca jendela mobil. Banyak hal yang sedang dia pikirkan. Jordi fokus menyetir sambil sesekali melirik ke arah Helen. Dia masih menganalisis sikap istrinya itu yang berbeda setelah bertemu dengan Albert. Jordi merasa seolah tidak mengenal dengan sosok cantik yang duduk di sampingnya. Ding Ding Ponsel Jordi berbunyi memecah keheningan. Rangkaian nomor terpampang di layar. Itu sebuah panggilan telepon dari nomor yang tidak dikenanya. Helen seketika melirik layar ponsel suaminya dengan ekspresi penuh selidik. “Kenapa tidak diterima?” tanya Helen saat melihat Jordi yang hanya menatap layar ponselnya. “Oh. Hanya sebuah nomor, aku tidak mengenalnya.” Jawab Jordi ragu-ragu. “Mungkin

  • Anak Mafia   Bab 65

    Jordi dan Helen memasuki sebuah rumah mewah yang terletak di pusat kota ketika hari menjelang siang. Itu adalah rumah Albert. Albert yang sudah menunggu kedatangan mereka sedang duduk di ruang tamu rumahnya. Beberapa pria berdiri di belakang Albert. Albert bangkit dan tersenyum menyambut Jordi dan Helen. Jordi membalas senyuman itu saat menjabat tangan Albert. Mereka terlihat sangat akrab. Sedangkan Helen tampak canggung melihat pemandangan itu. Dia awalnya merasa biasa saja, namun sekarang dia merasa ada yang aneh. Jordi sebelumnya bilang tidak mengenal pria paruh baya itu. Namun, ketika Helen memperhatikan lebih lama Jordi dan Albert, mereka tampak mirip. ‘Siapa pria ini?’ ‘Apa hubungan dia dengan Jordi?’ “Jadi kamu Helen?” pertanyaan Albert membuyarkan pikiran Helen. Helena memaksakan senyumnya. “Betul.” Jawabnya singkat. Mereka berjabat tangan sejenak. Albert menatap lekat mengenali Helen. Secara naluriah dia mengagumi sosok cantik dan tenang yang diperlihatkan oleh

  • Anak Mafia   Bab 64

    Jam di pergelangan tangan Dedi menunjukkan pukul dua lewat empat puluh lima menit dini hari, ketika dia dan Dodi selesai mengemasi barang-barang bawaannya. Dedi dan Dodi sudah menggendong ransel masing-masing dan bersiap untuk pergi dari rumah Jhony. “Kami sudah siap berangkat, paman.” Kata Dedi hendak berpamitan kepada Jack. “Apakah Anda yakin akan tetap di sini?” Tanyanya untuk memastikan kembali keputusan Jack. “Pergilah! Jaga diri kalian baik-baik. Dan kalian tidak perlu mengkhawatirkanku.” Jawab Jack meyakinkan si kembar. “Baiklah, paman. Anda juga harus menjaga diri.” Kata Dodi tersenyum kepada Jack. “Jika terjadi sesuatu, Anda bisa menghubungi nomor saya, paman.” Kata Dedi mengingatkan Jack. “Kami akan segera membicarakannya dengan Gerry sesampainya di sana.” Jack tersenyum kepada si kembar. “Berhati-hatilah!” katanya dengan singkat sesaat sebelum akhirnya Dedi dan Dodi pergi menin

  • Anak Mafia   Bab 63

    Setelah Tommy dan anak buahnya pergi, terlihat jelas sekali Jack menampilkan ekspresi wajah yang tidak senang. Dia merasa tidak puas atas perlakuan Tommy kepadanya. Begitu juga dengan Dedi dan Dodi. Namun, mereka tidak memikirkan tentang terbongkarnya persembunyiannya dari Tommy, melainkan mereka lebih memikirkan semua ucapan Tommy sebelum dia pergi. Untuk beberapa waktu mereka bertiga hanya duduk dalam keheningan di dalam ruangan itu. Mereka terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing. “Apa yang harus kita lakukan selanjutnya, paman?” tanya Dedi yang memecah keheningan meminta pendapat dari Jack. Pertanyaan dari Dedi seketika menyadarkan Jack dari lamunannya. “Aku juga sedang memikirkannya.” Jawab Jack yang masih terlihat kebingungan. “Aku masih memikirkan perkataan Tommy. Entah kenapa aku merasa dia orang yang bersih.” Kata Dedi menyampaikan asumsinya. “Ya. Aku juga.” Dodi menimpali untuk mene

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status