Share

Bab 6

 Sore itu juga, tanpa mengetahui bahwa Doni telah membunuh Jack dan menculik Tommy, Freddy menyelesaikan pekerjaannya di kantor perusahaannya. Dia mengenakan jasnya dan berkata kepada Yuna, sekertarisnya yang terlihat sedang sibuk menatap komputernya: “Beri tahu Heri untuk menyiapkan mobil, saya ingin pulang ke rumah.”

 “Saya yang akan menyiapkan mobil Anda, tuan," jawab Yuna. “Heri tidak bekerja, dia sakit hari ini.”

 Freddy tampak kesal mendengarnya. “Itu yang ketiga kalinya di bulan ini. Katakan padanya untuk menemuiku saat dia masuk. Mungkin lebih baik kamu segera mencari orang lain sebagai penggantinya untuk pekerjaan itu."

 Yuna segera berdiri. “Baik tuan, nanti saya akan mengurusnya.” Katanya kemudian bergegas meninggalkan ruangan.

 Freddy menunggu di dalam pintu sampai dia melihat Yuna memarkir mobil di luar. Gerimis mulai turun dan hari mulai gelap. Dia melangkah keluar dan hendak masuk ke mobil ketika dia memutuskan untuk membeli buah dari toko di seberang jalan. Dia menyeberang jalan dan menunjukkan kepada penjual buah jeruk dan anggur yang dia inginkan.

 Dia begitu sibuk memilih buah sehingga dia tidak melihat dua pria bertopi hitam dan jaket hitam panjang berbelok di tikungan dan berjalan cepat di sepanjang jalan ke arahnya.

 Dia mengambil sekantong buah dan membayarkan kepada penjual buah. Kemudian dia mendengar suara langkah kaki dua pria berlari ke arahnya. Tanpa berpikir, dia menjatuhkan sekantong buah dan secara mengejutkan dengan begitu cepat berlari, untuk seorang pria seusianya, kembali ke seberang jalan menuju mobilnya.

 Dia baru saja mencapai mobilnya berada, tangannya sudah memegang handle pintu mobil ketika kedua pria itu dengan cepat mengeluarkan pistol dari mantel mereka dan mulai menembak ke arahnya. Freddy ditembak beberapa kali di punggung.

 Yuna mendengar suara senjata, berlari keluar gedung. Dia sangat gemetar ketakutan sehingga dia hanya bisa berteriak keras meminta tolong saat melihat bosnya dihujani peluru. Tapi itu sudah cukup. Saat melihatnya berteriak, kedua pria itu berhenti menembak dan dengan cepat melarikan diri.

 Yuna menunduk menagis histeris dan menutup mulutnya yang terbuka dengan kedua tangannya ketika melihat tubuh Bosnya tergeletak di atas genangan darah.

 Tidak dapat mempercayai apa yang telah terjadi, dia terduduk di sebelah Bosnya melepas kacamatanya terus menangis dan berteriak histeris seperti bayi.

***

 Larut malam hari itu, Gerry dan Jenny keluar dari bioskop. Karena kuliahnya berbeda kota, Gerry tinggal lebih dari seratus kilo meter dari rumah keluarganya.

 Malam itu sangat dingin, Gerry dan Jenny saling berpelukan erat saat mereka berjalan perlahan di sepanjang trotoar yang ramai. “Apa yang kamu inginkan di tahun baru nanti?” tanyanya pada Jenny.

 Jenny tertawa dan mencium mesra pipi Gerry "Hanya kamu," katanya.

 Mereka berjalan sedikit lebih jauh, lalu tiba-tiba Jenny berhenti. “Gerry!” katanya, sambil melihat ke belakang, wajahnya pucat pasi karena terkejut.

 “Kenapa?” kata Gerry terkejut.

 Dia meraih tangan kekasihnya dan dengan cepat membawanya kembali ke depan sebuah rumah makan yang baru saja mereka lewati. Dia menunjuk tayangan pada televisi di dalam rumah makan itu. Gerry memandangnya dengan mata terbelalak. “FREDDY KURNIAWAN DITEMBAK LIMA KALI" dibacanya judul berita di bagian bawah layar televisi itu. Dia menatapnya dengan gemetar, dia melihat foto ayahnya.

 Tanpa memandang Jenny, dengan raut wajah panik, dia mengambil ponselnya dikantong celana dan menelepon Jhony.

 “Kakak?” dia berkata. “Ini Gerry. Apakah dia baik-baik saja?” 

 "Kami belum tahu, tapi lukanya cukup parah, Ger," kata saudaranya. “Kemana saja Kamu? Kami sangat khawatir.”

 Gerry seketika merasakan sesak di dadanya, dia merasa bersalah karena tidak pernah menghubungi keluarganya selama ini. “Kenapa itu bisa terjadi? Dimana paman Jack?” 

 “Aku juga tidak tahu. Tapi pulanglah secepatnya, Ger. Kamu harus bersama Mama untuk saat ini. Kami membutuhkanmu.”

 Gerry menatap tajam televisi itu lagi. 'FREDDY KURNIAWAN DITEMBAK LIMA KALI' ditatapnya lagi judul berita dengan perasaan marah bercampur kesedihan pada saat yang sama.

 Gerry membanting ponselnya hingga hancur berkeping-keping. Jenny, yang berdiri dihadapannya, menatapnya dengan air mata berlinang. Gerry menciumnya dan memeluknya erat. Kemudian, menjauh darinya, dia berkata, “Kembalilah ke rumahmu, Jen. Aku harus pulang.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status