Share

Bab 6

Author: Satama
last update Last Updated: 2021-08-21 01:45:36

 Sore itu juga, tanpa mengetahui bahwa Doni telah membunuh Jack dan menculik Tommy, Freddy menyelesaikan pekerjaannya di kantor perusahaannya. Dia mengenakan jasnya dan berkata kepada Yuna, sekertarisnya yang terlihat sedang sibuk menatap komputernya: “Beri tahu Heri untuk menyiapkan mobil, saya ingin pulang ke rumah.”

 “Saya yang akan menyiapkan mobil Anda, tuan," jawab Yuna. “Heri tidak bekerja, dia sakit hari ini.”

 Freddy tampak kesal mendengarnya. “Itu yang ketiga kalinya di bulan ini. Katakan padanya untuk menemuiku saat dia masuk. Mungkin lebih baik kamu segera mencari orang lain sebagai penggantinya untuk pekerjaan itu."

 Yuna segera berdiri. “Baik tuan, nanti saya akan mengurusnya.” Katanya kemudian bergegas meninggalkan ruangan.

 Freddy menunggu di dalam pintu sampai dia melihat Yuna memarkir mobil di luar. Gerimis mulai turun dan hari mulai gelap. Dia melangkah keluar dan hendak masuk ke mobil ketika dia memutuskan untuk membeli buah dari toko di seberang jalan. Dia menyeberang jalan dan menunjukkan kepada penjual buah jeruk dan anggur yang dia inginkan.

 Dia begitu sibuk memilih buah sehingga dia tidak melihat dua pria bertopi hitam dan jaket hitam panjang berbelok di tikungan dan berjalan cepat di sepanjang jalan ke arahnya.

 Dia mengambil sekantong buah dan membayarkan kepada penjual buah. Kemudian dia mendengar suara langkah kaki dua pria berlari ke arahnya. Tanpa berpikir, dia menjatuhkan sekantong buah dan secara mengejutkan dengan begitu cepat berlari, untuk seorang pria seusianya, kembali ke seberang jalan menuju mobilnya.

 Dia baru saja mencapai mobilnya berada, tangannya sudah memegang handle pintu mobil ketika kedua pria itu dengan cepat mengeluarkan pistol dari mantel mereka dan mulai menembak ke arahnya. Freddy ditembak beberapa kali di punggung.

 Yuna mendengar suara senjata, berlari keluar gedung. Dia sangat gemetar ketakutan sehingga dia hanya bisa berteriak keras meminta tolong saat melihat bosnya dihujani peluru. Tapi itu sudah cukup. Saat melihatnya berteriak, kedua pria itu berhenti menembak dan dengan cepat melarikan diri.

 Yuna menunduk menagis histeris dan menutup mulutnya yang terbuka dengan kedua tangannya ketika melihat tubuh Bosnya tergeletak di atas genangan darah.

 Tidak dapat mempercayai apa yang telah terjadi, dia terduduk di sebelah Bosnya melepas kacamatanya terus menangis dan berteriak histeris seperti bayi.

***

 Larut malam hari itu, Gerry dan Jenny keluar dari bioskop. Karena kuliahnya berbeda kota, Gerry tinggal lebih dari seratus kilo meter dari rumah keluarganya.

 Malam itu sangat dingin, Gerry dan Jenny saling berpelukan erat saat mereka berjalan perlahan di sepanjang trotoar yang ramai. “Apa yang kamu inginkan di tahun baru nanti?” tanyanya pada Jenny.

 Jenny tertawa dan mencium mesra pipi Gerry "Hanya kamu," katanya.

 Mereka berjalan sedikit lebih jauh, lalu tiba-tiba Jenny berhenti. “Gerry!” katanya, sambil melihat ke belakang, wajahnya pucat pasi karena terkejut.

 “Kenapa?” kata Gerry terkejut.

 Dia meraih tangan kekasihnya dan dengan cepat membawanya kembali ke depan sebuah rumah makan yang baru saja mereka lewati. Dia menunjuk tayangan pada televisi di dalam rumah makan itu. Gerry memandangnya dengan mata terbelalak. “FREDDY KURNIAWAN DITEMBAK LIMA KALI" dibacanya judul berita di bagian bawah layar televisi itu. Dia menatapnya dengan gemetar, dia melihat foto ayahnya.

 Tanpa memandang Jenny, dengan raut wajah panik, dia mengambil ponselnya dikantong celana dan menelepon Jhony.

 “Kakak?” dia berkata. “Ini Gerry. Apakah dia baik-baik saja?” 

 "Kami belum tahu, tapi lukanya cukup parah, Ger," kata saudaranya. “Kemana saja Kamu? Kami sangat khawatir.”

 Gerry seketika merasakan sesak di dadanya, dia merasa bersalah karena tidak pernah menghubungi keluarganya selama ini. “Kenapa itu bisa terjadi? Dimana paman Jack?” 

 “Aku juga tidak tahu. Tapi pulanglah secepatnya, Ger. Kamu harus bersama Mama untuk saat ini. Kami membutuhkanmu.”

 Gerry menatap tajam televisi itu lagi. 'FREDDY KURNIAWAN DITEMBAK LIMA KALI' ditatapnya lagi judul berita dengan perasaan marah bercampur kesedihan pada saat yang sama.

 Gerry membanting ponselnya hingga hancur berkeping-keping. Jenny, yang berdiri dihadapannya, menatapnya dengan air mata berlinang. Gerry menciumnya dan memeluknya erat. Kemudian, menjauh darinya, dia berkata, “Kembalilah ke rumahmu, Jen. Aku harus pulang.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Anak Mafia   Bab 68

    DING DING Ponsel Tommy di atas meja berbunyi, layarnya menyala menampilkan sebuah nama yang meneleponnya. “Jenny.” Gumam Tommy menatap layar ponselnya mengenali identitas si penelepon. Tommy mengangkat ponsel dan mendekatkan ke telinganya setelah menerima panggilan telepon itu. Dia mengangkat salah satu tangannya sebagai instruksi agar orang-orang di sekitarnya diam. Suasana menjadi hening dalam sekejap. Meskipun berada di dalam area night club, ruang VIP itu hampir sepenuhnya terisolasi dari kebisingan luar karena diselimuti peredam suara. “Apa kabar, Jen?” sapa Tommy dengan lembut. “Apa yang sebenarnya terjadi dengan Helen, Tom?” tanya Jenny terdengar lirih dari ponsel Tommy. Tommy sejenak terdiam tanpa ekspresi mendengar pertanyaan Jenny yang tanpa basa-basi. “Jawab aku, Tom.” Jenny mendesak Tommy. “Kau sudah mengetahui beritanya, Jen?” Tommy balik bertanya. “Apa maksudmu berbalik menanyaiku?” Jenny mulai terdengar marah. “Semua saluran berita menyiarkan ke

  • Anak Mafia   Bab 67

    Gatot sedang rebahan dia atas sofa panjang sambil menonton televisi di ruang keluarga rumahnya ketika hari menjelang gelap. Tiba-tiba dia terperanjat duduk. Matanya terbelalak menatap tajam ke arah televisi yang menayangkan siaran berita tentang kecelakaan. Tanpa dia sadari tubuhnya mulai bergetar saat matanya fokus memperhatikan dua gambar potret wajah orang yang sepertinya dia kenali. Itu adalah dua foto wajah Jordi dan Helen, keponakan Gatot. “Tidak mungkin.” Bisiknya lirih kepada dirinya sendiri seolah dia belum bisa menerima kebenaran dari kabar siaran berita yang ditontonnya. Beberapa saat Gatot terpaku menyaksikan siaran televisi dengan tidak percaya. “Kakak ipar!” teriak Gatot yang masih duduk tercengang menatap televisinya. “Kakak ipar! Kakak ipar!” Gatot terus berteriak memanggil Luciana dengan panik karena tidak segera mendapatkan respons. Luciana keluar dari dalam kamarnya yang tidak jauh dari tempat Gatot berada. “Ada apa, Gatot? Kau berisik sekali” kata Luciana

  • Anak Mafia   Bab 66

    Jordi mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang melaju di tengah padatnya jalanan. Di dalam mobil suasana tampak canggung. Jordi dan Helen tidak berbicara satu sama lain. Sunyi. Hanya terdengar deru suara mesin kendaraan yang melaju di jalanan. Helen diam bersandar pada jok dan menatap keluar melalui kaca jendela mobil. Banyak hal yang sedang dia pikirkan. Jordi fokus menyetir sambil sesekali melirik ke arah Helen. Dia masih menganalisis sikap istrinya itu yang berbeda setelah bertemu dengan Albert. Jordi merasa seolah tidak mengenal dengan sosok cantik yang duduk di sampingnya. Ding Ding Ponsel Jordi berbunyi memecah keheningan. Rangkaian nomor terpampang di layar. Itu sebuah panggilan telepon dari nomor yang tidak dikenanya. Helen seketika melirik layar ponsel suaminya dengan ekspresi penuh selidik. “Kenapa tidak diterima?” tanya Helen saat melihat Jordi yang hanya menatap layar ponselnya. “Oh. Hanya sebuah nomor, aku tidak mengenalnya.” Jawab Jordi ragu-ragu. “Mungkin

  • Anak Mafia   Bab 65

    Jordi dan Helen memasuki sebuah rumah mewah yang terletak di pusat kota ketika hari menjelang siang. Itu adalah rumah Albert. Albert yang sudah menunggu kedatangan mereka sedang duduk di ruang tamu rumahnya. Beberapa pria berdiri di belakang Albert. Albert bangkit dan tersenyum menyambut Jordi dan Helen. Jordi membalas senyuman itu saat menjabat tangan Albert. Mereka terlihat sangat akrab. Sedangkan Helen tampak canggung melihat pemandangan itu. Dia awalnya merasa biasa saja, namun sekarang dia merasa ada yang aneh. Jordi sebelumnya bilang tidak mengenal pria paruh baya itu. Namun, ketika Helen memperhatikan lebih lama Jordi dan Albert, mereka tampak mirip. ‘Siapa pria ini?’ ‘Apa hubungan dia dengan Jordi?’ “Jadi kamu Helen?” pertanyaan Albert membuyarkan pikiran Helen. Helena memaksakan senyumnya. “Betul.” Jawabnya singkat. Mereka berjabat tangan sejenak. Albert menatap lekat mengenali Helen. Secara naluriah dia mengagumi sosok cantik dan tenang yang diperlihatkan oleh

  • Anak Mafia   Bab 64

    Jam di pergelangan tangan Dedi menunjukkan pukul dua lewat empat puluh lima menit dini hari, ketika dia dan Dodi selesai mengemasi barang-barang bawaannya. Dedi dan Dodi sudah menggendong ransel masing-masing dan bersiap untuk pergi dari rumah Jhony. “Kami sudah siap berangkat, paman.” Kata Dedi hendak berpamitan kepada Jack. “Apakah Anda yakin akan tetap di sini?” Tanyanya untuk memastikan kembali keputusan Jack. “Pergilah! Jaga diri kalian baik-baik. Dan kalian tidak perlu mengkhawatirkanku.” Jawab Jack meyakinkan si kembar. “Baiklah, paman. Anda juga harus menjaga diri.” Kata Dodi tersenyum kepada Jack. “Jika terjadi sesuatu, Anda bisa menghubungi nomor saya, paman.” Kata Dedi mengingatkan Jack. “Kami akan segera membicarakannya dengan Gerry sesampainya di sana.” Jack tersenyum kepada si kembar. “Berhati-hatilah!” katanya dengan singkat sesaat sebelum akhirnya Dedi dan Dodi pergi menin

  • Anak Mafia   Bab 63

    Setelah Tommy dan anak buahnya pergi, terlihat jelas sekali Jack menampilkan ekspresi wajah yang tidak senang. Dia merasa tidak puas atas perlakuan Tommy kepadanya. Begitu juga dengan Dedi dan Dodi. Namun, mereka tidak memikirkan tentang terbongkarnya persembunyiannya dari Tommy, melainkan mereka lebih memikirkan semua ucapan Tommy sebelum dia pergi. Untuk beberapa waktu mereka bertiga hanya duduk dalam keheningan di dalam ruangan itu. Mereka terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing. “Apa yang harus kita lakukan selanjutnya, paman?” tanya Dedi yang memecah keheningan meminta pendapat dari Jack. Pertanyaan dari Dedi seketika menyadarkan Jack dari lamunannya. “Aku juga sedang memikirkannya.” Jawab Jack yang masih terlihat kebingungan. “Aku masih memikirkan perkataan Tommy. Entah kenapa aku merasa dia orang yang bersih.” Kata Dedi menyampaikan asumsinya. “Ya. Aku juga.” Dodi menimpali untuk mene

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status