Saat sedang membicarakan yang akan mereka rencanakan selanjutnya, mereka mendengar suara keras dari luar pintu, dan suara orang tertawa. Jhony, Gerry dan Beni bergegas keluar ruangan dan melihat Tommy berdiri di pintu depan, memeluk Angela, istrinya dan tersenyum.
Jhony, Tommy dan Beni duduk di kantor Freddy. Mereka berencana membunuh Doni, bertanya-tanya di mana Jack, memikirkan apa yang harus dilakukan jika Freddy benar-benar meninggal.
Gerry duduk di sofa, mendengarkan percakapan mereka, tetapi tidak diizinkan untuk berbicara. Ada ketukan di pintu, dan mereka mengetahui itu adalah Heri setelah membuka pintu. Dia menutup hidung dan mulutnya menggunakan masker, dan tampak sangat sakit.
"Ada seorang pria di gerbang menunggumu," kata Heri sambil memandang Jhony. "Dia bilang punya sesuatu untukmu."
Jhony memerintahkan Beni untuk melihat siapa dan apa itu. Lalu dia tersenyum pada Heri.
“Apakah kamu baik-baik saja, Heri?” Dia bertanya. "Kenapa kamu tidak pergi ke dapur dan mengambil sesuatu untuk diminum? Kamu terlihat menyedihkan.”
Setelah Heri pergi, Jhony menoleh ke Tommy. "Aku ingin kau membunuhnya malam ini," katanya. “Dia mengkhianati Ayah pada Doni. Aku tidak ingin melihatnya lagi.”
Tommy tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya dan hanya mengangguk. Baginya, itu hanya pekerjaan.
Kemudian Beni masuk kembali ke ruangan Freddy. Dia membawa sesuatu erbungkus rapi di dalam kertas cokelat besar. Dia memberikannya pada Jhony, dan melangkah mundur. Jhony membuka kertas itu. Di dalam, ada jaket Jack. Dan di dalam jaket, ada ikan mati.
Jhony menatap Beni, bingung. “Apa maksudnya ini?” Dia bertanya.
“Ini pesan pembunuhan," kata Beni dengan suaranya yang dalam dan tatapan tajam. “Artinya pemilik jaket ini sudah mati. Mereka telah membunuh Jack.”
Penjelasan Beni membuat yang lainnya terkejut dan marah. “Bajingan! Aku pastikan akan membunuh mereka semua.” Teriak Jhony berdiri dan matanya merah melotot.
***
Malam berikutnya, sebelum mengunjungi ayahnya di rumah sakit, Gerry makan malam dengan Jenny di hotel tempatnya menginap. Mereka tidak banyak bicara. Jenny terus memandang ke seberang meja ke arah Gerry, merasa khawatir dengan kebisuannya.
Gerry meletakkan gelas anggurnya, kemudian berdiri dan berkata, “Aku harus pergi, Jen.”
“Bisakah kau mengajakku ikut bersamamu?” kata Jenny sambil menatap makanannya.
"Akan ada polisi di rumah sakit," kata Gerry sambil mengenakan jaketnya. “Wartawan juga disana. Aku tidak ingin membuatmu terlibat sedikitpun dalam hal ini.”
Jenny menatapnya sedih. Dia mengerti bahwa sejak penembakan ayahnya, Gerry menjadi seperti orang yang berbeda. Dia merasa Gerry bukan lagi orang yang di kenalnya. “Kapan kamu akan menemuiku lagi?” dia bertanya dengan berusaha tetap tenang.
Gerry merasa sangat sulit untuk menatap mata pacarnya. "Kembalilah dulu ke orang tuamu dan setelah urusanku disini selesai aku akan meneleponmu," katanya.
Tapi Jenny mengulangi pertanyaannya: “Kapan aku bisa bertemu denganmu lagi?”
Kali ini, Gerry menatap dengan bimbang. "Aku tidak tahu, Jen. Aku mohon, mengertilah!" katanya, menyentuh bahu Jenny dengan lembut. Kemudian, tanpa sepatah kata pun, dia pergi meninggalkannya duduk sendirian di meja dan berjalan menuju pintu.
Seketika Jenny merasakan dadanya bergetar mesarakan sakit yang tidak dapat dijelaskan. Untuk sesaat dia memikirkan sikap Gerry, Jenny benar-benar merasa tidak mengenalinya lagi, dan pikiran itu membuat air matanya memaksa keluar dengan sendirinya. Sambil menangis, dia berlari mengejar Gerry, namun dia sudah tidak lagi bisa menemukannya. Jenny duduk bersimpuh di trotoar jalan, menundukkan kepalanya. "Aku hanya ingin membantumu, Gerry". ucapnya lirih.
***
Di tempat lain, Gerry telah tiba di depan rumah sakit tempat ayahnya dirawat. Ketika dia turun dari taksi, dia terkejut melihat jalan di luar rumah sakit itu sepi dan kosong. Ketika dia menaiki tangga dan melewati pintu depan, dia bahkan lebih terkejut menemukan bahwa tidak ada seorang pun dari pengawal keluarganya di luar maupun dalam rumah sakit. “Dimana anak buah Beni?” pikirnya gugup sambil naik lift ke lantai empat. Dengan cepat dia berlari menuju ruangan tempat ayahnya berada dengan perasaan khawatir.
Tidak ada seorang pun di luar kamar ayahnya. Gerry membuka pintu dengan panik dan berjalan masuk. Dia menghela nafas lega melihat ayahnya sedang berbaring di tempat tidur, infus tergantung di sebelahnya. Saat Gerry berdiri di samping tempat tidur dan menatap ayahnya yang masih tertutup kedua matanya, dia mendengar suara seseorang membuka pintu di belakangnya .Dia berbalik dengan cepat. Itu hanya seorang perawat yang sedang berdiri menatapnya di ambang pintu.“Apa yang kamu lakukan di sini?” dia berbisik dengan nada marah.“Saya Gerry Kurniawan, ini ayahku. Kenapa tidak ada orang di sini. Apa yang terjadi dengan keluargaku dan para penjaga?”“Ayahmu memiliki terlalu banyak pengunjung hari ini. Polisi datang dan menyuruh mereka semua pergi lima belas menit yang lalu.”Gerry berpikir cepat. Dia mengangkat telepon di samping tempat tidur dan menelepon Jhony. Dia menyuruhnya mengir
Tommy dengan sekelompok pria datang untuk menjaga ‘Ketua’. Tommy melihat wajah Gerry berlumuran darah dan berkata, “Apakah kamu ingin melaporkan ini?” Gerry kesulitan berbicara, tetapi dia berhasil berkata, “Tidak apa-apa, Tom. Itu adalah sebuah kecelakaan.” Saat dia berbicara, dia tidak mengalihkan pandangan dari kapten polisi. Dia mencoba tersenyum. Dia tidak ingin menunjukkan kepada siapa pun bagaimana perasaannya yang sebenarnya saat itu. Benih balas dendam tumbuh di hatinya yang dingin. *** Pintu masuk ke jalan pribadi tempat keluarga Freddy tinggal penuh sesak dengan mobil dan pria bersenjata. Ketika Gerry turun dari mobil dan berjalan masuk, Beni datang menemuinya. “Kenapa semua bersenjata?” Gerry bertanya. “Kita akan membutuhkannya,” kata Beni. “Setelah Doni mencoba membunuh sang Ketua di rumah sakit, Jhony menjadi marah. Kami membunuh Rendy Surya Negara pada pukul empat pagi ini.”
Akhirnya, setelah banyak persiapan yang dilakukan, pertemuan antara Gerry dan Doni diatur. Pada menit terakhir, Jhony dapat menemukan di mana itu akan terjadi. Sebuah restoran keluarga kecil di pinggiran kota.Gerry menunggu sendirian, seperti yang disepakati dengan Doni, di luar restoran. Beberapa saat sebuah mobil hitam besar berhenti di depannya, dan Gerry naik ke kursi penumpang bagian tengah. Di kursi belakang duduk Doni dan Kapten Jarot, meskipun malam ini polisi itu tidak berseragam.Doni meletakkan tangannya dengan ramah di bahu Gerry dan berkata: “Saya senang Anda datang, Gerry. Kita akan menyelesaikan semua masalah kita malam ini.”"Hentikan omong kosongmu. Aku hanya tidak ingin ada orang yang mencoba menyakiti ayahku lagi.” jawab Gerry dengan suara yang tenang dan dingin."Jangan khawatir," kata Doni hangat. “Dia akan aman. Aku berjanji. Tapi tolong tetap berpikiran terbuka ketika kita berbi
Sejak dua puluh tahun yang lalu, ada tiga keluarga yang secara terang-terangan bersaing dalam berbagai hal untuk menguasai bisnis, baik itu legal maupun bisnis gelap. Mereka adalah Dicky Surya Negara, Johan Baskara dan Robertus Franky.Dicky dan Johan merupakan musuh sejak lama, karena sebagian besar bisnis mereka berada di wilayah yang sama. Jadi perseteruan mereka sangat sering terjadi. Hal itu sedikit berbeda dengan Franky.Namun sejak Johan meninggal, kepemimpinan beralih kepada Freddy Kurniawan. Semenjak saat itu kekuatan mereka jauh meningkat di atas keluarga Dicky. Itulah yang membuat Dicky lebih mengontrol diri dalam melakukan tindakannya.Sekarang, setelah penembakan Kapten Jarot, polisi mencoba membalas dendam pada kedua keluarga yang paling berpengaruh. Menyebabkan perang kedua Keluarga tersebut di awal tahun 2016 telah dimulai.Tapi ketika itu terjadi, Gerry tidak ada di sana. Dia sudah disembunyikan di sebuah tem
Pada siang hari, seminggu setelah tinggal didesa itu, Dia berjalan di pedesaan, mengenakan pakaian tua. Sepupunya, Feri, yang seumuran dengannya selalu menemaninya pergi ke mana-mana. Gerry sering memikirkan Jenny selama berjalan-jalan di bawah terik matahari yang putih. Dia merasa sedih dan bersalah karena telah meninggalkan kota tanpa mengucapkan selamat tinggal padanya.Hari itu, Gerry memutuskan untuk berjalan ke pegunungan menuju puncak bukit. Udara yang panas dan tenang kaya akan aroma jeruk. Sepanjang jalan, mereka bertemu dengan sekelompok gadis dan anak-anak yang sedang memetik buah. Mereka berhenti untuk melihat mereka lewat. Seorang gadis dalam gaun sederhana dengan keranjang di lengannya berhenti di depan Gerry untuk memetik jeruk. Gerry memperhatikannya, mempelajari bagaimana rambut cokelatnya yang panjang bersinar di bawah sinar matahari dan menutupi sebagian wajahnya. Tiba-tiba, gadis itu mengangkat kepalanya dan menatapnya. Dia memiliki
Suatu malam, di meja makan, Gerry memperhatikan bahwa Dewi mengenakan perhiasan yang dia berikan padanya. Itu adalah caranya untuk mengatakan bahwa dia menyukainya.Hari berikutnya, Dewi mengundang Gerry untuk berjalan-jalan di pedesaan, dan dia setuju. Mereka berjalan berdampingan, tetapi mereka berhati-hati untuk tidak saling menyentuh.Dua bulan kemudian, Gerry dan Dewi menikah. Dibandingkan dengan pernikahan saudara perempuannya dengan Raka di vila keluarganya yang mewah, itu adalah pernikahan dengan adat desa yang sederhana.Dewi mengenakan gaun putih sementara semua wanita lainnya mengenakan pakaian putih. Penduduk desa berdiri di jalan dan melemparkan bunga saat pasangan itu berjalan kaki dari pelaminan ke rumah Dewi di perbukitan. Para tamu pernikahan hanya penduduk desa dan kerabat dekat keluarga Handoyo. Pesta pernikahan berlangsung hingga tengah malam. Kemudian Gerry membawa Dewi pergi ke rumah pamannya, Gatot.&nb
Malamnya, Tommy duduk sendirian di kantor gelap Freddy, minum-minum. Dia tidak percaya bahwa Jhony sudah mati. Dia mendengar pintu di belakangnya terbuka dan tertutup. Saat berbalik, dia melihat Freddy Kurniawan. Dia tampak sangat tua dan lelah saat dia berjalan dengan kaku memasuki ruangan. Dia telah kehilangan berat badan, dan pakaiannya tergantung longgar dari tubuhnya. “Beri aku anggur,” katanya sambil menurunkan dirinya perlahan ke kursi kulit favoritnya. Dia menunggu sementara Tommy menuangkannya minum, lalu setengah berbicara, setengah berbisik: “Istriku menangis sebelum dia tertidur. Di luar jendela, aku melihat Beni dan anak buahnya di depan rumah dan ini hampir tengah malam. Jadi Tom, aku pikir kamu harus memberi tahuku apa yang sudah diketahui semua orang.” "Saya baru saja datang dan ingin memberitahu Anda Ketua," kata Tommy. "Tapi Anda butuh minum terlebih dahulu." “Ya” jawab Freddy menatap Tommy yang me
Jam tujuh pagi, Gerry dan Dewi terbangun dari tidurnya karena mendengar suara keras kutukan di pintu kamarnya. “Gerry!” Seseorang memanggilnya dengan nada panik. Dengan mengusap matanya, masih setengah sadar Gerry membuka pintu. “Ada apa paman? Sepertinya ada hal yang penting?” Gatot berdiri di depan pintu dengan gemetar, wajahnya terlihat sangat panik. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, dia menyodorkan koran kepada Gerry. “Apa maksudnya ini paman?” tanya Gerry menerima dan membuka koran yang terlipat. Seketika matanya terbelalak menatap halaman depa koran itu, terpampang foto Jhony hampir memenuhi satu halaman. ‘JHONATAN KURNIAWAN TERBUNUH DI JEMBATAN’. Air matanya tidak dapat tertahankan saat membaca judulnya. “Tidak mungkin.” teriaknya. Dewi bersandar memeluk suaminya. Gatot hanya bisa memandang keponakannya dengan tatapan iba. Gerry beberapa saat terlena dengan kesedihannya, sambil mengusap air matanya,