"Mati aku sekarang!" gumam Lusi.
Meskipun dia takut dipecat tapi wanita itu tetap datang ke ruang Valentino.
Begitu dia membuka pintu itu, dia langsung dihadapkan pada tiga pemuda yang tengah duduk santai dan juga Valentino yang tampak berdiri sambil bersedekap.
"Ya, Pak. Apa Bapak perlu sesuatu?" tanya Lusi takut-takut.
"Kenapa kau tidak langsung menghubungiku?" tanya Valentino langsung membuat Lusi tercekat
Memang benar, bukan salah Lusi sepenuhnya karena tidak percaya pada anaknya. Namun, tetap saja Valentino tidak bisa membuang rasa kesalnya pada Lusi lantaran telah membuat anaknya menunggunya begitu lama.
"Sa-saya sudah mencoba menghubungi Bapak, tapi Anda tidak mengangkatnya," jawab Lusi terbata-bata.
Lusi melirik ke arah tiga pemuda yang sedang menatapnya malas itu.
"Kenapa kau tidak mengirim sebuah pesan untukku? Atau mencoba menghubungi Ruslan?" tanya Valentino.
"M-Maaf, Pak. Saya salah," ucapn
"Jejak mobil itu menghilang tepat setelah teman Tuan Muda diturunkan, Bos.""Sial," umpat Ruslan.Pintar juga penculik itu, batinnya.Pria itu sudah menyelidiki plat mobil itu dan ternyata plat yang digunakan plat palsu. Tentu ini semakin membuat pencarian menjadi sulit."Bagaimana jika menghubungi polisi?" tanya Lusi yang tengah berada juga di kantor Valentino di apartemen Gardenia Hills. Lusi ditugaskan untuk mengawasi ketiga teman Vesa."Jika aku saja tak bisa menemukannya, bagaimana mungkin polisi bisa?" ucap Ruslan telak.Lusi mengangguk-angguk. Dia tahu hal itu benar. Dia sudah mengenal pria itu cukup lama dan selalu berhasil mengerjakan tugas apapun yang diberikan Bos besar mereka. Kemampuannya sudah tentu tak perlu diragukan lagi serta koneksinya yang sangat luas adalah kelebihan tersendiri yang dimiliki Ruslan."Ruslan, Omong-omong Bos di mana?" tanya Lusi yang tak melihat pria itu sedari Ruslan datang."Bos di H
Semua orang sontak mengatupkan mulutnya rapat-rapat saat melihat Ruslan datang dengan tatapan suramnya."Apa kalian sedang banyak waktu sampai bergosip di sini?" tanya Ruslan dengan suara sedikit keras.Tak ada satupun di ruangan itu berani menjawab."Kembali ke ruangan kalian masing-masing!" ucap Ruslan tegas.Satu per satu dari mereka langsung saja meninggalkan ruangan itu tanpa berani berbicara sepatah kata pun.Semua mengerti jika seorang Ruslan marah, mereka bisa habis. Orang kepercayaan Valentino dikenal tegas dan tak pandang bulu. Wanita maupun laki-laki, tua maupun muda, jika sudah membuat citra perusahaan menjadi buruk atau bahkan berani membicarakan Tuan Besarnya di belakangnya, dia tak akan melepaskan orang itu.Begitu mereka sudah tak ada lagi di sana, Ruslan mengembuskan napasnya lelah. Dia menyusul Valentino yang pasti telah berada di ruangannya di hotel itu."Apakah kau sudah menemukannya?" tanya Valentino begitu
Ruslan membaringkan Tuan Besarnya itu di dalam kamarnya. Pria itu menyelimutinya.Dia lalu keluar dari kamar itu dan langsung berhadapan dengan ketiga teman Tuan Mudanya."Apakah dia baik-baik saja?" tanya Derrick terlihat khawatir."Kenapa dia pingsan?" tanya Lay kemudian.Sebelum Lucas ikutan bertanya, Ruslan menyela, "Dia tidak apa-apa. Dia hanya terkejut.""Apa yang terjadi? Apakah ini berhubungan dengan Vesa?" tanya Derrick lagi. Dia masih ingat Valentino berteriak dan menyebut tentang putranya."Ya." Ruslan menjawab singkat."Vesa kenapa? Dia tidak apa-apa kan?" tanya Lucas cemas. Dia memang baru beberapa hari berteman dengan Vesa tapi rasanya dia sudah mengkhawatirkan pemuda itu.Ruslan mendesah dan terlihat ragu untuk sesaat. Dia sedang menimbang-nimbang apakah perlu menceritakan tentang Tuan Mudanya kepada tiga pemuda itu. Namun, setelah dia melihat raut cemas di wajah mereka, dia merasa tak ada salahnya bercerita. Toh
"Cepat kalian cari tahu informasi tentang dua orang itu," titah Ruslan cepat.Dia harus segera bergerak cepat untuk menyelamatkan Tuan Mudanya karena kalau tidak, dia takut Tuan Mudanya itu akan dibunuh mereka. Dan lagi, dia tidak sanggup jika harus melihat Valentino Araya kembali menderita karena kehilangan anaknya.Derrick ingin sekali bersuara tapi melihat tampang Ruslan yang sedang kebingungan itu, dia mengurungkan niatnya. Dia pun sekarang merasa tak berguna ada di sana. Dia melirik ke arah kedua temannya yang tampak bingung dan serba salah itu. Tapi keduanya membuat tatapan seolah menyiratkan jika mereka juga ingin pergi dari ruangan itu.Derrick mengangguk paham tapi sebelum dia berdiri, pintu ruang kerja Valentino telah dibuka dengan kasar. Valentino muncul dengan wajah mengerikan. Auranya dingin. Derrick bakan membeku di tempatnya, takut bergerak."Sudah ketemu?" tanya Valentino, matanya menatap Ruslan."Sudah, Tuan. Kami sedang mencari in
Ruslan masih belum bisa menemukan di mana tempat keberadaan Vesa. Dia hanya bisa mencari di gedung-gedung yang terlihat mirip dengan tempat di mana Vesa dihajar di dalam video itu.Hampir seharian penuh mencari, pria itu tak kunjung menemukan titik terang. Namun bukan Ruslan namanya jika dia putus asa begitu saja. Pria ini dikenal sebagai pria yang pantang menyerah maka dia pun tak kehilangan akalnya dan mencari lagi.Di dalam apartemen, Valentino sedang termenung sendirian. Pria itu menatap sedih ponsel putranya. Dia benar-benar tidak tahu apa yang akan dia lakukan jika sampai terjadi hal-hal yang mengerikan terhadap putranya.Setelah diam beberapa saat, dia melihat sebuah notifikasi dari sebuah email yang lagi-lagi tak dikenalnya.Dengan cepat dia membukanya. Benar dugaannya. Dari si penculik. Email itu berisi sebuah alamat. Dia membaca dengan hati-hati dan mendesah pelan.Pria itu tanpa berpikir ulang langsung menyambar kunci mobilnya dan
Valentino menghentikan mobilnya di sebelah gudang tua. Dia memarkir mobil itu di dekat pohon besar. Dia sedikit heran karena ternyata di pusat ibu kota di negaranya masih ada pohon rindang.Meskipun begitu, dia mengernyitkan dahinya saat mendapati jika lingkungan di sekitar tempat itu cukup kotor. Tempat itu hanyalah sebuah gedung tak terurus yang jelas-jelas jarang dijamah orang.Valentino melirik ponselnya lagi dan memastikan jika tempat yang dia datangi sudah tepat. Namun, dia keheranan karena tak melihat adanya manusia lain selain dirinya di dekat gedung itu. Tapi saat dia melangkah mendekati gudang itu, dia melihat beberapa mobil terparkir di sana."Siapa di sana?" ucap seseorang yang tidak terlihat sosoknya oleh Valentino."Valentino," jawabnya."Angkat tanganmu dan masuklah," ucap orang itu. Sebuah pintu besar terbuka secara perlahan.Gelap. Tak ada cahaya tapi setelah pintu itu tertutup, beberapa lampu menyala dan m
Ucapan Ruslan benar-benar membuat pemuda itu merasa jika dia memang bodoh. Kesalahan yang dia perbuat memanglah fatal. Dia telah membuat ayahnya sekarang ini berada dalam keadaan antara hidup dan mati.Valentino Araya koma. Dia memang telah melewati masa kritis dan bahkan peluru yang bersarang di perutnya sudah berhasil diambil. Beruntung peluru itu tidak mengenai organ dalam vital Valentino. Namun sayang, sampai delapan jam usai operasi itu dilangsungkan, Valentino belum mau membuka matanya.Vesa hanya bisa meratapi segalanya. Penyesalan sudah tak bisa dia bendung lagi. Dia terlalu larut dalam kesedihan hingga mengabaikan ketiga temannya sepenuhnya. Vesa hanya tetep berada di depan ruang inap rawatnya dan tak mau beranjak dari sana meskipun Ruslan sudah membujuknya berulang kali.Keadaan itu berlangsung hingga hari keempat Valentino dirawat. Pemuda itu tak beranjak dari rumah sakit sekalipun. Dia hanya ke kamar mandi saja dan tak keluar dari ruang rawat i
"Vesa, jangan seperti ini terus!" ujar Derrick White yang tak tahan melihat sahabatnya yang sudah hampir mirip seperti zombie.Pria muda itu sudah tak pernah mengurus dirinya hingga membuat sahabatnya itu cemas luar biasa.Vesa tak merespon ucapan Derrick."Vesa Araya, jika kau seperti ini terus, apa menurutmu ayahmu akan berterima kasih padamu? Apa ayahmu akan bangun hanya karena kau bertingkah seperti orang bodoh begini?" teriak Derrick.Vesa menatap kaget, ini pertama kalinya Derrick berteriak marah kepadanya seperti ini. Derrick White yang dia kenal adalah teman yang konyol dan sering membuatnya tak habis dengan tingkah anehnya. Namun, Derrick White yang sekarang sedang marah terhadapnya ini bukanlah Derrick yang seperti itu, melainkan Derrick yang tegas dan siap mengeluarkan taringnya saat dia marah.Derrick melihat wajah Vesa yang tampak kaget dan kemudian dia merendahkan suaranya, "Maaf. Aku hanya ingin kau bangkit. Ayahmu sudah m