Begitu sampai di rumah, aku membuang semua lauk pauk yang terhidang di atas meja.
Kalau dulu, aku pasti tidak rela melakukannya.
Sejak aku punya ingatan, aku sudah tahu kalau kondisi keluarga kami tidak baik. Semua yang aku makan dan pakai, berasal dari hasil menghemat ayah ibuku. Kami bahkan sangat jarang membeli pakaian baru.
Setiap tiga bulan sekali, ibuku akan membawa pulang sekantong pakaian lama. Dia menasehatiku, “Semua ini pakaian bekas kakak rekan kerja ibu. Sudah dicuci bersih, jadi kita nggak perlu beli yang baru lagi.”
Aku tidak tahu dari mana ibuku mendapatkan pakaian bekas ini. Sejak kecil, aku hampir tidak pernah memakai pakaian baru. Aku selalu memaksakan diri memakai pakaian bekas yang tidak sesuai dengan ukuranku. Teman sekelas juga menertawakan aku dan mengatakan aku ini pemulung.
Jadi aku belajar dengan giat, berharap suatu hari nanti aku juga bisa membeli pakaian baru dengan mengandalkan kemampuanku sendiri.
Setiap perayaan tahun baru, aku selalu menyerahkan semua angpao tahun baru yang diberikan para kerabat keluarga pada orang tuaku, dengan tujuan bisa mengurangi beban hidup mereka.
Namun siapa sangka, mereka tidak memiliki beban sama sekali.
Aku sudah menyelidiki, mobil mewah itu adalah aset milik keluarga Torna yang kaya raya di kota, tuan muda keluarga Torna pernah mengendarai mobil ini dan membawa seorang artis wanita pamer keliling kota.
Aku juga sudah membaca berita gosip saat itu. Wajah pemuda kaya itu adalah remaja yang aku lihat malam ini. Ternyata aku masih putri orang kaya!
Aku pikir ini sangat lucu. Setelah mengendus hidung, aku kembali mengobrak-abrik kamar orang tuaku.
Aku tidak tahu apakah mereka terlalu ceroboh atau bagaimana, mereka bahkan berani menaruh kontrak di rumah.
Ketika melihat nama ayahku tertera di atas kontrak bernilai ratusan juta dolar dan pulpen Montblanc terjepit di dokumen itu, hatiku yang sempat ragu-ragu akhirnya mati.
Aku mengembalikan barang-barang ke keadaan semula, kembali ke kamarku dengan tenang dan tidur terbungkus selimut.
Aku hanya berharap ketika bangun, semua ini hanyalah mimpi.
Ketika aku bangun keesokan paginya, kedua orang tuaku sedang sibuk di dapur.
Aku melihat sarapan di atas meja dan tiba-tiba menyadari, keluarga mana yang makan bubur seafood di pagi hari?
Rasa bubur ini sama persis dengan rasa seafood saat kami diundang profesor untuk makan malam waktu itu.
Aku melirik kantong sampah di pintu dan ternyata memang benar.
"Ayah, Ibu, apakah keluarga kita sudah menjadi kaya sekarang?"
Aku duduk di meja dan melihat mereka. Ibuku tampak terkejut, "Nia, kamu omong apa sih?”
"Lalu kenapa sanggup beli bubur seafood semahal itu?"
Aku menunjuk ke kantong sampah di pintu, wajah ibuku tiba-tiba berubah.
Ayahku terkekeh di samping, "Aku mendampingi bosku bekerja lembur tadi malam, dia memesan sebungkus untukku. Aku tidak rela memakannya, jadi aku bawa pulang.”
"Dengan gaji aku dan ibumu, mana mungkin kami sanggup membeli bubur seafood!"
Ternyata begitu, aku pun mengangguk. Sambil makan bubur, aku mencibir di dalam hati, bubur seafood, harganya sejutaan saja. Sedangkan Makanan yang tadi malam kalian makan setidaknya bernilai puluhan juta, ‘kan!
Kalau mereka benar-benar miskin, maka aku akan merasa semangkuk bubur ini enak bukan main.
Namun sekarang, rasanya hambar.
Aku hanya makan dua sendok dan berdiri.
“Aku dah kenyang.”
“Nia, kenapa kamu makan sedikit sekali? Apa kamu sakit?”
Ibuku tampak panik, cara dia memandangku juga tidak terlihat palsu.
Aku menggelengkan kepala dan tersenyum, “Tidak, bukankah hari ini mau ke rumah Kakek? Aku siapkan perutku buat makan enak nanti siang!”
Mendengar ini, ibuku menghela napas lega. Sedangkan ayahku, wajahnya terlihat sedikit bersalah. Saat hendak mengatakan sesuatu, teleponnya berdering.
Aku melirik layar ponselnya, muncul keterangan ‘Joe, putraku tersayang’.
Joe Torna adalah putra tersayang ayahku, lalu bagaimana dengan aku?
Ayahku buru-buru menuju ke balkon, ibuku juga ikut di belakangnya. Secara samar-samar, aku mendengar ayah mengatakan sesuatu seperti yang masuk akal, jangan sampai ketahuan aku atau hal semacam itu.
Hatiku benar-benar kecewa, ternyata mereka tahu, mereka bekerja sama untuk menyembunyikannya dariku.
Aku bahkan menaruh curiga kalau dunia yang aku tinggal ini hanyalah dunia rekayasa.
Namun semuanya juga sangat nyata.
Setelah menutup telepon, ayahku datang ke hadapanku. Dia mengeluarkan sebuah angpao merah dan memberikannya padaku, "Nia, tiba-tiba ada panggilan dari kantor, Ayah masih ada urusan, Ayah harus ke sana!”
Ibuku menghiburku, "Nggak apa-apa, Ibu akan menemanimu.”
Aku mengangguk, mengambil angpao itu dan memasukkannya ke dalam sakuku. Lalu membantu ibuku membereskan rumah, kemudian pergi ke rumah kakekku.
Ketika aku sampai di sana, saat masuk, kakek melihatku dan menarik tanganku, "Nia sudah datang, ya? Ayo cepat masuk, di luar cukup dingin!”
Telapak tangannya halus dan lembut, sama sekali tidak terlihat seperti tangan seorang pekerja tua.
Bangunan keluarga ini milik pabrik baja, konon katanya kakeknya adalah pekerja yang sudah lama berkerja di pabrik dan sudah pensiun.
Melihat penampilan kakek yang terawat dengan baik, dia tidak mirip pekerja kasar sama sekali.
Ketika nenekku melihat aku, dia buru-buru memberikan angpao merah padaku dan aku menerimanya, “Terima kasih, Nenek.”
Aku segera memasukkannya langsung ke dalam sakuku, ibuku yang ada di samping sedikit cemas, karena biasanya, aku akan memberikan uang itu langsung padanya setelah aku menerimanya.
Pada saat itu, ibuku selalu berkata, "Nia benar-benar bijaksana.”
Namun hari ini aku tidak seperti biasa, bahkan nenek tertegun sejenak, kemudian tersenyum dan berkata, "Sekarang, Nia juga sudah tahu menyimpan uang Tahun Baru sekarang!”
Aku mengangkat alis, tersenyum dan berkata, "Aku tidak menyimpan, Ibu bilang Tahun Baru harus memiliki suasana baru, aku ingin menyisakan uang saku untuk diriku sendiri.”
"Ya, Nia sungguh bijaksana, biaya kuliah dan biaya hidup, semuanya diperoleh sendiri!"
Tanpa perlu dikatakan, aku sudah tahu nenekku hanya memberikan aku paling banyak satu juta saja. Dibandingkan dengan uang kuliah, ini memang tidak seberapa!
Padahal mereka sangat kaya, tetapi mereka menipuku, aku tidak mengerti, didikan penuh penderitaan semacam ini, dilakukan hanya untuk menghadapiku saja, apalah artinya semua ini?
Nenek tidak mengatakan apa-apa, setelah masuk ke dapur, dia mulai sibuk memasak. Masakan yang dia sajikan, aku hanya makan dua suap saja, aku benar-benar kehilangan nafsu makan.
Makanan ini sama persis dengan yang aku lihat di restoran bintang lima tadi malam.
Sekarang aku semakin yakin kalau mereka semuanya kaya raya, kedua orang tuaku juga sangat kaya, tetapi mereka pura-pura miskin.
Bahkan kakek nenekku juga bekerja sama, berakting.
Setelah makan, ibuku menjawab telepon dan pergi dengan tergesa-gesa dengan dalih sibuk bekerja.
Kakek dan nenekku juga menguap dan tampak mengantuk. Aku juga tidak mungkin bisa duduk berlama-lama lagi, jadi mau tak mau, aku harus pergi.
Namun alih-alih pergi jauh, aku bersembunyi di sudut dan melihat semuanya dengan tenang.
Ternyata dugaanku benar, kurang dari 20 menit setelah aku pergi, sebuah mobil mewah berukuran panjang datang. Dikelilingi oleh sekelompok orang, kakek dan nenekku masuk ke mobil, mereka pergi tanpa menoleh ke belakang.
Aku menarik napas dalam-dalam, mengenakan topeng dan berjalan masuk ke dalam dan melihat beberapa bibi sedang membersihkan ruangan.
Salah satu dari mereka menghela napas, "Keluarga ini entah apa yang mereka pikirkan, mereka datang setahun sekali, setelah memasak dan makanan, lalu mereka pergi begitu saja!”
"Tapi mereka memberikan banyak uang kebersihan setiap kali datang!"
"Kamu tidak tahu, keluarga ini memang sudah seperti ini setiap tahun, ini sudah berlangsung selama lebih dari 20 tahun. Keluarga mereka masih memiliki vila di Chambort. Orang kaya ini datang untuk merasakan kehidupan rakyat biasa!"
Ketika aku mendengar mereka mengatakan ini, hatiku benar-benar kecewa.
Keluarga Torna terkaya di Chambort, vila mereka berada di Midvalley, aku mengendarai sepeda listrik pergi mencari ke sana.
Melihat vila indah yang terletak di lereng gunung, dengan pengawal yang menjaga di luar vila. Lokasi seperti ini, aku tidak berani memikirkannya sama sekali.
Ketika salah seorang pengawal melihatku datang, pengawal itu langsung mengusir, "Siapa kamu? Pergi, pergi!”
Aku menarik napas dalam-dalam. Saat berbalik hendak pergi, sebuah sepeda motor besar meraung melewati aku.
Aku pernah melihat sepeda motor ini di Internet, harganya hampir empat milliar. Pria yang berada di atas motor itu adalah Joe Torna.
Dia juga melihatku, dia terlihat sedikit terkejut, dia berhenti dan menatapku dari atas ke bawah. Dengan cibiran di wajahnya, "Ternyata tidak bodoh juga, masih tahu mencari sampai kemari.”
Aku tercengang, ternyata dia juga tahu soal keberadaanku!
"Kenapa? Kenapa ini bisa terjadi!”
"Joe, apakah aku putri yang mereka punggut dan pelihara? Atau kalian sedang melakukan proyek penelitian di mana aku ini hanya subjek pengamatan kalian?”
Joe sepertinya melihat aku kebingungan. Dia mengangkat alisnya, mengulurkan jari dan menggoyangnya, "Tidak, kamu juga bagian dari keluarga Torna, putri kandung.”
"Jika kamu ingin bertanya kenapa kamu hidup miskin. Itu hanya ada satu alasan, karena aku adalah satu-satunya pewaris keluarga Torna!"
"Nia Torna, kamu hanya lahir satu menit lebih cepat dariku. Atas dasar apa kamu mau rebutan denganku!"
"Ini bukan tempat untukmu, cepat pergi dari sini!"
"Anak yang menyedihkan, jangan melihatku seperti itu. Ayah dan Ibu, mereka membesarkanmu, juga banyak berkorban!"
"Omong-omong, kelak saat tahun baru, jangan pergi mencari Kakek Nenek lagi. Mereka sudah tua, tidak punya energi untuk menemanimu berakting!"
Joe menambah kecepatan dan bergegas masuk, sedangkan aku berdiri di luar melihat untuk waktu yang lama. Aku sudah mengerti semuanya.
Kelahiran aku dan Joe ini tampaknya berkaitan erat dengan warisan keluarga.
Namun apa yang salah denganku, aku hanya ingin mendapatkan cinta yang paling tulus dari kedua orang tuaku.
Mereka sudah berbohong padaku selama bertahun-tahun, tetapi kebaikan mereka terhadapku memang bisa dibilang cukup tulus.
Baru sekarang, setelah melihat vila dan sepeda motor itu, aku mulai curiga seberapa besar ketulusan mereka terhadapku.
Aku berbalik dan pergi.
Sebelum pergi, aku menelepon ayahku, "Ayah, apakah malam ini kamu akan pulang untuk makan malam?”
"Tidak pulang, Nia. Aku akan lembur malam ini. Selama tahun baru tiga hari ini, dibayar tiga kali gaji lembur!"
"Oh ya, ibumu juga sama!"
Padahal aku bisa mendengar dengan jelas suara deru sepeda motor dari ponselnya.
Aku hanya menjawab pelan, tetapi jauh di lubuk hatiku, aku sudah mengambil keputusan.
Ketika sampai di rumah, aku mulai mengemasi barang-barangku dan mendaftarkan diri untuk mengikuti proyek penelitian khusus yang diadakan pihak institut.
Proyek ini akan dilakukan di wilayah barat dan akan berlangsung selama tiga tahun, benar-benar terisolasi dengan dunia luar, tidak ada seorang pun yang akan menggangguku.
Setelah selesai beres-beres, aku pun mencuci foto bagian punggung Joe yang aku jepret sebelumnya. Lalu meletakkan foto itu di meja samping tempat tidur.
Hari itu, kedua orang tuaku tidak pulang, hanya aku seorang diri di rumah.
Aku menelepon ayahku lagi, tetapi sayangnya tidak ada yang menjawab telepon.
Di saat yang sama, Joekama, anak perusahaan dari keluarga Torna mulai membagikan angpao. Ada karyawan yang mengucapkan terima kasih pada bos mereka di Facebook.
Dia hanya karyawan biasa, tetapi angpao yang dia buka senilai enam juta!
Tidak sedikit karyawan yang memposting kompensasi tunjangan hari raya yang diberikan perusahaan.
Orang tuaku berada di atas panggung, satu mengenakan setelan jas dan yang satu lagi memegang gelas anggur merah, riasan ibuku tampak begitu indah dan penampilannya juga tampak sangat ekslusif.
Sedangkan Joe dijunjung di antara penonton. Masih ada foto mereka bertiga sekeluarga.
Orang tuaku sepertinya sangat yakin kalau aku hanya peduli mencari uang, tidak punya waktu untuk membaca gosip di Internet.
Dia lupa, aku ini hanyalah seorang gadis biasa yang mereka besarkan dengan cara hidup miskin, bagaimana mungkin aku tidak mengikuti sih?
Seorang reporter mewawancarai mereka dan bertanya tentang resolusi di tahun baru mereka.
Ayahku melihat ke kamera, "Tahun ini putraku Joe Torna berusia dua puluh dua tahun. Kami mengatur perjalanan setiap tahun, kami akan berangkat hari ini!”
Hatiku tiba-tiba seperti tenggelam, aku juga berusia dua puluh dua tahun. Tempat terjauh yang pernah aku pergi tamasya, hanyalah tamasya ke kebun binatang setempat yang diselenggarakan oleh pihak sekolah saat sekolah dasar.
Aku mencibir dan mengambil kartu rumah tangga dan menggosoknya.
Sungguh konyol kalau dipikir-pikir, orang tuaku memindahkan status kependudukanku ke sekolah sejak aku mulai kuliah.
Mereka bilang aku sudah dewasa dan aku sendiri yang bertanggung jawab atas diriku sendiri di masa depan.
Sekarang adalah saat yang tepat untuk pergi.
Aku membawa koperku dan pergi tanpa ragu-ragu sedikitpun.
Ayah, Ibu, selamat tinggal untuk selama-lamanya! Kita tidak akan pernah bertemu lagi.