Share

Dilema

"A-Abi sudah bangun?" tanya Swastika yang kaget Abi sudah berada didepan pintu kamarnya yang tidak terlalu jauh dari dapur.

"Tadi Mama bilang Papa Abi. Siapa Ma?" Abi balik bertanya pada Swastika yang terlihat salah tingkah saat ini.

"Itu loh. Papanya Abimanyu temen kamu saat sekolah diSurabaya dulu" Elena mencoba mengubah topik pembicaraan.

"Ahh.. Iya. Iya, kemarin Mama bertemu sama Papanya Abi. Abimanyu kebetulan dia ada rapat disini dan mampir keapotek Mama membeli obat" kilah Swastika meneruskan pembicaraan Elena.

"Ohh. kirain Papanya Abi aku" ucap Abi yang sudah tidak tertarik dengan obrolan tentang Papanya Abimanyu. Setelah bersalaman dan memeluk Elena, Abi kembali kekamarnya dan melanjutkan tidurnya karena hari itu hari minggu jadi dia bebas untuk bangun siang.

"Jadi ceritakan semuanya" pinta Elena yang sudah terlanjur penasaran. Swastikapun menceritakan kejadian semalam dengan menahan derai air matanya.

Berhari-hari setelah kejadian itu, Swastika semakin memperketat jadwal Abi. Dia memasukkan Abi kesalah satu tempat bimbel dan kursus bahasa. Hingga saat Oma Ratna berusaha menemui Abi disekolah dan tempat kerja Swastika tidak akan menemukannya. Setelah hari itu, Swastika benar-benar tidak mengijinkan Oma Ratna menemui Abi bahkan untuk melihatnya walaupun dari jauh.

Beberapa kali Oma Ratna datang ke apotek Swastika tapi tidak bisa bertemu dengannya. Hingga saat Oma Ratna nekat menunggu sampai hampir 3jam didepan apotek, akhirnya Swastika mengijinkannya masuk.

"Ibu kenapa keras kepala sekali. Saya sudah katakan untuk tidak menemui Abi lagi" tutur Swastika dengan rasa hormat agar Ibu Ratna bisa mengerti.

"Saya tidak tau ada masalah apa kamu dengan anak saya. Tapi saya benar-benar tulus menyayangi Abi bahkan sejak saya melihatnya pertama kali ditaman rumah sakit. Masih bolehkah saya bertemu dengan Abi? Saya sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Arya jarang ada dirumah, dia lebih sering berada di rumah sakit. Saya kesepian, Tika" ucap Ibu Ratna dengan suara bergetar menahan air mata yang sudah berada dipelupuk matanya.

"Saya hanya tidak mau berurusan dengan anak Ibu itu"

"Sebagai Maminya secara tulus saya meminta maaf atas nama anak saya, Arya padamu Tika. Entah kesalahan apa yang dia perbuat hingga kamu seperti ini. Tapi sekali lagi, saya meminta maaf dengan sangat tulus"

Swastika tidak menjawab, terjadi perang batin antara pikiran dan hatinya. Disatu sisi dia merasa seperti penjahat karena sudah memisahkan Abi dengan keluarga kandung dari Papanya termasuk juga dengan Papanya, disis lain, dia masih belum siap untuk bertemu dan berhubungan lagi dengan Arya. Kata-kata yang dulu Arya ucapkan selalu terngiang dalam kepalanya dan menjadi momok menakutkan untuknya. Setelah lama diam, akhirnya Swastika mengijinkan Ibu Ratna untuk bertemu lagi dengan Abi. Hanya bertemu dan tidak mengajak Abi pergi terutama pergi kerumah pribadinya.

Setelah mendapat ijin dari Swastika, Ibu Ratna berdiri dan memeluk Swastika dengan erat menyalurkan rasa bahagia yang dia rasakan dan mereka memutuskan untuk menjemput Abi pulang sekolah bersama.

Tanpa diketahui keduanya, sejak tadi ada sebuah mobil yang mengikuti mereka. Sedari tadi saat Ibu Ratna keluar dari rumahnya, mobil itu terus mengikuti bahkan juga berhenti lama didepan apotek Swastika dan sekarang mengikutinya ke sekolah Abi.

Dia adalah Arya.

Saat dibalkon tadi pagi, dia melihat Maminya keluar bersama sopir tanpa memberitahukan kemana tujuannya pergi. Padahal biasanya Maminya itu akan selalu cerewet memberinya kabar. Diapun memutuskan untuk mengikuti mobil ibunya bahkan masih mengenakan piyama tidurnya. Diapun ikut menunggi didalam mobil saat Ibunya dengan keras kepala ingin bertemu dengan Swastika padahal sudah jelas-jelas dia telah diusir. Hatinya ikut sakit saat seorang Ibu dari dokter bedah terkenal dan istri dari seorang pengusaha kaya diusir karena ingin menemui seseorang yang bahkan bukan siapa-siapa.

"Mama, Oma" teriak Abi setelah keluar dari gerbang sekolah kemudian berlari kearah keduanya. Setelah memeluk Mamanya, tidak lupa Abi memeluk Oma Ratna. Dia sangat merindukan Oma Ratna tapu tidak berani bilang dan hanya dia pendam sendiri. Abipun menggandeng keduanya menuju mobil.

Oma Ratna memutuskan untuk duduk dikursi belakang bersama Abi sementara Swastika yang berada dibalik kemudi. Mereka yang dibelakang asyik mengobrol dan bercerita. Abi bahkan menceritakan apa saja yang dilakukan disekolah hari ini. Melihat mereka bahagia dari spion dalam mobilnya, Swastika hanya tersenyum dan dia belum menyadari keberadaan mobil Arya yang masih saja mengikutinya.

Hari ini dia belum ada jadwal operasi jadi dia masih mengikuti mereka.

"Siapa anak laki-laki itu? Benarkah?" gumam Arya sambil memukul-mukul kemudi yang ada didepannya. "Tidak. Tidak mungkin waktu dia hamil. Kami hanya melakukannya sekali. Itu pasti anak orang lain" sambungnya.

Sebelum pulang, Swastika mengantar Oma Ratna terlebih dahulu karena sopir pribadinya tadi sudah disuruh pulang dan dia berjanji mengantar Oma Ratna pulang. Meskipun tidak bisa mengajak Abi masuk kedalam rumah, Oma Ratna sudah senang karena Swastika berbaik hati masih mengijinkannya bertemu Abi.

Sebelum kembali keapartement, dia menjemput Balin terlebih dahulu, karena Balin sedang berada di restoran cepat saji yang searah dengan jalan pulang untuk bertemu dengan kliennya. Arya yang masih mengikuti Swastika menduga bahwa Balin adalah suaminya dan Abi adalah anak mereka. Tapi semakin dia mempercayai itu, hatinya semakin terasa sakit.

Dia masih mengikuti mobil Swastika yang saat ini sudah berada disebuah gedung perkantoran dan ternyata Balin turun disana. Swastika menjemput Balin hanya karena Abi menginginkan burger yang dijanjikan oleh Balin saat melakukan videocall tadi. Dan setelah itu Swastika melajukan mobilnya menuju apartement agar Abi bisa istirahat.

Setelah mobil Swastika memasuki kawasan apartement itu, Arya berhenti dan tidak lagi mengikutinya. Setidaknya dia sudah tau dimana Swastika tinggal.

Diapun pulang kerumah karena merasa lelah setelah kemarin melakuka operasi yang memakan waktu lama.

"Darimana saja kamu? Katanya mau istirahat seharian ini" tanya Mami Ratna yang heran karena tidak biasanya Arya keluar rumah setelah melakukan operasi besar sampai tengah malam.

"Jalan-jalan" jawabnya sambil memegang tengkuknya yang terasa pegal.

"Makan dulu"

"Mami saja duluan. Arya mau istirahat" ucap Arya sambil menggelengkan kepala dan terus berjalan menuju kamarnya.

Sambil bersandar diranjangnya, dia melihat foto hasil jepretannya saat mengikuti Swastika tadi. Foto Swastika bersama dengan Abi yang sedang tersenyum bahagia. Tanpa sadar ujung bibirnya juga ikut terangkat. Dia tersenyum melihat foto itu.

Foto seorang gadis yang sudah menolongnya dan dengan bodohnya ia campakkan begitu saja dengan tak berperasaan.

"Tapi anak ini seperti tidak asing. Dia seperti mirip dengan seseorang yang aku kenal. Tapi siapa?" monolognya sembari zoom in foto Abi agar lebih jelas.

"Sudahlah. Buat apa juga aku peduli. Tidak ada untungnya juga" sambungnya kemudian mematikan ponselnya dan bersiap untuk tidur.

Sementara itu, Abi yang kekenyangan segera tertidur setelah mengganti pakaiannya dan Swastika membereskan tas dan seragam Abi karena besok masih harus dipakai lagi.

Tak lama, Elena datang setelah membereskan masalah butiknya yang baru kedatangan stock barang dari butik pusatnya di surabaya.

"Ayo. Makam dulu" ajak Swastika sambil memasak nasi goreng seafood untuk makan siang mereka.

"Lelah sekali" keluh Elena sambil meletakkan kepalanya dimeja makan.

"Apa tidak lebih baik kamu tambah karyawan saja? Kalau hanya bertiga seperti sekarang, kamu akan kewalahan seperti ini" ujar Swastika memberi saran.

"Iya. Nanti aku akan tambah pegawai lagi setelah membicarakannya dengan yang lain" ucapnya sambil menghirup aroma sedap dari masakan Swastika.

Merekapun menikmati makan siang sambil Swastika mendengarkan keluh kesah Elena yang merasa lelah.

"Aku juga mau cerita" ucap Swastika setelah memastikan Elena sudah selesai berkeluh kesah.

"Ada apa?" tanya Elena dengan mulut penuh dengan nasi goreng.

"Tadi Ibu Ratna mendatangiku lagi. Dia sampai menunggu selama 3 jam didepan apotek jadi aku menyuruhnya untuk masuk kedalam dan ternyata dia meminta ijin untuk bisa bertemu lagi dengan Abi"

"Terus jawaban kamu gimana?"

"Aku ijinkan. Tetapi tidak boleh mengajak Abi pergi-pergi terutama kerumahnya itu" jelas Swastika.

"Bagus. Yang terpenting jangan sampai kamu dan dia bertemu lagi" ucap Elena dengan kesal setiap kali Swastika membahas pria sudah mencampakkannya itu.

"Sudahlah tidak usah dipikirkan. Kalau kamu bagaimana? Hubungan kamu dan Doni baik-baik sajakan?" tanya Swastika yang heran karena sejak kemarin Elena sama sekali tidak membahas pacarnya itu.

"Doni. Dia.... Dia katanya mau ngelamar aku setelah pulang dari Singapura" ucap Elena dengan bahagia. Berbanding terbalik dengan apa yang dia ceritakan sebelum ini.

Dia akhirnya menceritakan apa yang sudah dia persiapkan bersama Doni dan bagaimana respon kedua orang tua mereka mengetahui bahwa anak-anak mereka akan melanjutkan hubungan kejenjang yang lebih serius.

Swastika merasa bahagia melihat sahabatnya ini bahagia dengan pilihannya. Walaupun sebenarnya, ada sesuatu yang ingin sekali dia ungkapkan tentang calon suami sahabatnya itu tapi dia urungkan dan akan mencari waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya.

"Mama"

"Mama"

"MAMAAAAA" teriak Abi dari dalam kamarnya yang membuat dua orang dewasa yang sedang berbagi cerita itu kaget dan langsung menghampiri Abi dikamarnya.

"Sayang, ada apa?" tanya Swastika sambil memeluk erat tubuh Abi untuk menenangkannya.

"Mama. Mama. Abi. itu. Abi"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status