Share

Tidak ada persahabatan murni pria dan wanita dewasa

"Ternyata benar kamu Swastika. Apa kabar? Kenapa kamu ada disini? Kamu kenapa?" tanya orang yang sedari tadi melihat kearahnya.

"Elena. Kamu Elena kan? Kabarku baik. Kamu gimana?" ucap Swastika setelah mengingat teman sebangkunya disekolah dulu dan orang yang selalu membelanya saat anak-anak lain mengganggunya.

"Kangen banget. Aku kehilangan kontak kamu setelah pindah kesini. Aku coba beberapa kali kirim pesan ke kamu lewat F* tapi tidak ada balasan sampai sekarang. Coba cari I* juga tidak ada" cecarnya panjang lebar.

"Aku juga kangen banget. Maaf aku ganti nomor karena waktu itu kecopetan diangkot. Kalau F* & I* aku sudah tidak main begituan lagi. Pengen hidup didunia nyata" jawab Swastika diiringi tawa khasnya.

"Kamu bisa saja. Kamu kenapa ada disini? Diatas kursi roda. Tadi aku juga lihat kamu pegang perut, Kamu hamil? Mana Suami kamu?" tanya Elena sambil celingukan.

"Tanyanya satu-satulah. Bingung jawabnya" keluh Swastika yang kemudian tertawa. "Iya aku hamil. Kemarin sempat kram tapi sekarang sudah lebih baik" sambungnya sembari melihat kearah Balin yang sudah mulai mendekat kemudian melambaikan tangannya.

"Maaf Lama" ucap Balin sambil menarik kursi roda Swastika menjauh dari Elena.

"Ini suami kamu?" seketika mata elang Balin mengeluarkan bombastis side eyes.

"Biasa aja dong. Aku colok nih matanya" celetuk Elena sambil menunjukkan dua jarinya yang diperagakan seperti akan benar-benar mencolok mata Balin.

"Bukan. Dia bukan suamiku. Ini Balin. Kamu lupa?" jawab Swastika sambil menahan tawa.

"Balin? Balin ya. Ehmm. Oh iya si Nerd kaca mata tebal?" tanyanya dengan mengedarkan pandangan ke Balin mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Sialan" umpatnya kemudian memalingkan wajah menghadap Swastika. "Emang dia siapa sih?" tanyanya tanpa mengeluarkan suara dan hanya seperti komat-kamit.

"Elena" bisik Swastika.

"Gadis bar-bar pengunggu kantin" ucapnya dengan nada tak kalah mengejek.

"Sialan" umpatnya sambil memukul punggung Balin.

Karena mereka ada didepan UGD dan pasien yang mulai berdatangan, akhirnya Elena memutuskan untuk mengantar Swastika, sementara Balin jalan lebih dulu sebagai penunjuk arah.

Disepanjang perjalanan, Swastika dan Elena saling bercerita kehidupan masing-masing tak lupa disisipi cerita nostalgia keduanya. Swastika juga menceritakan apa yang sebenernya terjadi padanya dan meminta pada Elena untuk tidak menceritakannya pada siapapun karena hanya Elena dan Balin yang dia percaya. Walau baru saja bertemu lagi, Swastika yakin Elena tidak akan mengkhianatinya, dia sangat mengenal Elena sejak dulu.

Mendengar cerita Swastika, Elena merasa simpati hingga dia berjanji akan mencarikan pekerjaan dan dia akan sering berkunjung ke tempat Swastika.

Elena adalah pemilik salah satu butik terkenal di surabaya, tidak heran ruang lingkup kenalannya sangat luas. Dia bahkan menjadi langganan para pejabat kalau akan menghadiri undangan dan mengadakan acara lainnya.

Setelah mengantar Swastika, Elena langsung berpamitan dan meminta maaf tidak bisa mampir karena anak buahnya menelfon memberi kabar bahwa ada istri pejabat yang hanya mau ditangani langsung oleh Elena. Sebelum pergi, diapun menyempatkan berpamitan dengan Balin dan Induk semang yang tidak lain adalah pemilik kontrakan.

Setelah menyerahkan fotocopy KTPnya, tidak lupa Swastika meminta maaf dan memohon pengertian untuk kondisinya saat ini. Pemilik kontrakanpun mengijinkan Swastika untuk tinggal menggantikan Balin disana.

Dari kejauhan, terlihat kasak kusuk Ibu-ibu sedang bergosip disela kegiatan mereka yang padat merayap bagai lalu lintas yang semrawut sambil memperhatikan Swastika dan Balin.

Balim kemudian masuk kedalam kontrakannya dan membereskan barang-barangnya yang dianggap penting sementara Swastika berada diluar masih mengobrol dengan Ibu pemilik kontrakan yang disebut induk semang itu.

"Sudah selesai. Aku pergi dulu. Jangan lupa vitaminnya diminum teratur. Kunci pintu SELALU. Kalau butuh sesuatu langsung telfon aku jangan sungkan" ucap Balin panjang lebar sambil mengeluarkan tas ransel besar dan beberapa kantong berisi pakaian dan keperluannya. "Besok pagi aku akan kesini lagi bawain kamu sarapan. Kalau ada menu khusus yang kamu mau bilang saja, Ok?" sambungnya.

"Siap" jawab Swastika dengan pose serasa tengah upacara pengibaran bendera.

Keesokan harinya, Elena datang membawakan banyak makanan juga cemilan-cemilan sehat untuk ibu hamil. Yang dia beli khusus setelah bertanya pada teman-temannya yang sudah pernah merasakan hamil.

"Aku sudah dapat pekerjaan buat kamu. Jadi karyawan disalah satu cabang apotek milik temanku. Dia baru akan buka cabang didaerah dekat sini. Bagaimana? Kamu mau?" tanya Elena dengan mulut yang terus mengunyah.

Sempat ragu karena dia tidak memiliki dokumen pendukung, tapi Elena meyakinkannya. Akhirnya Swastika menerimanya dan memastikan kembali apa benar temannya mau menerimanya tanpa jaminan apapun. Dengan percaya diri, Elena meyakinkan bahwa temannya itu akan menerima Swastika dan mengerti akan keadaannya. Teman Elena hanya berpesan agar karyawan lain yang juga bekerja disana jangan sampai tau karena akan terjadi kecemburuan sosial.

"Kamu yakin dia cuma teman kamu?" bisik Elena yang melihat Balin masih memarkirkan motornya.

"Iya. Dia temanku dari kecil" jawab Swastika dengan santai sambil mencicipin cemilan yang dibawakan Elena.

"Tapi menurutku tidak begitu. Tatapannya padamu sangat berbeda dan ingat ya, tidak ada persahabatan antara pria dan wanita dewasa" ucap Elena yang masih melihat kearah Balin yang sekarang sedang berjalan mendekati mereka.

"Jangan-jangan kamu lagi yang suka sama Balin?" goda Swastika sambil menyenggol lengan Elena yang sedari tadi hanya diam bahkan makanan ditangannya tidak segera dimasukkan kedalam mulut.

Setelah Balin bergabung dengan mereka, acara saling goda menggodapun dihentikan dan akhirnya mereka bernostalgia memceritakan hal-hal bodoh yang mereka lakukan selama sekolah dulu.

Satu minggu kemudian.

Cabanh apotek milik teman Elena dibuka. Swastika mulai bekerja disana dengan baik. Karyawan disana tau kalau Swastika sedang hamil, mereka memperlakukan Swastika dengan baik selama bekerja. Walaupun tetal ada satu dua orang yang selalu mengusik dan menggosipkannya yang tidak-tidak, dia berusaha menulikan pendengarannya dan fokus bekerja untuk mencari nafkah dan membayar hutang pada Balin.

Beberapa kali juga temannya yang tidak suka itu berusaha memfitnah Swastika agar keluar dari apotek itu, dia menganggap bahwa Swastika hanya akan menyebarkan aib karena hamil tapi tidak pernah memperkenalkan suaminya. Hanya Balin yang sering menjemputnya itupun dia perkenalkan hanya sebagai sahabat dan tidak lebih.

Diapun pernah difitnah mengambil uang dikasir dan salah memberikan obat saat terdapat banyak kustomer. Hinga kustomer datang mengkomplain dan marah-marah. Meskipun begitu dia tetap bisa membuktikan bahwa dia tidak bersalah dan masih dipekerjakan disana.

Beberapa bulan berlalu, perut Swastika sudah semakin membesar dan sudah turun ke panggul, tinggal 3 minggu lagi akan lahir dari tanggal HPL yang diprediksi oleh dokter kandungan langganannya.

Elena dan Balin berebut ingin memberi nama pada anak Swastika yang saat ini mereka sebut baby A. Setiap mereka bertiga berkumpul akan terjadi perdebatan yang berakhir pada Balin yang mengalah.

"Jadi gimana Tika? Namanya jadi pakai yang inikan?" tanya Elena dengan memasang bombastis side eyes pada Balin yang dengan cuek memalingkan wajahnya.

"Ehm. Gimana ya?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status