"Bu, mbak Tika tidak ada didalam kamar" bisik perias dengan terbata dan sangat pelan.
"APA? Jangan bercanda kamu. Acara sudah mau dimulai" jawab Bu Rudi. Ibunya Swastika yang saat ini sedang berada diantara keluarga Jamal. Dia langsung berdiri dan menarik tangan perias itu menjauh dari kerumunan."Ta-tadi mbak Tika minta ditinggalkan sendiri setelah make up untuk menenangkan diri katanya" jelas perias itu dengan sangat ketakutan."BODOH. Cepat cari" bentak Bu Rudi yang saat ini sudah seperti orang kesetanan.Mereka yang berada disana mencari keseluruh penjuru rumah dan sekitar rumah. Sementara itu, kondisi diluar sudah mulai riuh karena acara yang tak kunjung mulai."Bagaimana Pak? Apa sudah bisa dimulai acaranya? Saya sudah ada jadwal lain satu jam lagi" ucap penghulu sambil melihat jam tangan yang ada ditangan kirinya."Iya paman, mana calon istriku?" timpal Jamal."Tunggu sebentat saya cek kedalam dulu ya Pak mungkin masih bersiap agar bisa tampil cantik maksimal dihari pernikahannya ini" ucap Ayah Tika yang kemudian berdiri dan berjalan masuk kedalam rumah.Dia keheranan melihat keriuhan yang terjadi didalam rumah, istrinya segera menceritakan apa yang terjadi. Dia sangat marah dan mengumpat beberapa kali sebelum memutuskan untuk keluar.Dia berjalan gontai menuju panggung dan meraih microphone yang dipegang oleh pembawa acara. Beberapa kali dia menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan hingga gerak geriknya ini menarik perhatian seluruh tamu undangan termasuk keluarga Jamal."Ada apa? cepat bawa Swatika keluar" teriak Bapaknya Jamal yang merasa ada yang tidak beres.Dengan suara yang bergetar menahan amarah juga rasa malu, akhirnya dia berkata, "Mohon maaf sebelumnya untuk Bapak Penghulu, tamu undangan. Terutama saya meminta maaf sedalam-dalamnya pada keluarga besar Bapak Darmo, dengan sangat berat hati kami membatalkan acara pernikahan ini karena Swastika putri kami...... kabur" tuturnya yang kemudian menundukkan kepala. "BANGS**. Maksud kamu apa Rud? Kamu pikir acara ini lelucon?" bentak Pak Darmo, Juragan padi, Bapaknya Jamal."Sekali lagi, kami sekeluarga memohon maaf sedalam-dalamnya Pak Darmo" ucap Ayah Swastika dengan membungkukkan badannya."Maaf kamu bilang? Kamu sudah mencoreng nama baik saya. Dengan gampangnya kamu bicara seperti itu? Kami sudah berbaik hati menerima anak kamu yang hamil entah dengan siapa dan menikahkan Jamal dengannya. Tapi kamu justru melempar kotoran tepat didepan wajah kami. Memang keluarga kamu tidak punya sopan santun. Kamu harus ganti rugi semua biaya yang sudah kami keluarkan, kalau tidak, kamu dan keluarga kamu akan tau akibatnya" turur Pak Darmo yang merasa sangat kecewa dan marah besar.Pak Darmo mengajak istri, Jamal dan seluruh keluarganya yang datang untuk meninggalkan rumah itu dan menyuruhnya untuk tidak lagi menginjakkan kaki disana.Para tamu undangan dan penghulupun perlahan mulai pergi dengan bisik-bisik membicarakan apa yang baru saja terjadi.Sementara itu dilain tempat, Swastika yang tengah tertidur diatas pick up penjual sayur yang memberinya tumpangan menjauh dari desa dibangunkan oleh pemilik mobil."Sudah sampai mbak""Oh. Iya. Terima kasih Bang. Ini ongkosnya" ucap Swastika dengan menyodorkan uang yang dimilikinya."Tidak perlu mbak, buat mbaknya saja" tutur tukang sayur yang kemudian melajukan pick upnya menjauh.Swastika segera berjalan cepat menuju loket pembelian tiket dengan sesekali melihat sekitar, berharap keluarga atau warga sekitar rumahnya tidak ada yang melihat. Saat sudah didepan loketpun dia masih beberapa kali melihat ke belakang tapi tiba-tiba tangannya dipegang oleh seseorang dan seketika dia langsung berteriak ketakutan."Tika ini aku Balin. Hei. Tenang" ucap orang tersebut dan langsung memegang kedua bahunya. Swastikapun membuka mata dan kemudian bersandar ketembok dengan lemah.Balin membantunya berdiri dan setelah Swastika melakukan pembayaran, mereka duduk dibangku ruang tunggu."Pakaianmu kenapa seperti ini?" tanya Balin yang keheranan karena Swastika saat ini memakai kebaya khas pernikahan."Ya. Aku kabur dari pernikahan itu. Tolong jangan bilang siapapun" pinta Swastika sambil mengatupkan kedua tangan didepan dadanya dengan wajah sembab karena sejak semalam dia terus menangis, bahkan make up tidak bisa menyamarkannya."OK. Aku Janji tidak akan bilang siapapun. Terus sekarang kamu mau kemana?" tanya Balin sambil mengambilkan tisu untuk Swastika yang dipelupuk matanya sudah menggenang air mata.Swastika tidak menjawab dan hanya memperlihatkan tikeg bis yang baru dibelinya."Tujuan kita sama. Kita berangkat sama-sama. Kamu pasti tidak ada tujuankan disana?" tanya Balin dengan penuh keyakinan dan Swastika hanya menggelengkan kepalanya.Balin segera berlari keloket untuk menukarkan jadwal keberangkatannya. Dia sudah membeli tiket tapi jam keberangkatannya selisih dua jam dari Swastika. Walau dia harus terkena charge karena perubahan jadwal, dia tetap merubah jadwalnya.Sambil menunggu jadwal keberangkatan, Balin mengajak Swastika ke salah satu warung disekitar terminal. Disana Balin menanyakan apa yang sebenarnya terjadi hingga dia nekat melakukan hal ini.Swastikapun menceritakan semua yang terjadi padanya, termasuk siaap ayah dari anak yang sedang dikandungnya dan apa yang dia dapatkan dari keluarganya setelah tau tentang kondisinya. Dia bercerita sambil berlinang air mata dan dadanya terasa sangat sesak. Balin yang mendengar ceritanya saja dadanya terasa sesak."Tapi bukankah kamu seharusnya memberitahukan padanya dan bukannya lari seperti ini" tutur Balin."Tidak bisa. Dia belum ingin punya anak karena masih residen, dia pasti akan menyuruhku menggugurkannya, aku tidak mau" ucapnya sambil memegang perutnya yang masih rata. "Kamipun berbeda. Dia berasal dari keluarga terpandang sementara aku hanya rakyat jelata. Kami benar-benar hidup didunia yang sangat bertolak belakang" sambungnya.Balin hanya menggeleng dan kemudian mereka melanjutkan makan. Dan tidak lama, ada pemberitahuan bahwa bis mereka akan segera berangkat. Mereka segera bergegas masuk kedalam bis.dua belas jam berlalu, akhirnya mereka sampai di terminal Surabaya. Untunglah disepanjang perjalanan tidak ada masalah dengan kandungannya. Seolah sang anak mengerti apa yang sedang dilalui sang ibu."Setelah ini apa rencana kamu?" tanya Balin sambil menunjukkan pada Swastika apa benar tas yang dia ambil adalah tas milik Swastika."Aku mau cari kontrakan dulu terus baru cari kerja. Aku tidak bawa uang banyak tapi paling tidak masih cukup untuk hidup satu bulan kedepan" jawabnya."Ehm. Begini saja, untuk menghemat uang kamu, lebih baik kamu tinggal dikontrakanku. Nanti aku bilang ke Induk semang. Tenang saja, dia baik kok""Tapi...""Tenang. Aku akan tinggal dimess sampai kamu dapat kontrakan yang baru. Disana masih banyak yang kamar kosong. Dan santai saja, kamu tidak merepotkanku, jangan merasa sungkan. Aku akan coba carikan pekerjaan yang sesuai dengan bidang kamu. Aku punya beberapa kenalan yang bekerja di apotik. Siapa tau ada lowongan kerja disana" ucap Balin panjang lebar sampai mereka sampai di area parkir sepeda motor."Terima kasih" hanya itu yang terus terucap dari Swastika, dia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi kalau tidak bertemu dengan Balin kemarin."Sebelum kekontrakan kita mampir ke swalayan dulu ya. Aku tidak ada makanan ataupun bahan makanan dikontrakan, hanya ada soda dan air putih, bahkan magicom saja tidak pernah terpakai sejak aku membelinya" tutur Balin yang kemudian tertawa malu dan menggaruk kepalanya yang tertutup helm."Iya" jawab Swastika dengan menggelengkan kepala dan sudah tidak heran karena adiknyapun dirumah juga seperti itu, hanya mau terima jadi saja.Karena Swastika tidak memakai helm, Balin mengambil jalan memutar dan masuk keperkampungan. Sehingga mereka membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sampai dikontrakan. Disepanjang perjalanan, Swastika sudah merasakan perutnya sakit tapi masih bisa dia tahan. Tapi saat sudah sampai di depan kontrakan, perutnya terasa semakin sakit hingga dia bercucuran keringat dingin. Dia membungkuk sambil memegang perutnya."Kamu kenapa?" tanya Balin yang panik melihat Swastika kesakitan."Sepertinya kram" jawab Swastika terbata.Seketika otak Balin blank dan dia bingung harus melakukan apa dan hanya memegang lengan Swastika agar tidak jatuh. Ingin menggendong dan membaringkannya didalam rumah tapi dia ragu, Swastika pasti tidak akan mengijinkannya."Balin. Dia kenapa? Cepat bawa ke klinik" ucap Bang John, tetangga kontrakan Balin yang barusaja menjemur burungnya saat melihat Balin dengan wajah paniknya bersama seorang wanita."I-Iya Bang" jawab Balin yang dengan cepat langsung menggendong Swastika dan meletakkannya diatas sepeda motor kemudian melajukan sepeda motornya dengan sesekali menengok ke belakang melihat kondisi Swastika."Dokter, tolong perutnya sakit" ucap Balin setelah sampai di depan UGD memapah Swastika."Baringkan dibrangkar" ucap sang dokter yang kemudian memerikasa Swastika. Sementara Balin ke bagian administrasi diarahkan oleh salah satu perawat disana."Maaf Sus, minta tolong sampaikan ke dokterny kalau pasien sedabg hamil" pinta Balin."Baik akan saya sampaikan ke dokter" jawab perawat itu yang kemudian masuk kedalam tirai yang menutupi brangkar Swastika.Setelah diperiksa dan dipasang infus, kram perut Swastika sudah mulai membaik. Dia disarankan oleh dokter untuk banyak istrirahat dan minum vitamin. Dokter juga menjelaskan bahwa Swastika hanya kelelahan dan terlalu banyak pikiran saja, tidak ada yang serius, janinnya juga dalam keadaan baik-baik saja."Aku minta maaf ya merepotkan kamu lagi. Aku akan mengembalikan uang kamu kalau sudah dapat pekerjaan" ucap Swastika dengan lemah."Sudah jangan dipikirkan. Yang penting kamu dan anak kamu baik-baik saja" tutur Balin. "Oh. Iya. Bang John datang sama istrinya mau jenguk kamu. Apa boleh kesini?" sambungnya.Swastika hanya mengangguk, dia juga ingin mengucapkan terima kasih pada Bang John yang secara tidak langsung sudah membantunya.Setelah mereka mengobrol dan istri Bang John juga memberi wejangan-wejangan pada Swastika hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama hamil, mereka memutuskan untuk berpamitan karena hari sudah larut dan anaknya ditinggal dirumah.Keesokan paginya, Swastika sudah bangun sementara Balin masih tidur dikursi samping brangkarnya. Swastika memandang Balin dan menitihkan air mata. Perasaanya campur aduk menjadi satu. Balin yang mendengat suara sesenggukanpun terbangun."Kamu kenapa? Ada yang sakit? Perut kamu sakit lagi?" tanya Balin yang panik melihat Swastika menangis. "Loh. Loh. Loh. kok tambah kenceng nangisnya? Aku panggilkan dokter dulu ya" ucap Balin. Sebelum dia sempat beranjak tangannya sudah ditahan oleh Swastika yang sedari menggeleng tapi tidak disadari oleh Balin."A-aku tidak sakit. Hanya terharu saja" ucap Swastika sambil menghapus air matanya."Benar?""Iya""Ya sudah. Ini infus kamu sudah hampir habis. Nanti saat dokter visite akan aku tanyakan, Semoga kamu sudah diperbolehkan pulang" ujar Balin sambil membantu Swastika memakan sarapannya.Sekitar pukul 08.00 dokter datang untuk memeriksa keadaan Swastika dan menanyakan beberapa hal. Setelah memastikan keadaan Swastika membaik, dokter memperbolehkan pulang.Balin membantu Swastika menyelesaikan biaya administrasinya, dia juga membantu Swastika beranjak dari brangkar, bahkan sampai meminjam kursi roda yang ada diruang UGD. Setelah mendorong Swastika hingga depan UGD, Balin segera berlari mengambil sepeda motornya.'Terima kasih ya Nak, sudah mau bertahan sama Mama' monolognya sambil mengusap perutnya dan menunggu Balin.Tanpa Swastika sadari, ada seseorang yang sejak tadi mengamatinya, bahkan sekarang sudah berada tidak jauh darinya."Swastika""K-kamu......""Apa kabar Bapak Arya yang terhormat" ucap pria itu setelah melepas topi dan maskernya. Dengan masih memegang lengannya yang terluka. "Masih berani Anda menemui saya?" ucap Arya dengan tenang. "Kenapa saya harus takut? Saya tidak pernah melakukan sesuatu setengah-setengah. Kalau ujungnya saya pasti akan masuk penjara, kenapa tidak sekalian saja saya mengirim Anda menghadap Tuhan Anda?" pria itu tertawa seolah bangga dengan apa yang dia katakan. "Psikopat. Tunggu saja. Sebentar lagi akan ada polisi yang datang" dan benar saja, tidak lama memang ada polisi yang datang kesana. "Biarkan saja. Saya tidak takut" pria itu masih terus tertawa. "Pak Bramanto, apa Anda yakin keluarga Anda sedang dalam keadaan baik-baik saja saat ini?" gertak Arya yang tentu saja langsung membuat Bramanto ciut. Apalagi saat melihat senyum mengerikan yang Arya berikan, sungguh membuat bulu kuduk meremang."Apa yang Anda tau tentang keluarga saya? Mereka sudah berada ditempat yang aman" ucap Bramanto dengan
Pagi harinya, saat semua keluarga tengah berkumpul untuk sarapan, Arya dan David masih belum menampakkan batang hidungnya. "Kemana Arya? Kenapa belum turun?" gerutu Mamih Ratna. "Dia tadi malam sedikit mabuk Mih, mungkin masih tidur" jawab Swastika. "Akan aku coba bangunkan Mih" sambungnya. "Ya sudah. Suruh dia cepat mandi dan sarapan" "Iya Mih" Swastikapun meninggalkan makanannya dan bergegas menuju kamar Arya. Setelah menanyakan pada para pengawal yang berjaga didepan kamar, Swastika segera masuk. Dan benar saja, Arya masih tertidur pulas diatas ranjang dengan kemeja, celana panjang dan kaos kaki yang sudah berserakan dimana-mana. Swastika memunguti semuanya dan meletakkannya didalam paperbag yang semula berisi pakaian bersih untuk Arya berganti baju. "Ayo bangun" Swastika mencoba menarik lengan Arya untuk mengeluarkannya dari dalam selimut. "Hhmm" "Ayo. Mamih menunggu dibawah" "Biarkan saja. Kepalaku pusing sekali" "Makanya jangan mabuk. Kakimu jugakan masih sakit kenapa
"Aku tidak ingin pulang. Aku ikut kemana Anda pergi" ucap gadis itu dengan wajah memelas dan air mata yang masih menggenang. "HAH?" Rama yang bingung tidak tau harus membawa gadis itu kemana, akhirnya memilih untuk tetap meninggalkan acara pesta. Sebelum pergi dia mengabari Arya bahwa ada urusan mendesak yang membuatnya harus pergi lebih dulu. "Rama kenapa?" tanya Swastika yang mendapat bisikan mengenai kepulangan Rama. "Tidak tau. Katanya ada urusan mendesak" jawab Arya tidak peduli. Merekapun melanjutkan menikmati rangkaian acara lain dengan Abi yang sudah lebih dulu masuk kedalam kamar hotel. Arya sengaja memesan kamar hotel yang memang berada disatu lokasi dengan gedung tempat acara pernikahan Elena. Dia sudah menduga bahwa acara ini akan berlangsung hingga lebih dari tengah malam. Dia juga sudah memesan untuk yang lain termasuk Rama tapi karena dia sudah pulang lebih dulu, kamar itu hanya akan dihuni oleh David sementara Abi akan tetap bersama Ryan dan dua pengawal lain, da
Dua jam sebelum acara dimulai, mereka sudah berangkat beriringan menggunakan tiga mobil dan beberapa pengawal yang ada di belakang rombongan mereka. "Jangan cemberut sepert itu dong. Ayo senyum" goda David pada Rama yang kalah dalam tantangan tahan nafas. "Sialan. Ini tidak mungkin. Pasti kalian berdua curang" tuding Rama pada Abi dan David. "TIDAK" sangkal Abi dan David. "Itu hampir 15 menit. Tidak mungkin kalian bisa tahan nafas sampai selama itu terutama kamu" tunjuk Rama pada David. "Lebih baik kita nanti tanyakan pada Pak Arya saja" jawab David yang tertawa bersama Abi. Mereka merasa lucu melihat Rama yang uring-uringan karena tidak terima dengan kekalahannya. Setelah berkendara membelah kemacetan hampir 2 jam akhirnya mereka sampai ke tempat acara. "Wow. Dekorasinya cantik sekali" kagum Swastika yang lekat memandang dekorasi ruangan itu. Pada awalnya Elena menginginkan tema outdoor tapi karena ramalan cuaca yang tidak menentu akhirnya dia harus mengganti tema menjadi indo
"Wah, tadi itu benar-benar menyenangkan" ucap Abi kegirangan saat sudah masuk kedalam kamarnya. Tidak pernah dia membayangkan akan berada dalam situasi seperti itu. Sangat mirip dengan adegan perkelahian di film action yang sering ditontonnya. Seketika ponselnya bergetar menandakan ada sebuah pesan masuk. "Waaahhhh" teriak Abi kegirangan sembari joget-joget masuk kedalam kamar mandi. Pesan dari Arya yang berisi perintah untuk mulai belajar pisau dan pedang membuat adrenalin Abi terpacu. "Baru pulang sudah sibuk dengan ponselmu lagi?" Ucap Swastika yang keheranan dengan kelakuan Arya. "Hehe. Maaf. Sayang sini sebentar" "Ada apa?" Swastika mendekat membawa es jeruk dan beberapa cemilan. Arya merogoh sesuatu yang ada didalam sakunya dan menunjukkannya pada Swastika. "Marry Me?" ucap Arya tiba-tiba.Swastika yang kaget hanya bisa menutup mulutnya yang menganga. Jantungnya berdetak cepat sampai dia benar-benar tidak bisa berkata-kata. "Maaf karena tidak ada acara istimewa. Aku buk
Sampai dikantornya, Arya segera menuju ruangannya dan meminta Rama dan David untuk segera menemuinya. "Kamu istirahat disini dulu sebentar ya. Aku ada meeting sebentar dengan Rama dan David" ucap Arya setelah mengantar Swastika keruangan pribadinya. "Baiklah. Sepertinya ini perihal rahasia perusahaanmu. Aku akan tunggu disini" jawab Swastika. Sebelum meninggalkan Swastika disana, Arya meninggalkan kecupan dikening dan kemudian menggunakan tongkatnya untuk berjalan menuju ruangannya. Disana Rama dan David sudah menunggu. "Jadi bagaimana? Jelaskan" pinta Arya.Merekapun menjelaskan pada Arya mengenai bukti-bukti temuannya dan siapa saja yang dicurigai sebagai komplotannya. Rama juga menjelaskan bahwa disalah satu cabang perusahaannya, mereka berhasil membawa kabur sejumlah uang. "Kenapa bisa kecolongan lagi?" tanya Arya yang sudah kesal sedari tadi. "Maaf, kami tidak menyangka kalau komplotannya bahkan sudah ada dimana-mana" jawab David. "Untuk sekarang, semua yang ada di kantor c