Pertemuan dan kejadian itu cukup mengganggunya, bahkan membuat waktu tidurnya terganggu. Dia tak bisa memejamkan mata karena kejadian itu menghantuinya, kecupan singkat yang menyebalkan bagi Daryn. Namun tanpa sadar jarinya menyentuh kedua bibirnya sendiri, merasakan sentuhan itu.
“Apa yang aku pikirkan?” tegurnya begitu tersadar dari lamunan.
Daryn mengakui kegilaan Fara yang berani sekali melakukan itu padanya.
“Apa maksudnya?” Dia bertanya entah pada siapa.
Keheningan malam terasa begitu tenang. Hanya terdengar bunyi jangkrik dan binatang malam di kejauhan. Di remangnya cahaya lampu tidur, Daryn berbaring di atas ranjang, selimut menutupi setengah tubuhnya, kedua tangannya berada di atas dada, tatapannya tertuju ke langit-langit kamar, pikirannya berkelana lagi pada kenangan masa lalu dan pertemuannya dengan gadis itu.
“Aku ingin tahu siapa kau sebenarnya?” gumamnya ambigu.
Di hati kecilnya, Daryn berharap gadis itu adalah sosok yang dari masa lalunya, seseorang yang meninggalkan pertanyaan besar dalam otaknya. Dia mencari, tapi jejak gadis itu hilang terbawa angin. Semua perintah dia utarakan pada bawahannya, tapi semua usahanya mencari sosok itu tak membuahkan hasil hingga pada akhirnya dia memutuskan untuk menyerah.
“Kau datang saat aku menyerah. Lalu, bisakah kau memberi tahu aku siapa kau sebenarnya?” Lagi, dan lagi Daryn mengulang pertanyaan yang didengar keheningan.
Pada siapa dia akan bertanya? Tidak mungkin langsung pada gadis itu, bukan? Dia tidak bisa membuat seseorang yang tak ada hubungannta terlibat. Namun, bagaimana bila ternyata gadis itu memang yang membawa keponakannya pergi waktu itu?
Delvin tidur di kamarnya sendiri, tidak bersama ayahnya sekarang. Namun, semua orang tidak tahu apa pun tentang mereka yang sering kali menyebut Delvin sebagai anak rahasia Daryn sebab dia sama sekali tidak punya istri, atau bahkan mengumumkan pernikahannya. Semua informasi tentang ayah dan anak itu benar-benar tertutup. Hanya beberapa orang saja yang mengetahui kebenarannya, selebihnya adalah rumor yang disebarkan oleh orang-orang.
Siapa yang tak tertarik pada kehidupan seorang Daryn? CEO muda yang mengambil tanggung jawab besar usai ditinggal oleh ayah dan kakaknya. Meskipun ada ibu yang selalu mengawasi, Daryn sama sekali tak bahagia. Ada lubang besar dalam dadanya yang membuatnya menjadi seseorang yang tertutup. Demi ibu yang sering menjaga Delvin, Daryn harus melakukan semua perintah sang ibu, bahkan membuatnya kencan dengan seorang gadis padahal itu bukanlah tipenya.
Hidup Daryn sungguh sempurna, hanya saja dia tak begitu beruntung dalam asamara sebab sekali dia jatuh cinta, tak akan melepaskan siapa yang dia cintai, sejauh ini belum ada sekalipun dia memiliki mantan pacar, itu hanya formatilas saja. Berhubungan tanpa adanya rasa, sama saja dengan bohong, bukan? Itulah yang dia lakukan. Hidupnya yang sempurna menyimpan banyak rahasia, salah satunya adalah tentang Delvin. Meskipun begitu dia menyayangi anak itu.
Berbalik dari Daryn, Fara sama sekali tak memiliki siapa-siapa di sisinya. Orang tuanya meninggal, dan semua harta peninggalan mereka tak tersisa. Dia hidup sendiri dengan keberuntungannya, memiliki pekerjaan dan teman adalah yang dia syukuri. Meskipun sendiri dan sepi, Fara bisa mengatasinya dan tahu bagaimana harus berbahagia. Ada hal yang membuatnya membatasi diri dengan pria, bukan tak tertarik. Di usianya yang tak lagi muda sudah sepantasnya Fara menikah dan memiliki anak, apalagi kariernya yang menjanjikan bisa menjadi poin plus kebahagiaannya. Sayangnya, dia belum bisa menjalin hubungan serius dengan seorang pria usai dikhianati kekasihnya dulu. Kejadian itu cukup meninggalkan luka di hatinya. Namun Fara tak pernah mengeluh tentang hidup yang dia jalani sekarang ini.
Ulahnya yang tiba-tiba di restoran depan rumah sakit tempatnya kerja itu memang sembrono. Bagaimana bila ada staf rumah sakit yang mengenalnya lalu melihat apa yang dia perbuat, itu pasti akan tersebar di rumah sakit, pekerjaannya bisa terusik.
“Sial!” desisnya ketika kedua matanya tak kunjung bisa terpejam justru malah menampilkan reka ulang dari apa yang dia lakukan. Kecupan singkat.
Fara menendang selimut tebal yang menutupi setengah tubuhnya. Rambutnya juga acak-acakan.
“Itu sungguh menganggu sekali,” katanya menatap langit-langit kamarnya. “Kenapa aku harus bertemu dengannya di sana? Mengapa aku harus berurusan dengannya? Alih-alih memutus rantai sial, itu justru memperpanjang kesialanku. Dia pasti tak akan membiarkanku begitu saja. Sialan! Ah, menyebalkan.”
Sama-sama di atas ranjang, dalam ruang remang cahaya lampu tidur, keduanya memikirkan hal sama, orang yang sama, dan apa yang akan terjadi selanjutnya bila bertemu lagi. Fara merencanakan untuk menghindar, sebaliknya Daryn akan mencari cara untuk menemukannya dan dia tahu di mana harus menemukan gadis itu.
Malam kian larut, angin berembus tenang, gemintang berkelip di langit malam, alam menunggu bagaimana pertemuan mereka selanjutnya. Bisakah benci jadi cinta di antara mereka dan mengungkap setiap rahasia yang semesta ikut serta menyimpannya?
Pagi itu Fara seperti biasa melakukan rutinitasnya memeriksa pasien, lalu lajut pada jadwal praktik pasien rawat jalan dan konsultasinya. Bagaimanapun juga dia seorang dokter yang harus memisahkan urusan pribadi dan pekerjaan bukan? Itulah yang dia lakukan sekarang ini.
Namun, kesehariannya yang biasa dan tenang akan terusik oleh datangnya seseorang yang berjalan memasuki rumah sakit itu dan menanyakan Dokter Fara Izzumi di meja informasi.
“Dokter Fara sedang ada jadwal pasien rawat jalan,” jawab perawat yang berjaga di meja informasi.
“Begitu. Apakah masih lama?” tanyanya.
Perawat itu terdiam beberapa saat. “ Mungkin ya, tapi itu tidak pasti. Ada yang bisa kami bantu?”
“Ah, tidak,” sangkalnya.
Dia terdiam, membalik badannya, pandangannya menyapu ruangan itu yang dipenuhi pasien serta aroma kimia yang menyengat. Tiba-tiba dia mendapatkan sebuah ide.
“Namun, di mana ruangannya? Mungkin aku bisa konsultasi padanya tentang kondisi anakku. Sayangnya dia tidak bisa datang karena kondisinya sedang tak memungkinkan. Kudengar dokter anak di rumah sakit ini hebat, jadi aku ingin bertanya beberapa hal padanya,” katanya kemudian.
“Bisa. Tentu. Anda bisa berjalan ke gedung sebelah, ruang praktik dokter anak ada di lantai tiga.”
“Terima kasih,” ucapnya dengan senyuman di wajahnya.
Dia bergegas menuju arah yang ditunjukkan, berjalan ke gedung sebelah yang tak jauh dari ruang IGD itu. Ira memberi tahunya sebelum pergi kalau Fara juga sering di IGD.
Raut wajah itu seperti siap untuk melakukan pembalasan atas apa yang dilakukan padanya. Bagaimanapun juga dia tak akan melepaskan gadis itu apa pun yang terjadi. Dia sudah bertekad.
Sementara Fara sibuk di ruangannya, pasien rawal jalan yang menunggu di luar ruangannya tak sedikit cukup membuat pria itu tercengang dan melirik jam di tangannya. Antrian itu pasti akan butuh waktu, dan melihat nomor antrian di tangannya, berada di urutan terakhir.
“Sial!” Dia mendesis pelan.
Apakah harus menunggunya hanya untuk konsultasi buatannya? Anaknya sehat, tapi dia mengutuknya dengan mengatakan kondisinya tidak baik, sungguh terlalu sekali.
“Karena sudah di sini, aku tak bisa mundur. Baiklah, aku akan menunggu.” Dia membuat keputusan entah demi apa dan menunda pekerjaannya, apakah itu sungguh biasa?
“Ini yang terakhir?” Fara bertanya begitu pasien yang dirawat jalannya telah selesai konsultasi.“Ya,” sahut seorang perawat yang menemaninya. “Namun, ada yang aneh,” katanya melihat kertas di tangannya.Fara mendongakan wajahnya menatap pewarat itu seakan bertanya dalam diam.“Ada apa?”“Di sini tidak dijelaskan apa-apa selain konsultasi,” jawab perawat itu.Dahi Fara mengerut, entah kenapa firasatnya tak enak.“Coba kulihat, Delvin Aezar?” Kerutan di dahi Fara semakin banyak dan dalam membuat kedua alisnya nyaris bertemu. Nama itu terasa tak asing. “Persilahkan masuk,” katanya.Perawat itu hanya mengangguk, mengiyakan instruksi Fara untuk memanggil pasien terakhirnya yang sedikit aneh. Dia sendiri fokus pada layar laptop di depannya dan beralih ke data y
Fara tak menunggu Daryn, dia terus berjalan meninggalkan pria itu sejauh mungkin bahkan ketika namanya dipanggil pun dia tak menoleh. Perasaannya sedang kesal, itu sebabnya dia tak menghentikan langkah. Namun anehnya, Daryn sama sekali tak mengeluh dan mengikuti saja ke mana langkah kaki gadis itu membawa seolah dia menikmatinya, memantau kekasih yang merajuk.Sekali lagi, perhatiannya tefokus pada punggung Fara yang masih berjalan di depan. Meskipun jaraknya cukup jauh, Daryn bisa dengan mudah mengimbangi langkah gadis itu. Namun sekarang, ingatan masa lalunya kembali terpicu ketika melihat punggung kecil itu.“Tiga tahun berlalu, dia pasti berubah,” katanya bergumam, meyakinkan dirinya ada banyak gadis yang memiliki punggung serupa, tetapi entah mengapa bertemu gadis itu ingatan kelamnya terpicu.Fara akhirnya berhenti di zebra cross perasaanya campur aduk, sungguh tak nyaman sekali di ikuti seorang pria. Dia mungkin pergi makan malam bersama rekan pria juga tapi tak pernah terlibat
Daryn pulang setelah mengantarkan Fara ke rumahnya. Pria itu sama sekali tak menjelaskan apa pun sepanjang jalan mengantarkan gadis itu, hanya mengatakan kalau dialah yang dicarinya, hal itu justru membuat Fara semakin bingung.Dia terlihat bahagia bak orang jatuh cinta, tak hentinya tersenyum seperti orang gila, bahkan sesekali bersenandung dengan riangnya. Namun semua itu sirna seketika saat suara wanita mengintrupsinya di ruang tengah menuju kamarnya.“Dari mana kau?” Suara itu dingin dan datar. Sosoknya duduk di sofa yang seperti singgasana, menenggelamkan tubuhnya dari belakang tapi suaranya mengagetkan berhasil menghentikan langkah Daryn.“Aku pikir siapa. Sedang apa Ibu di situ?” tanya Daryn tetap berdiri di tempatnya.“Duduklah,” katanya dengan nada perintah.Merasakan atmosfer yang tak enak membuat Daryn mau tak mau menurutinya dan duduk di sofa tak jauh dari sang ratu yang menahan murka. Daryn bahkan tak berani mengangkat wajahnya terlalu lama.“Apa yang kau lakukan seharian
“Dia sungguh datang kemarin?” Ira merecoki Fara ketika baru sampai di rumah sakit. “Seluruh staf heboh sekali membicarakanmu, Far,” katanya.Fara tak peduli dia terus berjalan. Apa yang Daryn lakukan padanya kemarin itu membuatnya kesal. Tanpa menjelaskan apa pun pria itu tiba-tiba memeluknya, bukankah itu terasa aneh, bahkan menolak untuk melepaskannya. Sikapnya semakin aneh ketika sepanjang jalan mengantarnya pulang pria itu tersenyum senang.“Itu salahmu, Ira! Kau yang memberi tahu dia kalau aku bekerja di sini, bukan?” tuduh Fara menghentikan langkah kakinya untuk menghadapi rekannya yang satu ini.“Yah, apa yang bisa aku lakukan? Waktu itu dia hendak mengejarmu dan tak membiarkanmu, jadi aku tak punya pilihan ….”“Itu hanya akalanmu. Ada banyak pilihan, salah satunya adalah, diam!” tekan Fara di akhir katanya.Ira seketika membungkam mulutnya, tapi tak di pungkiri dia tak bisa menahan senyumnya. Bukan senang karena temannya menderita, tapi sedang akhirnya ada yang bisa menembus t
Sandra mengikuti Daryn hingga ke ruangannya, dia tak peduli dengan tatapan heran para karyawan yang berpapasan dengan mereka. Daryn mungkin sudah biasa memasang wajah dingin dan datar, tapi dia membalas sapaan para karyawan perusahaannya dengan anggukan meskipun hanya sekilas. Tapi kali ini mereka juga menyadari kalau ekspresi wajah Daryn tampak tak beres.“Jadi, apa maumu?” tanya Daryn tanpa menoleh pada Sandra yang berdiri tak jauh di belakangnya.“Aku, ingin mengatakan sesuatu padamu,” katanya pelan. Jelas ada keraguan dari nada bicaranya, dan lidahnya pun tampak begitu kaku.Daryn menunggu sembari menghadapnya dan melipat kedua tangannya. Apakah Sandra akan meminta maaf atas apa yang dia katakan waktu itu, menjadi penyebab putusnya hubungan mereka? Namun, Daryn kecewa saat Sandra mengatakan sesuatu yang tak ingin dia dengar.“Aku salah, jadi aku mengakuinya. Namun, kau juga salah karena bersama wanita itu,” katanya. Bahkan tatapan Sandra berubah menyadi amarah.“Tidakkah kau tau a
Daryn jadi tidak fokus pada pekerjaannya setelah bertemu Sandra dan ayahnya, sementara hatinya merasa tak begitu keruan. Apa yang sesungguhnya ingin dia lakukan? Bahkan di atas kertas yang seharusnya membubuhkan tanda tangannya, dia justru menuliskan apa yang harus dia lakukan sekarang? Kalau saja sang sekretaris tak menegurnya, dia pasti akan mencurahkan perasaannya di atas kertas itu.“Kalau tidak bisa fokus begini, bagaimana Anda bisa bekerja, Direktur?” tegurnya. Sang Sekretaris itu menyadari lebih dari apa yang biasanya Daryn lakukan.Menarik napasnya dalam, Daryn menyandarkan punggungnya dan membuang napas kasar. Dia tidak bisa melakukan ini sekarang. Dia butuh udara segar.“Jadwal Anda setelah makan siang tidak begitu sibuk, hanya menandatangani berkas dan yah, itu saja,” ujar Sekretaris tiba-tiba.Daryn mengangkat wajahnya dan menatap pria itu, bertanya apa maksudnya.“Maksudku, Anda bisa pergi mencari udara segar,” kata sekretaris.Pria itu terdiam, mempertimbangkannya. Tapi,
Fara segera keluar dari ruang seminar dalam rumah sakit. Dia sedang mengadakan rapat kecil dengan rekan dokternya ketika perawat IGD memberi tahu kalau ada pasien anak kecil. Sebagai dokter spesialis Fara harus bisa siap siaga.“Di mana anaknya?” tanyanya begitu tiba di IGD.“Di sana. Dia mengalami demam disertai keringat dingin, dan tampak kesulitan bernapas serta batuk.” Fara bergegas ke bangsal yang ditunjukan perawat, sesaat dia terdiam mendapati Daryn tak jauh dari sana. Namun, Fara menyadari pria itu tampak begitu cemas. Yang jadi prioritas sekarang ini adalah pasien, Fara menghampirinya untuk memeriksa pasien dan mereka saling bertatapan. Tanpa sengaja Fara menatap langsung kedua mata Daryn yang mencemaskan keadaan anaknya. Begitu mengalihkan perhatiannya, dia mengetahui alasan keberadaan Daryn di sana.Dengan cekatan Fara memeriksa kondisi Delvin yang kesadaranya menurun. Dia juga memakai stetoskopnya untuk memeriksa. Daryn memperhatikan dalam diam. Entah mengapa, melihat gad
Delvin bangun dan mencari Daryn. Pria itu segera datang dan menggenggam tangannya.“Ayah di sini, Delvin,” katanya.Anak itu tersenyum dan mengedipkan matanya, tampak senang karena sang ayah ada di sana.“Maaf sudah membuatmu seperti ini. Ayah tidak tahu kalau kamu akan sakit. Maafkan Ayah, Delvin,” ucapnya seraya menatap wajah mungil putranya.Delvin tak mengatakan apa-apa, hanya balas menggenggam tangan Daryn. Baginya, melihat sang ayah di sana sudah lebih dari cukup. Sejak tadi, dia menunggu ayahnya untuk datang walau tubuhnya semakin lemah. Tidak apa-apa selama masih bisa melihat Daryn yang datang.“Kamu akan baik-baik saja sayang. Kamu pasti kuat, jagoan Ayah,” katanya mengundang senyum Delvin.Fara kembali untuk memeriksanya begitu perawat mengabari kalau Delvin bangun. Gadis itu menyapanya dengan senyuman. Ada reaksi