Share

Kabar Menyakitkan

Penulis: Lysa_Yovita22
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-08 23:53:15

Ketika Ivy baru saja kembali dari pekerjaan paruh waktu sepulang kuliah, tak sengaja mendengar obrolan Payton dan Lucy.

"Pemberkatan pernikahan akan digelar minggu ini, Mama. Pestanya menyusul bulan depan. Bagaimana menurut Mama?" Lucy tampak semringah, sambil menggelayut manja di lengan Brian.

"Terserah bagaimana baiknya saja. Di mana diadakan pestanya?" Payton tersenyum lebar.

"Di rumah ini saja, Tante. Aku akan mengirimkan uang untuk biaya keseluruhannya. Atau Tante mau terima beres?" Brian menatap manis ke arah Lucy.

Hati Ivy terasa seperti ditikam pisau. Di saat dirinya harus menyeimbangkan antara mencari uang untuk menghidupi diri, mengurus ayah, juga menjaga kandungan, Lucy mendapatkan semua dengan mudah.

Jika biasanya Ivy bisa menahan diri, kali ini entah kenapa dia merasa begitu kesal. Apalagi ketika melihat bagaimana cara Brian mengusap lembut perut Lucy yang terekspos jelas itu. Lucy tanpa malu mengenakan tank top model crop top.

'Tuhan, ini tidak adil. Kenapa selalu aku yang mengalami nasib buruk sejak mereka datang dan merampas segalanya?' Air mata Ivy luruh.

Seharian tadi, Ivy berjuang keras untuk menahan rasa mual. Diajaknya janin dalam kandungan itu mengobrol. Meminta bantuan agar dikuatkan dalam mencari uang.

Menjadi pelayan di restoran cepat saji dengan status mahasiswi paruh waktu, membuatnya harus sigap melayani pembeli. Tidak ada waktu untuk meratapi nasib. Namun, melihat bagaimana hidup bersikap tak adil, muncul rasa yang tidak bisa diterjemahkan oleh Ivy.

"Sayang, bolehkah aku meminta set perhiasan di hari pemberkatan kita?" Lucy berucap sangat manja.

"Tentu saja. Apa pun untuk Ibu dari calon anakku," balas Brian tak kalah lembut.

Ivy tak sanggup bertahan lebih lama di sana. Bisa-bisa dia akan meneriaki dan menerjang sepasang kekasih yang sudah tega menusuk dari belakang itu.

Sambil berlinang air mata, Ivy mendatangi kamar ayahnya. Di lantai samping ranjang Alden, air matanya sering sekali tercurah deras. Lantai dingin menjadi saksi bagaimana seringkali dia tertidur dengan air mata yang masih membasahi pipi.

Ayahnya sedang tertidur pulas. Ivy duduk di sebelah ranjang. 'Ayah, kenapa aku harus mengalami ini semua? Kenapa Tuhan begitu percaya kalau aku mampu?'

Sejak Payton masuk ke mansion mereka, awan hitam begitu betah bertengger di atas langitnya. Lengkap dengan petir, angin kencang dan segala badainya. Hidup Ivy langsung berubah drastis.

Tiba-tiba terdengar suara pintu yang terbuka. "Aku tau kau pasti di sini."

Cepat-cepat Ivy menghapus air matanya. Namun, dia masih enggan berbalik badan.

"Uh, kamar ini ... menjijikkan." Lucy bergidik jijik. "Ivy, aku hanya ingin memintamu untuk tidak berkeliaran di sekitar mansion malam ini."

"Iya."

"Kenapa kau tidak mau bertanya, ada acara apa malam ini?" Lucy mulai kesal.

"Apa aku perlu bertanya?" Suara Ivy benar-benar dingin dan datar.

Lucy memutar bola matanya, malas. "Malam nanti, keluarga Brian akan datang berkunjung. Untuk membicarakan tentang pernikahan. Ah, ya, mereka begitu antusias setelah mengetahui aku mengandung."

Ivy memejamkan matanya. Rasa sakit, marah, luka juga kecewa, bercampur menjadi satu. Cintanya masih sama untuk Brian. Namun, Ivy sadar, di tubuhnya juga sedang bersemayam janin dari laki-laki yang entah siapa namanya. Lagipula, apa Brian sudi melirik ketika mengetahui apa yang Ivy lakukan di malam terkutuk itu?

Ivy mengigit bibirnya. Rasa sakit itu menjalari sekujur tubuh. Sampai-sampai dia merasa sesak.

"Aku hanya ingin berterima kasih kepadamu, Kakak. Ternyata dicintai sepenuh hati oleh Brian, seindah ini." Lucy tertawa kecil.

Ivy tahu. Jika Brian mencintai seseorang, sikapnya akan sangat lembut dan penuh perhatian. Selama ini, Brian adalah sosok pelindung bagi Ivy. Wajar saja jika dirinya merasa kehilangan sandaran jiwa.

"Sudah? Jika kau hanya ingin memamerkan kebahagiaan, aku sudah mendengar semuanya. Selamat, Lucy." Sebisa mungkin Ivy menutupi rasa getir dari nada bicaranya.

"Ivy, kau Kakak yang terbaik. " Lucy tersenyum puas. "Ah, iya, bagaimana dengan hasil uji kehamilan itu?"

Ivy membelalak. Jantungnya berdetak kencang. Takut kalau diam-diam Alden mendengar semuanya. "Aku tidak mencobanya. Lagipula untuk apa? Aku cuma kelelahan karena terlalu sibuk dengan urusan kampus."

Lucy mengedikkan bahunya. "Ya sudah. Aku hanya mencemaskan keadaanmu. Siapa tahu terjadi sesuatu padamu di kamar pinjaman Mike malam itu."

Semakin mengerikan detak jantung Ivy. "Ti-tidak terjadi apa pun di sana. Aku hanya bekerja sampai larut malam. Kau tau, membereskan kekacauan akibat pesta itu sangat menyita waktu."

"Ya, ya. Terserah kau sajalah. Ingat, jangan berkeliaran! Aku tak mau kau merusak acaraku." Lucy mendengkus keras.

"Ah, seakan kau lupa, Brian adalah kekasihku yang kau rebut semudah itu," ucap Ivy, terlalu pelan. Hanya dia sajalah yang mendengarnya karena Lucy langsung beranjak keluar.

Ivy bangkit dari posisi bersimpuhnya di lantai. Berdesir darahnya ketika melihat Alden sudah membuka mata. Rasa takut menyergap, kalau-kalau sang ayah mendengar pertanyaan Lucy tentang alat uji kehamilan itu.

"Ayah."

Alden mengerjapkan mata. Ivy mendekat. "Aku tinggal sebentar, ya. Aku akan menyiapkan makanan."

Dengan segera, Ivy keluar dari ruangan sempit itu. Bukan hanya ruangan saja, hatinya pun ikut sempit setelah mengetahui dan mendengar langsung kabar gembira versi Lucy.

Ivy termangu di depan pintu dapur. Jam makan sudah selesai, entah masih ada yang tersisa, Ivy tak tahu.

"Ivy, apa kau lapar?"

Ivy menoleh dengan tatapan takut. Suara Payton terdengar begitu lembut, tetapi tetap saja mengerikan di telinga gadis muda itu. "Tan-tante, aku harus memberi makan Ayah."

Di luar dugaan, Payton tersenyum. "Mintalah koki memasak sesuatu. Untukmu juga."

Ivy menelan ludah. Seperti mendapatkan keajaiban ketika melihat sikap Payton yang tak biasa itu. "Ba-baik, Tante. Terima kasih."

Payton tersenyum. 'Makanlah yang kenyang, Anak Tiriku.'

Hatinya sedang baik karena Brian memberikan sejumlah uang. Jadi Payton berpikir tak ada salahnya sedikit berbaik hati ke pemilik sesungguhnya mansion dan segala isinya ini.

Ivy duduk sambil melamun di kursi kayu yang dahulu menjadi tempat paling hangat di dalam mansion. Dahulu, sesuai makan malam bersama, keluarga kecil mereka selalu mengobrol santai di sini.

Ah, Ivy bisa mendengar tawa lepas dari bibir ibunya. Lalu tatapan lembut dari Alden yang menatap Elisabeth penuh cinta.

"Ini. Bawalah. Aku tak punya banyak waktu untuk memasak menu lain." Riddle meletakkan nampan berisi sosis panggang, omelette dan cream sup.

"Terima kasih banyak, Tuan. Tuhan memberkati Anda." Ivy tersenyum tulus sambil membawa keluar nampan itu.

Riddle hanya bisa menghela napas panjang. 'Bahkan setelah aku berkata ketus, kau malah mendoakan kebaikan untukku.'

Mood Ivy berubah baik hanya karena makanan itu. "Ayah pasti senang bisa makan enak lagi."

Baru saja Ivy berbelok ke lorong yang menghubungkan antara dapur dan kamar ayahnya, sesuatu terjadi.

"Oopst, aku tak sengaja, Ivy," ucap Lucy sambil memasang wajah memelas.

Isi nampan itu tumpah mengotori lantai. Mata Ivy berkaca-kaca. Hilang sudah kesempatan untuk menyuapi ayahnya dengan makanan yang lebih manusiawi ketimbang biasanya.

Tubuh Ivy luruh ke lantai. Tak peduli jika pakaian lusuh yang dikenakannya terkena tumpahan makanan itu.

"Ivy, aku akan meminta Riddle memasaknya lagi. Tunggulah sebentar." Lucy langsung menjauh.

Ivy meremas ujung pakaiannya. Dia heran kenapa nasib sial selalu saja mengikuti langkahnya.

"Dasar, pemalas dan kotor," ejek Lucas yang entah muncul dari arah mana.

Gemetar jemari Ivy ketika membereskan makanan yang sudah tidak bisa dimakan itu. Jika orang lain mungkin santai ketika tak menghabiskan makanan, Ivy malah merasa sakit hati. Menu seperti ini saja merupakan kesempatan langka untuk dinikmati olehnya dan Alden.

Setelah membereskan kekacauan akibat isi nampan yang tertumpah itu, Ivy kembali ke dapur.

"Ivy, baru saja aku hendak mengantarkannya. Kau malah sudah ke sini." Lucy tersenyum lebar. "Ini. Bawalah. Ayahmu pasti lapar."

Ivy tersenyum tipis mendengar panggilan itu. Dia enggan menanggapi dan memilih mengambil alih nampan yang berisi menu sama seperti tadi.

"Terima kasih."

"Ingat, jangan berkeliaran!" Lucy separuh berteriak karena Ivy sudah keluar dari pintu dapur.

Kali ini, Ivy lebih berhati-hati dalam melangkah. Walau kondisi pakaian Ivy agak berantakan, tetapi senyumnya mengembang ketika memasuki kamar.

"Ayah, ayo, makan." Ivy dengan telaten menyuapi Alden.

Setelah Alden bereaksi dengan isyarat penanda sudah kenyang, barulah Ivy memakan sisa makanan sampai habis.

Ivy menguap berkali-kali. Dilihatnya Alden pun sudah kembali terlelap. Padahal belum jam tidur, tetapi rasa kantuknya tak tertahankan lagi. Tanpa sadar, Ivy sudah merebahkan tubuh di atas lantai dingin itu.

Di depan pintu kamar yang tak tertutup rapat itu, seulas senyum muncul di wajah sang pengintip.

Lysa_Yovita22

Hai, Dear Pembaca, Salam kenal, ya. Semoga suka dengan karya baruku. Tolong tinggalkan komentar dan dukungan bintang limanya. Big hug 🌹💙

| Sukai
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Cindy Listiyani Aprilian
up yg banyak thor biar aku semngat juga ngasih gems nyaa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Anak Sang Mafia yang Dirahasiakan   Melebur Rasa

    Ocean membimbing Ivy ke depan kaca. "Lihatlah. Betapa cantiknya wajah istriku."Ivy menggeleng. "Tidak. Kau memuji hanya untuk menyenangkan hatiku saja."Ocean mengecup pundak Ivy. "Kenapa bisa terpikir seperti itu, hm?""Entahlah. Mungkin karena beberapa bekas luka yang belum sepenuhnya sembuh. Atau kau bosan karena sudah terpisah sekian lama denganku." Sebenarnya, hati Ivy sakit saat mengutarakan rasa. Ocean tersenyum. "Apa kau ingin tau seberapa parahnya keadaanku saat kau pergi tanpa pesan?""Kau tampak baik-baik saja." Ivy masih bersikeras. Ocean menarik tubuh Ivy agar saling berhadapan. "Lihat baik-baik suamimu ini. Apa yang berubah sejak kau pergi, hm?"Ivy menelisik dengan teliti. "Kau lebih kurus. Cambangmu berantakan. Kau juga seperti lupa caranya bersisir dengan rapi.""Dan apa kau tak melihat kalau aku punya kantung mata?"Tatapan Ivy terkunci di sepasang bola mata sebiru lautan itu. "Apa kau tidak bisa tidur?"Ingin sekali Ocean mengigit bibir Ivy yang begitu ringan ber

  • Anak Sang Mafia yang Dirahasiakan   Tak Menarik Lagi

    Ocean menatap lembut. Jemarinya terulur untuk merapikan rambut Ivy, lalu diselipkan di belakang telinga. "Kau adalah hal paling luar biasa yang bisa mengubah sudut pandangku tentang cinta."Ivy tak mampu menahan semburat merah yang hadir akibat rasa jengah karena pujian itu. Isi kepala dan hatinya bertentangan. Kedua organ tubuh itu sedang melakukan tugasnya masing-masing."Katakan, Sayang. Apa yang terjadi sampai kau bisa mengikuti acara lelang itu?" Ocean ingin memperbaiki semua dari awal pertemuan mereka. Lalu Ivy pun bercerita tentang pekerjaan sampingan yang diambilnya setelah pulang kuliah, yakni menjadi petugas katering. Saat itu, adik tirinya datang sebagai tamu. Salah satu pelayan yang juga bekerja di sana, memberi Ivy minuman. Setelahnya tubuh Ivy terasa aneh. Ivy pun mengadukan hal itu ke Lucy, adik tirinya. Lalu dia dibimbing masuk ke kamar milik penyelenggara pesta, Mike.Ocean tahu ada sesuatu yang dicampurkan dalam minuman itu. "Maaf, apa sebelum ini, kau pernah minu

  • Anak Sang Mafia yang Dirahasiakan   Kejujuran

    Dokter sudah mengizinkan Ivy untuk pulang. Saat dia mengatakan harus mampir ke apartemen milik Joshua, Ocean hanya menggelengkan kepalanya. "Tapi barang bawaanku ada di sana, Ocean." Ivy hendak melepas seat beltnya."Aku sudah meletakkannya di bagasi belakang, Sayang. Kita hanya perlu pulang saja." Ocean berkata lembut. Sungguh, Ocean sudah berjanji akan benar-benar memperlakukan Ivy dengan sebaik-baiknya. Ocean berniat untuk membahas semua tentang masa lalu keduanya. Agar kelak tak akan ada lagi bahan bangkitan dari masa lalu. Ivy pun tak jadi membantah. Apalagi melihat sorot mata sebiru lautan itu begitu teduh menenangkan hati. Ivy terhipnotis."Kita belum boleh mengunjungi Kakek lagi. Dan sekarang, setiap aku dinas ke luar kota atau luar negeri, kau harus ikut."Nyali Ivy sudah tak seberani saat mengetahui kebenaran yang sengaja disembunyikan Ocean. Sekarang, dia hanya ingin hidup tenang sambil membesarkan anak dalam kandungan saja. Ke-empat orang itu berada di satu pesawat yan

  • Anak Sang Mafia yang Dirahasiakan   Menyelesaikan

    Joshua tak menyangka kalau perempuan hamil yang menarik perhatiannya ternyata adalah istri konglomerat.Walau penampilan Ocean tampak dingin, tetap saja aura dirinya mampu mengintimidasi lawan bicara. "Maaf, aku tak tahu kalau Aurora punya suami. Dia sama sekali tidak pernah membahas tentang itu."Tanpa berkata apa-apa, Ocean mengeluarkan semua bukti. "Empat pekerjamu mengeroyok istriku. Seperti ini kondisinya sekarang."Joshua gusar bukan main. Apalagi melihat foto yang diam-diam diambil Ocean ketika pertama kali tiba di ruang pasien itu. "Ini ... astaga! Berengsek sekali.""Ya. Semua hanya karena kau memperlakukan istriku secara berlebihan di mata orang lain. Katakan, berapa yang harus aku bayar?" Kesombongan begitu kuat terpancar dari Ocean.Joshua tersenyum tipis. Lelaki di hadapan ini bukan sedang menantang harga dirinya sebagai atasan Ivy. Lelaki ini hanya sedang berusaha melindungi istrinya. "Tidak ada. Aku ikhlas melakukan hal itu. Dia adalah stafku yang berdedikasi tinggi."O

  • Anak Sang Mafia yang Dirahasiakan   Dia Datang

    Masih dalam kondisi gemetaran, Ivy menekan tombol pemanggil suster. Tak lama kemudian, suster datang. "Ibu sudah siuman? Bagaimana? Apa yang Ibu rasakan?""Bayiku bagaimana?" Ivy tidak mencemaskan keadaannya. Masih ada yang jauh lebih penting."Bayi Ibu baik-baik saja. Luka lebam juga sudah diobati. Bukti visum juga sudah ada." Suster itu menatap iba. Paramedis yang menangani, mengira kalau Ivy menjadi korban perampokan."Boleh tolong ketikkan alamat lengkap rumah sakit ini? Keluargaku ingin berkunjung." Ivy menyodorkan ponsel berisi aplikasi pesan langsung ke nomor Charlotte."Oh, tentu saja boleh. Sebentar." Dengan sigap, suster membantu apa yang Ivy inginkan, lalu mengembalikan ponsel. "Terima kasih banyak, Suster. Maaf, di mana orang yang menolongku?""Beliau sudah pergi. Tapi dia meninggalkan nomor telepon. Nanti akan aku tanya di pihak resepsionis.""Baik. Sekali lagi terima kasih, Suster." Ivy mencoba tersenyum.Rahangnya masih terasa sakit. Pun lehernya agak nyeri. Cekikan di

  • Anak Sang Mafia yang Dirahasiakan   Dikeroyok

    Biasanya, Ivy selalu tersenyum ketika berpapasan dengan para pekerja di restoran itu. Namun, sejak kejadian dengan beberapa waiters dipecat sepihak oleh Joshua, lebih banyak yang melengos atau pura-pura tidak melihatnya.Ivy hanya bisa mengelus dada. Bersikap sabar ada semua cobaan yang sedang di jalaninya. Isi tahu ada janin yang harus ditanggung secara mental dan fisik. Sepulang kerja, Ivy menyempatkan diri untuk mengunjungi salah satu gerai salad. Lidahnya tiba-tiba menginginkan makanan itu. Ivy sampai membawa pulang satu pack salad untuk dimakan di apartemen.Karena lokasi gerai salad itu dekat dengan taman, Ivy menyempatkan diri untuk menikmati senja. Dia duduk di bangku taman yang kosong. Sembari menatap keindahan semesta, Ivy mengelus lembut perutnya. "Bayiku, sedang apa di sana? Kau suka dengan rasa salad yang tadi Mama makan?"Sesekali Ivy tersenyum. Di bayangannya, ada anak yang terlahir dari rahimnya lagi. Dia bisa melupakan kerinduan kepada Lake yang sampai sekarang pun

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status