Compartir

Kenyataan Pahit

last update Última actualización: 2025-10-29 06:21:17

Wanita yang mengaku Marissa, tersenyum seraya menyibakkan rambut panjangnya yang kecokelatan. Wanita itu tidak bertanya balik, seolah-olah sudah tahu siapa yang berdiri di hadapannya. 

"Mas Rivan di mana?" tanya Senja dengan suara yang setengah tercekat. 

Sebenarnya ia takut untuk bertanya lebih lanjut. Ia tak sanggup andai kenyataan sama persis dengan prasangka buruknya kala itu. 

"Dia masih tidur. Maaf ya, aku nggak bisa membangunkannya, semalam dia kecapekan banget."

"Capek kenapa?" 

Marissa tertawa renyah. "Kamu yakin ingin tahu?"

Senja melengos. Rasanya Marissa sedang menertawakan dirinya yang mungkin memang kalah telak. 

"Kamu dan Mas Rivan ada hubungan apa?" 

Bisa disebut pertanyaan bodoh. Namun, mau bagaimana lagi, Senja penasaran dan ingin tahu jawaban yang sebenarnya. 

"Senja Pramudita. Benar, kan, itu namamu?" 

Senja terdiam, sekadar memandang Marissa dengan nanar. 

"Bukannya kamu dan Rivan sudah cerai ya? Kok ... masih ingin tahu aja? Kamu sendiri yang selingkuh dan mengkhianati Rivan. Kenapa sekarang bersikap seperti korban?"

Senja menggeleng cepat. "Aku nggak pernah selingkuh. Aku—"

"Oh ya? Terus ... janin di perutmu itu apa? Rivan itu mandul, nggak bisa punya anak. Kamu mau mengelak gimana lagi, hmm?"

"Tapi, aku memang nggak selingkuh!"

"Ah, udahlah! Benar kata Rivan, lama-lama capek ngomong sama kamu. Suka ngotot. Sekarang langsung kukasih tahu aja, aku ... adalah calon istrinya Rivan. Jadi, ke depannya kamu jangan gangguin dia lagi. Jangan menjadi orang ketiga dalam hubungan orang. Paham, kan?"

Senja melangkah mundur. Apa yang dia takutkan menjadi kenyataan. Marissa adalah wanitanya Rivan. Tidak! Itu tidak mungkin! Belum genap sebulan mereka bercerai, mengapa semudah itu Rivan mendapatkan penggantinya. Bahkan ... mereka sudah tinggal bersama. Oh Tuhan, ujian apa lagi ini? 

"Ah, satu lagi, ke depannya jangan mengharap uang dari Rivan. Nggak pantas. Kamu bukan siapa-siapanya lagi. Mending ... datangi saja ayah dari anakmu itu, terus minta uang dan pertanggungjawaban darinya. Itu lebih masuk akal. Oke?" Marissa tersenyum. Enteng sekali melontarkan kalimat pedas itu. 

"Aku ingin bertemu Mas Rivan. Panggilkan dia!" ujar Senja dengan lebih tegas. 

"Kamu nggak tahu diri ya?" Kamu—"

"Masih ada hal yang harus kami bicarakan. Panggilkan dia!"

Marissa memutar bola mata dengan jengah. "Kalau begitu masuklah!" 

Senja melangkah masuk dengan canggung dan ragu. Langkahnya lebar tetapi pelan, mengikuti Marissa yang berjalan lebih cepat darinya. 

Sesungguhnya, lima tahun lebih dia tinggal di rumah itu. Namun, sekarang rasanya sangat asing. Tak ada lagi hangat cinta dan kasih yang tersisa di sana. Yang tertinggal hanyalah dingin, sesak, dan sayatan luka di setiap jengkalnya. 

Semudah itu Rivan mendapatkan penggantinya? Atau ... dari awal memang sudah ada Marissa dalam hubungan mereka, hanya saja Senja terlalu bodoh dan tak menyadari itu semua. 

"Mas Rivan ... apa artinya ini?" Senja membatin sambil duduk di sofa ruang tamu. 

Sangat berbeda dari sebelumnya. Perabotan di rumah itu sudah banyak yang diganti baru. Tatanannya pun jauh berbeda dengan saat Senja masih tinggal di sana. Entah kapan Rivan mengubahnya. Apakah sejak Senja keluar dari sana? Atau sejak posisinya digantikan Marissa? Entahlah. 

"Sayang! Sayang! Mantan istrimu datang nih!" 

Hati Senja makin teriris saat mendengar teriakan Marissa. Begitu ringan bibir merah itu menyebut Rivan dengan panggilan 'sayang', dan begitu ringan pula Marissa menyebut dirinya 'mantan istri'. Baru hitungan hari Senja dan Rivan berpisah, bahkan akta cerai pun belum ada, tetapi asingnya sudah seperti cerai bertahun-tahun.  

Belum berhasil Senja menata hatinya yang berantakan, tiba-tiba Rivan datang dengan penampilan yang jauh dari kata rapi. Rambut masih acak-acakan, belum tersentuh sisir. Tidak ada baju yang menutup dadanya, sekadar celana selutut yang melekat di tubuhnya. Rivan tampak santai berjalan di depan Marissa dengan penampilan demikian, tidak ada kecanggungan sedikit pun dari raut wajahnya. Mungkin, Rivan memang sudah terbiasa melakukan hal itu di depan Marissa. Tak khayal Senja makin terluka dibuatnya. 

"Mas ...." Senja menyapa pelan dengan tatapan penuh tanya. 

Namun, Rivan tampak tak acuh. Sambil menyisir rambutnya dengan jemari, ia duduk di depan Senja. Langsung saja mencomot sebatang rokok, lantas menyulutnya dan mengisapnya kuat-kuat, seakan tak ada sedikit pun niat untuk menanyakan kabar Senja. Bahkan, ia pura-pura lupa kalau seharusnya sudah memberikan uang untuk Senja. 

"Siapa dia, Mas? Apa kalian sudah tinggal bersama?" 

Senja tak sanggup menahan diri untuk tidak bertanya. Dia ingin tahu dari Rivan sendiri, siapa Marissa. Meskipun sadar kenyataan mungkin akan meremukkan hati, tetapi Senja tak bisa diam saja. Beruntungnya, Marissa tidak ikut duduk di sana. Jadi, Senja memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaik mungkin. 

"Namanya Marissa, calon istriku. Dan ... ya, seperti yang kamu lihat."

Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App

Último capítulo

  • Anak Siapa di Rahimku   Watak Asli

    Hati Senja seperti tersundut api. Panas, sakit, dan perih. Semudah itu Rivan mengakui Marissa sebagai calon istri. Lantas, dianggap apa dirinya selama ini? "Kita pisah baru hitungan hari, Mas. Kamu sudah ada calon istri?" "Memangnya kenapa? Kamu saja bisa hamil anak orang lain selagi kita masih suami istri, kan?" Rivan menjawab sarkas. Sikapnya jauh berbeda dari terakhir kali mereka bersama. "Mas! Aku nggak pernah selingkuh. Ini anakmu, bukan anak orang lain!"Senja mulai meninggikan intonasi. Sampai sekarang dia tetap tak rela jika Rivan menuduhnya berselingkuh, karena dirinya memang tak pernah melakukan itu. "Kamu kan sudah dengar sendiri bagaimana penjelasan dokter. Aku mandul, mustahil bisa menghamili kamu.""Tapi, aku beneran nggak selingkuh, Mas. Aku—""Sstt, cukup! Aku sudah muak dengan jawaban itu. Aku nggak mau lagi mendengarnya. Sekarang katakan saja, apa tujuanmu datang ke sini?" Sembari menepis perasaan sesaknya, Senja mengerjap cepat, berusaha menahan air mata yang t

  • Anak Siapa di Rahimku   Kenyataan Pahit

    Wanita yang mengaku Marissa, tersenyum seraya menyibakkan rambut panjangnya yang kecokelatan. Wanita itu tidak bertanya balik, seolah-olah sudah tahu siapa yang berdiri di hadapannya. "Mas Rivan di mana?" tanya Senja dengan suara yang setengah tercekat. Sebenarnya ia takut untuk bertanya lebih lanjut. Ia tak sanggup andai kenyataan sama persis dengan prasangka buruknya kala itu. "Dia masih tidur. Maaf ya, aku nggak bisa membangunkannya, semalam dia kecapekan banget.""Capek kenapa?" Marissa tertawa renyah. "Kamu yakin ingin tahu?"Senja melengos. Rasanya Marissa sedang menertawakan dirinya yang mungkin memang kalah telak. "Kamu dan Mas Rivan ada hubungan apa?" Bisa disebut pertanyaan bodoh. Namun, mau bagaimana lagi, Senja penasaran dan ingin tahu jawaban yang sebenarnya. "Senja Pramudita. Benar, kan, itu namamu?" Senja terdiam, sekadar memandang Marissa dengan nanar. "Bukannya kamu dan Rivan sudah cerai ya? Kok ... masih ingin tahu aja? Kamu sendiri yang selingkuh dan mengkh

  • Anak Siapa di Rahimku   Siapa Marissa

    Malam sudah menyapa. Lagi-lagi hujan setia mengguyur kota. Senja masih terbaring di ranjang rumah sakit. Meski sudah keluar dari IGD, tetapi dokter belum mengizinkannya pulang. Paling cepat masih besok sore, itu pun jika keadaannya terus membaik.Selama berjam-jam itu, Senja tak sendirian. Sama seperti hujan, Chandra juga masih setia menemaninya. Walau tak banyak interaksi, tetapi sikap lelaki itu menunjukkan kepedulian yang tinggi. Selain sigap memanggil perawat ketika Senja ingin ke kamar mandi, Chandra juga berinisiatif membelikan buah dan susu khusus ibu hamil. Padahal, sedikit pun Senja tak memintanya."Jangan repot-repot, Pak, saya sudah berterima kasih Anda mau menolong saya." Begitulah kata Senja tadi. Dia merasa segan mendapat perlakuan yang luar biasa baik dari Chandra."Tidak repot. Kebetulan aku keluar beli kopi." Seperti biasa, Chandra tanggapan Chandra terkesan tak acuh. Mungkin, memang itu ciri khasnya.Kini, dua orang itu masih terdiam di ruangan yang sama. Senja berba

  • Anak Siapa di Rahimku   Chandra Wijaya

    Senja keluar dari toko perhiasan dengan langkah lunglai. Teriris sakit hatinya mendapati kenyataan yang ada. Cincin palsu, kemungkinan perhiasan lain juga palsu, artinya ia tak punya apa-apa lagi sekarang. Uang tinggal delapan ribu, bahkan untuk pulang pun tidak akan cukup. Lapar, haus, yang perlahan mulai menyergap, entah dengan apa Senja akan mengatasinya."Ya Allah, harus bagaimana sekarang?"Senja menggigit bibir, menahan sesak dan perih yang menuntutnya untuk menitikkan air mata. Tatapan yang nanar itu terus tertuju pada layar ponselnya yang sudah butut. Berkali-kali ia melakukan panggilan pada Rivan, tetapi hasilnya nihil. Nomor Rivan tetap di luar jangkauan.Entah karena dahaga yang dibiarkan atau pikiran yang penuh tekanan, tiba-tiba perut Senja terasa melilit. Luar biasa sakitnya. Senja merintih sendiri. Menghentikan langkah dan kemudian bersandar pada batang pohon pinang di tepi jalan.Senja memegangi perutnya yang makin sakit. Sialnya, kepala juga mendadak pusing dan pandan

  • Anak Siapa di Rahimku   Palsu

    "Kamu udah nengok Senja? Atau ... minimal telfon gitu?"Pertanyaan pertama yang dilontarkan Bima pada Rivan adalah seputar Senja. Bentuk kepedulian lelaki itu terhadap mantan istri temannya, yang memang patut dikasihani. "Untuk apa? Kami bukan suami istri lagi." Dengan angkuh Rivan mengisap rokok di tangannya. Terus menikmatinya dan tak acuh dengan tatapan Bima. Kini, keduanya sedang ada di sebuah cafe yang tak jauh dari pabrik. Mereka sengaja minum di sana sambil mengobrol, melepas penat setelah seharian berkecimpung dengan pekerjaan. "Kamu yakin akan sekejam ini, Van? Senja itu istrimu. Sebelumnya kamu juga mencintainya setengah mati. Sekarang sedingin ini, kamu nggak takut nyesel?" Bima ikut mengambil sebatang rokok dan menyulutnya. Bukan untuk melepas penat, melainkan mengikis kegundahan karena cinta yang dipaksa patah sebelum mengepakkan sayapnya. Senja Pramudita, wanita yang berhasil mengusik hatinya pada pandangan pertama. Wanita yang sejak awal ia kenal sebagai pasangan

  • Anak Siapa di Rahimku   Tanda Tangan

    Tiga hari setelah resmi bercerai secara agama, Senja keluar dari rumah Rivan. Barang-barangnya sudah dikemas sejak semalam, tak ada yang tersisa. Perjanjian perceraian yang isinya tentang harta gono-gini pun sudah dia tanda tangani. Senja tidak meminta bagian rumah atau mobil. Ia sadar diri. Dulu rumah itu adalah warisan dari orang tua Rivan. Kalaupun renovasinya menghabiskan ratusan juta, bukankah nanti Rivan masih berlapang hati memberinya uang ganti. Begitu pun dengan mobil. Awal pembelian, selagi Rivan masih lajang. Sesudah menikah dengan Senja, hanya tersisa setahun angsuran. "Sudah, Dek? Nggak ada yang ketinggalan?" tanya Rivan. Ia bersiap mengantar Senja ke tempat barunya. "Nggak ada, Mas." Kemudian, keduanya bersama-sama masuk ke mobil. Lantas, meluncur meninggalkan rumah yang menyimpan berjuta kenangan itu. Lagi-lagi tidak ada percakapan di antara Rivan dan Senja. Mungkin sama-sama canggung dengan status yang bukan suami istri. Atau mungkin karena masing-masing menyimpan

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status