Share

Aria

last update Last Updated: 2022-11-24 16:55:51

ANAK YANG KUBENCI 8

ARIA

"Rita, selamat ya, sudah diangkat jadi Supervisor," kata Mbak Ratih, mantan supervisor-ku.

"Sama-sama, Mbak. Kalau bukan rekomendasi dari Mbak Ratih, aku juga masih Jahit kerah, hehehe,"

Senangnya aku sudah dinaikkan jabatan menjadi supervisor. Tanggung jawabnya lebih besar karena membawahi line. Gapapa lah, yang penting sebanding dengan gajinya.

Aku semakin yakin, bahwa semakin jauh dari Kayla, keberuntunganku semakin mendekat. Sekarang aku diangkat jadi Supervisor, gajiku naik hingga aku bisa pindah ke kos-kosan yang tergolong mewah. Coba masih di kampung, bakalan jadi tukang derep di sawah aku.

Kayla memang pembawa sial. Lebih baik, aku jauh-jauh darinya.

**

Hari ini, kami para supervisor dipanggil untuk meeting oleh manager produksi. Mereka bilang ada buyer yang mau inspeksi. Kebetulan, yang mengerjakan pesanan tersebut termasuk line yang aku kepalai.

"Rita, sampai mana progres-nya?" Pak Amir, kepala produksi bertanya padaku.

"40 persen sudah di Quality kontrol, yang sisanya sedang dikerjakan dan sebagian lagi sudah di cutting," jawabku. Line aku sedang mengerjakan kemeja ekspor, merk terkenal dari Amerika.

"Siapkan sample yang bagus untuk diperiksa, ya!"

"Baik, Pak,"

Setelah meeting bubar, aku segera ke line. Mengambil beberapa sample jahitan yang bagus dan kutaruh di meja QC. Biasanya, buyer akan memeriksa di sana. Deg-degan juga sih, ini pertama kali aku akan bertemu langsung dengan buyer. Selama ini, aku hanya melihat saja sambil menjahit bila buyer datang.

Buyer macam-macam karakternya. Ada yang cerewet, galak, banyak komplen, dan protes. Ada juga yang baik, slow dan malah ngajarin. Semoga saja, nanti yang datang buyer baik.

Siang, sebelum jam istirahat, aku melihat Pak Amir berjalan ke line bersama seorang lelaki dan perempuan. Oh, itu kah buyernya? Aku menarik nafas dan membuangnya kasar untuk menenangkan batin.

Rombongan buyer baru sampai line sebelah. Kulihat, Pak Amir dan lelaki buyer itu memegang-megang kemeja sampel, yang perempuan tampak menulis-nulis di buku agenda yang dia bawa, mungkin dia seorang sekretaris.

Sekarang, mereka berjalan ke line-ku. Aku pun bersiap-siap.

"Rita, coba perlihatkan sampelnya," kata Pak Amir padaku. Aku mengambil satu kemeja berbahan denim dari hanger dan kuberikan.

Pak Amir menunjukkan kemeja itu pada lelaki di sebelahnya yang bermata sipit dan berwajah oriental.

Semuanya diperiksa, dari kerah, kantong, jahitan, bahkan sampai benang yang dipakai. Aku jadi nervous. Lelaki berkulit putih itu selanjutnya berbicara dengan Pak Amir dengan bahasa Inggris.

Wah, ngomongnya pakai bahasa Inggris, orang Korea, Jepang atau China ya?

"Berapa banyak yang kamu kerjakan?" Tanya Pak Amir padaku.

"5000 pieces, Pak," jawabku.

Total pesanan adalah tujuh belas ribu pieces, tapi dikerjakan oleh empat line. Karena line aku besar dan jumlah orangnya banyak, aku kebagian lima ribu. Kembali Pak Amir bercakap dengan orang itu dalam bahasa Inggris. Sebelum pergi, Pak Amir bilang padaku,

"Selesaikan tepat waktu, ya!"

"Baik, Pak," jawabku.

Uuh, untung saja buyer itu tidak cerewet. Aku bisa bernafas lega.

Pulang dari pabrik sudah sore, tadi lembur sebentar. Aku tidak langsung pulang, mau mampir ke supermarket dulu. Persediaan pembalut, sabun mandi, sampo dan beberapa barang lain di kost habis.

Perempuan kalau sudah di supermarket, jadi lupa apa yang akan dibeli, malah mengambil barang yang lain. Demikian juga aku, bukannya mencari pembalut dan sabun malah ke tempat buah dan sayur.

Kumasukkan ke tas belanja buah pir, apel merah, sawi hijau, dan susu cair. Setelah itu, baru aku mencari sabun dan pembalut. Minimarket tidak begitu ramai hari ini, soalnya tanggal tua. Kalau pas habis gajian, minimarket ini dipenuhi dengan orang pabrik hehehe.

Kulihat arloji di tangan, sudah setengah tujuh aja. Cepat banget jamnya, gegas aku berjalan ke kasir sambil membawa tas belanjaan.

Menuju ke kasir yang pojok, karena kulihat hanya ada satu orang yang sedang transaksi. Berdiri di samping mesin kasir, aku mengeluarkan belanjaan dan kutaruh di depan kasir.

"Mbak, yang kerja di pabrik tadi, ya?" Seseorang berbicara padaku. Aku mendongak pada sosok jangkung di sampingku. OMG! Dia kan Bapak buyer tadi? Saking kagetnya, aku sempat terpana beberapa detik.

"I_iya, Pak," jawabku sedikit gugup. Berasa di inspeksi aja nih, grogi. Dia bicara bahasa indo, berarti bukan oppa.

"Mbak, totalin punya dia, biar saya yang bayar," kata buyer itu.

"Eeh, nggak usah, Pak," aku menggeleng cepat. Mosok mau dibayari sih, orang nggak kenal.

"Gapapa, Mbak," lelaki itu mengeluarkan sebuah card dan memberikannya pada Mbak kasir. Aku menggaruk kepala, wah, jadi nggak enak nih.

"Makasih, ya, Pak," kataku setelah selesai dari kasir. Lelaki itu mengangguk.

Keluar supermarket, ternyata hujan, terpaksa aku berteduh dulu. Makin malam, gimana, dong? Saat aku mau memesan taksi online, tiba-tiba sebuah mobil sedan mewah berlogo bintang segitiga merapat. Aku melangkah mundur biar nggak ketabrak. Pintu kemudi mobil terbuka dan seseorang keluar. Aku tidak memperhatikan, sibuk sama ponsel.

"Mbak, bareng aja, yuk," seseorang telah berdiri di sampingku. Lagi-lagi aku mendongak karena dia tinggi. Buyernya tadi! Ngapain dia masih di sini, kukira dia sudah pulang tadi.

"Nggak usah, Pak, ini sudah pesan taksi online," tolakku. Pria itu malah menatapku.

"Ini hujan deras, nunggunya lama, lho," dia malah ikutan berdiri.

"Gapapa," jawabku. Emang bener sih, sudah sepuluh menit, belum ada taksi datang. Aku mulai gelisah, hari semakin malam.

"Ayo," katanya sambil membuka pintu mobil. Aku ragu, tapi ...

"Cepat!"

Lelaki itu berjalan memutari mobil dan ke pintu kemudi, dia membiarkan pintu sebelah sini terbuka. Aku harus gimana? Ya udah deh gapapa. Aku pun masuk ke mobil Mercy.

Di mobil aku diam saja. Lelaki itu juga tidak banyak cakap.

"Nanti depan belok kanan," kataku memberi tahu arah kostku.

"Tinggal di mana?" Tanyanya.

"Di rumah kost melati," jawabku pelan. Entah kenapa, dadaku berdebar.

"Oh, kost?"

Aku mengangguk. Tenang, sebentar lagi sampai, pikirku.

"Sudah lama kerja di pabrik?"

Aku mengangguk lagi.

"Namanya siapa?" Dia bertanya, aku melirik sekilas.

"Rita," jawabku singkat. "Depan itu, kostku," tanganku menunjuk ke depan pada rumah besar berpagar putih.

Mobil berhenti, aku bersiap turun.

"M_makasih, Pak," mengangguk kepalaku.

"Namaku Aria," tatapnya sambil tersenyum. Duh! Ternyata ganteng!

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Athaya
Mulai deh nti Rita nyalahin Kayla lagi...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Anak yang Kubenci    End episode/ Kayla Anakku

    ANAK YANG KUBENCI 40End episodeKayla Anakku "Mas, aku ingin bicara ..." Kataku saat hanya berdua saja di kamar bersama Mas Aria. Suamiku mengenakan kaosnya kemudian berjalan ke depan cermin yang menempel di dinding depan meja rias. Mas Aria menyisir rambutnya yang basah. Kebetulan Suamiku habis mandi. Dia kalau mandi malam soalnya pulang kerja juga malam. Sehabis Isya."Ngomong apa?" Mas Aria duduk bersandar di tempat tidur, di sebelahku. Aku memiringkan tubuh, salah satu tangan menyangga kepalaku sehingga aku bisa melihat wajah Mas Aria lebih dekat. Masih ganteng dan gagah di usianya yang setahun lagi menginjak 40."Tentang ...," Berhenti dulu sebab aku merasa sedikit sungkan. "Apa sih?" Mas Aria mengambilnya ponselnya dan mulai mengusap usap layarnya. Sempat terpikir untuk tidak jadi ngomong tapi, ini penting demi hubunganku dengan Mas Aria ke depannya. "Tentang bayi tabung, Mas," kataku akhirnya. Mas Aria tidak bereaksi, tetap sibuk dengan ponselnya. Aku menunggu. "Kenapa d

  • Anak yang Kubenci    Bayi tabung

    ANAK YANG KUBENCI 39Bab 39Bayi Tabung "Mama tidak melarangmu berteman dekat dengan cowok, Kay," kataku saat hanya berdua dengan Kayla. Kami memasak bersama. Kayla mendengarkan sembari tangannya asyik memisahkan toge dari akarnya. Hari ini, aku dan Kayla sepakat memasak soto daging sapi. "Kayla nggak pacaran, kok."Aku tersenyum melirik Kayla. Gadis itu menunduk mungkin malu. Aku pernah muda pernah mengalami fase seperti yang sekarang sedang melanda Kayla. Anak seusia mereka jarang yang mau mengaku kepada orang tuanya bila memiliki pacar. Mereka cenderung tertutup dan sembunyi sembunyi. Karenanya aku mengajak bicara anakku supaya dia bisa lebih terbuka denganku, Mamanya. Seorang Ibu juga harus bisa menjadi 'teman' untuk anak gadisnya. "Mama juga lebih suka menyebutnya teman dari pada pacar, Kay." Aku mengambil potongan besar daging berukuran besar yang sudah empuk dari panci presto kemudian mengirisnya menjadi bagian kecil-kecil. Bite size. Supaya mudah dikunyah. "Sebab bertem

  • Anak yang Kubenci    Kebahagiaan Kayla

    ANAK YANG KUBENCI 38Bab 38Kebahagiaan Kayla Membuka lagi foto dan video yang dikirim Kayla dari Manado aku tersenyum sendiri. Raut wajah bahagia terpancar dari setiap tawa Kayla yang terekam kamera. Ada foto saat dia memakai alat snorkel untuk bersiap menjelajah dangkal di perairan Bunaken bersama kedua adiknya. Dari lengan Kayla yang terlihat merangkul kedua anak lelaki yang berdiri di samping kiri dan kanannya, aku tahu Kayla menyayangi mereka. Scroll lagi pada foto-foto yang lain. Saat sebelum makan malam bersama keluarga, Kayla menyempatkan berfoto selfie. Bisa kulihat kekompakan keluarga Richard bersama Kayla meski baru beberapa hari bertemu. Senyum Kayla dan Richard sangat mirip. Ada lagi foto yang membuatku merasa entah lah ... Foto Kayla dengan istrinya Richard. Perempuan cantik berkulit putih itu merangkul Kayla. Senyumnya ceria dan tulus. Kayla juga bercerita kalau Mama Audrey --begitu Kayla menyebutnya-- sangat baik padanya. Selalu menggandeng tangannya kalau berjala

  • Anak yang Kubenci    Bersama Papa

    ANAK YANG KUBENCI 37Bab 37PoV KaylaBersama Papa Akhirnya aku memutuskan untuk bertemu dengan keluarga Papa biologis-ku yaitu Papa Richard. Semua atas seizin Mama, kalau tidak aku tidak akan berani. Bagiku Mama adalah segalanya, terutama setelah aku kehilangan Embah Putri, orang yang sangat menyayangiku. Kalau bukan karena wejangan Embah yang kudengar setiap hari, sudah pasti saat ini aku sudah menjadi musuh buat Mama. Embah selalu bertutur baik. Meyakinkan aku bahwa semua yang terjadi padaku, kelahiranku, orang tuaku, adalah takdir yang kuasa. Seorang anak tidak bisa memilih Ibu siapa yang akan melahirkan dia. Pun dengan aku. Bila ditanya sebelum dilahirkan apakah aku mau menjadi anak haram? Pastinya aku menggeleng. Inginku seperti anak yang lain. Punya ayah, Ibu dan mereka menikah sebelum punya anak. Tapi sudah lah itu masa lalu. Bukan untuk dilupakan, dihapus atau dikenang. Ambil pelajaran yang berarti dari sebuah masa lalu yang buruk agar kita lebih waspada dan tidak mengula

  • Anak yang Kubenci    Dia tetap Papa Kayla

    ANAK YANG KUBENCI 36Bab 36Richard tetap lah PapanyaKening Alina mengerut, kedua alisnya sampai hampir bertaut. Mata perempuan cantik dan elegan ini menatapku dengan bibir yang tersenyum tapi, hanya separuh yang terangkat. Meski kelihatan aneh tapi, tidak mengurangi kecantikannya. "Apa kamu tidak bertanya pada Aria sebelum kalian menikah, maksudku apa kamu tidak mencari tahu dahulu latar belakang calon suamimu?" Tanyanya. Aku menggeleng. Entah aku ini yang lugu atau bodoh. Jujur aku sangat terpesona dengan Mas Aria. Kebaikannya, penampilannya yang low profile, santun, dewasa dan mau menerimaku apa adanya. Semua itu sudah cukup bagiku menilai dan menerimanya sebagai suami. Sejauh ini, Mas Aria memang lelaki yang baik dan tidak mengecewakan. "Aria baik, dari keluarga yang bibit, bebet, bobotnya bagus tapi, menikah tidak cukup hanya itu. Kalau aku menikah untuk mendapatkan keturunan." Alina bercerita tanpa aku memintanya. "A_aku mencintai Mas Aria, kukira itu sudah cukup ...." Jawa

  • Anak yang Kubenci    Alasan Richard

    ANAK YANG KUBENCI 35Bab 35Alasan Richard mencari Kayla "Aku memang belum pernah punya anak, Rit, tapi aku sudah menganggap Kayla adalah anakku sendiri," ucap Mas Aria dengan menatapku. Rasanya malu, karena membabi-buta aku jadi tak sengaja menyinggung perasaan Mas Aria. Menarik nafas panjang dari hidung hingga terdengar isakan, aku terdiam lama. Kenapa masalah Richard tidak pernah selesai merundung hidupku. Kupikir, setelah belasan tahun berlalu, Richard sudah musnah dan tidak akan pernah kembali. "Sudah malam ayo kita ngobrol di kamar," ajak Suamiku. Merangkul pundak, Mas Aria membimbingku masuk ke kamar. Mas Aria mengambil sendiri baju ganti kemudian masuk ke kamar mandi. Aku hanya duduk diam membisu dengan perasaan yang entah lah, rasanya campur aduk. Benci, marah, sakit, geram, kesal, bercampur menjadi satu hingga menciptakan sesak menggumpal di dada. Hingga Mas Aria keluar dari kamar mandi, aku masih dalam posisi yang sama, duduk diam dan menangis di bibir tempat tidur. "

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status