Share

Aria

ANAK YANG KUBENCI 8

ARIA

"Rita, selamat ya, sudah diangkat jadi Supervisor," kata Mbak Ratih, mantan supervisor-ku.

"Sama-sama, Mbak. Kalau bukan rekomendasi dari Mbak Ratih, aku juga masih Jahit kerah, hehehe,"

Senangnya aku sudah dinaikkan jabatan menjadi supervisor. Tanggung jawabnya lebih besar karena membawahi line. Gapapa lah, yang penting sebanding dengan gajinya.

Aku semakin yakin, bahwa semakin jauh dari Kayla, keberuntunganku semakin mendekat. Sekarang aku diangkat jadi Supervisor, gajiku naik hingga aku bisa pindah ke kos-kosan yang tergolong mewah. Coba masih di kampung, bakalan jadi tukang derep di sawah aku.

Kayla memang pembawa sial. Lebih baik, aku jauh-jauh darinya.

**

Hari ini, kami para supervisor dipanggil untuk meeting oleh manager produksi. Mereka bilang ada buyer yang mau inspeksi. Kebetulan, yang mengerjakan pesanan tersebut termasuk line yang aku kepalai.

"Rita, sampai mana progres-nya?" Pak Amir, kepala produksi bertanya padaku.

"40 persen sudah di Quality kontrol, yang sisanya sedang dikerjakan dan sebagian lagi sudah di cutting," jawabku. Line aku sedang mengerjakan kemeja ekspor, merk terkenal dari Amerika.

"Siapkan sample yang bagus untuk diperiksa, ya!"

"Baik, Pak,"

Setelah meeting bubar, aku segera ke line. Mengambil beberapa sample jahitan yang bagus dan kutaruh di meja QC. Biasanya, buyer akan memeriksa di sana. Deg-degan juga sih, ini pertama kali aku akan bertemu langsung dengan buyer. Selama ini, aku hanya melihat saja sambil menjahit bila buyer datang.

Buyer macam-macam karakternya. Ada yang cerewet, galak, banyak komplen, dan protes. Ada juga yang baik, slow dan malah ngajarin. Semoga saja, nanti yang datang buyer baik.

Siang, sebelum jam istirahat, aku melihat Pak Amir berjalan ke line bersama seorang lelaki dan perempuan. Oh, itu kah buyernya? Aku menarik nafas dan membuangnya kasar untuk menenangkan batin.

Rombongan buyer baru sampai line sebelah. Kulihat, Pak Amir dan lelaki buyer itu memegang-megang kemeja sampel, yang perempuan tampak menulis-nulis di buku agenda yang dia bawa, mungkin dia seorang sekretaris.

Sekarang, mereka berjalan ke line-ku. Aku pun bersiap-siap.

"Rita, coba perlihatkan sampelnya," kata Pak Amir padaku. Aku mengambil satu kemeja berbahan denim dari hanger dan kuberikan.

Pak Amir menunjukkan kemeja itu pada lelaki di sebelahnya yang bermata sipit dan berwajah oriental.

Semuanya diperiksa, dari kerah, kantong, jahitan, bahkan sampai benang yang dipakai. Aku jadi nervous. Lelaki berkulit putih itu selanjutnya berbicara dengan Pak Amir dengan bahasa Inggris.

Wah, ngomongnya pakai bahasa Inggris, orang Korea, Jepang atau China ya?

"Berapa banyak yang kamu kerjakan?" Tanya Pak Amir padaku.

"5000 pieces, Pak," jawabku.

Total pesanan adalah tujuh belas ribu pieces, tapi dikerjakan oleh empat line. Karena line aku besar dan jumlah orangnya banyak, aku kebagian lima ribu. Kembali Pak Amir bercakap dengan orang itu dalam bahasa Inggris. Sebelum pergi, Pak Amir bilang padaku,

"Selesaikan tepat waktu, ya!"

"Baik, Pak," jawabku.

Uuh, untung saja buyer itu tidak cerewet. Aku bisa bernafas lega.

Pulang dari pabrik sudah sore, tadi lembur sebentar. Aku tidak langsung pulang, mau mampir ke supermarket dulu. Persediaan pembalut, sabun mandi, sampo dan beberapa barang lain di kost habis.

Perempuan kalau sudah di supermarket, jadi lupa apa yang akan dibeli, malah mengambil barang yang lain. Demikian juga aku, bukannya mencari pembalut dan sabun malah ke tempat buah dan sayur.

Kumasukkan ke tas belanja buah pir, apel merah, sawi hijau, dan susu cair. Setelah itu, baru aku mencari sabun dan pembalut. Minimarket tidak begitu ramai hari ini, soalnya tanggal tua. Kalau pas habis gajian, minimarket ini dipenuhi dengan orang pabrik hehehe.

Kulihat arloji di tangan, sudah setengah tujuh aja. Cepat banget jamnya, gegas aku berjalan ke kasir sambil membawa tas belanjaan.

Menuju ke kasir yang pojok, karena kulihat hanya ada satu orang yang sedang transaksi. Berdiri di samping mesin kasir, aku mengeluarkan belanjaan dan kutaruh di depan kasir.

"Mbak, yang kerja di pabrik tadi, ya?" Seseorang berbicara padaku. Aku mendongak pada sosok jangkung di sampingku. OMG! Dia kan Bapak buyer tadi? Saking kagetnya, aku sempat terpana beberapa detik.

"I_iya, Pak," jawabku sedikit gugup. Berasa di inspeksi aja nih, grogi. Dia bicara bahasa indo, berarti bukan oppa.

"Mbak, totalin punya dia, biar saya yang bayar," kata buyer itu.

"Eeh, nggak usah, Pak," aku menggeleng cepat. Mosok mau dibayari sih, orang nggak kenal.

"Gapapa, Mbak," lelaki itu mengeluarkan sebuah card dan memberikannya pada Mbak kasir. Aku menggaruk kepala, wah, jadi nggak enak nih.

"Makasih, ya, Pak," kataku setelah selesai dari kasir. Lelaki itu mengangguk.

Keluar supermarket, ternyata hujan, terpaksa aku berteduh dulu. Makin malam, gimana, dong? Saat aku mau memesan taksi online, tiba-tiba sebuah mobil sedan mewah berlogo bintang segitiga merapat. Aku melangkah mundur biar nggak ketabrak. Pintu kemudi mobil terbuka dan seseorang keluar. Aku tidak memperhatikan, sibuk sama ponsel.

"Mbak, bareng aja, yuk," seseorang telah berdiri di sampingku. Lagi-lagi aku mendongak karena dia tinggi. Buyernya tadi! Ngapain dia masih di sini, kukira dia sudah pulang tadi.

"Nggak usah, Pak, ini sudah pesan taksi online," tolakku. Pria itu malah menatapku.

"Ini hujan deras, nunggunya lama, lho," dia malah ikutan berdiri.

"Gapapa," jawabku. Emang bener sih, sudah sepuluh menit, belum ada taksi datang. Aku mulai gelisah, hari semakin malam.

"Ayo," katanya sambil membuka pintu mobil. Aku ragu, tapi ...

"Cepat!"

Lelaki itu berjalan memutari mobil dan ke pintu kemudi, dia membiarkan pintu sebelah sini terbuka. Aku harus gimana? Ya udah deh gapapa. Aku pun masuk ke mobil Mercy.

Di mobil aku diam saja. Lelaki itu juga tidak banyak cakap.

"Nanti depan belok kanan," kataku memberi tahu arah kostku.

"Tinggal di mana?" Tanyanya.

"Di rumah kost melati," jawabku pelan. Entah kenapa, dadaku berdebar.

"Oh, kost?"

Aku mengangguk. Tenang, sebentar lagi sampai, pikirku.

"Sudah lama kerja di pabrik?"

Aku mengangguk lagi.

"Namanya siapa?" Dia bertanya, aku melirik sekilas.

"Rita," jawabku singkat. "Depan itu, kostku," tanganku menunjuk ke depan pada rumah besar berpagar putih.

Mobil berhenti, aku bersiap turun.

"M_makasih, Pak," mengangguk kepalaku.

"Namaku Aria," tatapnya sambil tersenyum. Duh! Ternyata ganteng!

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Athaya
Mulai deh nti Rita nyalahin Kayla lagi...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status