ANAK YANG KUBENCI 8
ARIA"Rita, selamat ya, sudah diangkat jadi Supervisor," kata Mbak Ratih, mantan supervisor-ku."Sama-sama, Mbak. Kalau bukan rekomendasi dari Mbak Ratih, aku juga masih Jahit kerah, hehehe,"Senangnya aku sudah dinaikkan jabatan menjadi supervisor. Tanggung jawabnya lebih besar karena membawahi line. Gapapa lah, yang penting sebanding dengan gajinya.Aku semakin yakin, bahwa semakin jauh dari Kayla, keberuntunganku semakin mendekat. Sekarang aku diangkat jadi Supervisor, gajiku naik hingga aku bisa pindah ke kos-kosan yang tergolong mewah. Coba masih di kampung, bakalan jadi tukang derep di sawah aku.Kayla memang pembawa sial. Lebih baik, aku jauh-jauh darinya.**Hari ini, kami para supervisor dipanggil untuk meeting oleh manager produksi. Mereka bilang ada buyer yang mau inspeksi. Kebetulan, yang mengerjakan pesanan tersebut termasuk line yang aku kepalai."Rita, sampai mana progres-nya?" Pak Amir, kepala produksi bertanya padaku."40 persen sudah di Quality kontrol, yang sisanya sedang dikerjakan dan sebagian lagi sudah di cutting," jawabku. Line aku sedang mengerjakan kemeja ekspor, merk terkenal dari Amerika."Siapkan sample yang bagus untuk diperiksa, ya!""Baik, Pak,"Setelah meeting bubar, aku segera ke line. Mengambil beberapa sample jahitan yang bagus dan kutaruh di meja QC. Biasanya, buyer akan memeriksa di sana. Deg-degan juga sih, ini pertama kali aku akan bertemu langsung dengan buyer. Selama ini, aku hanya melihat saja sambil menjahit bila buyer datang.Buyer macam-macam karakternya. Ada yang cerewet, galak, banyak komplen, dan protes. Ada juga yang baik, slow dan malah ngajarin. Semoga saja, nanti yang datang buyer baik.Siang, sebelum jam istirahat, aku melihat Pak Amir berjalan ke line bersama seorang lelaki dan perempuan. Oh, itu kah buyernya? Aku menarik nafas dan membuangnya kasar untuk menenangkan batin.Rombongan buyer baru sampai line sebelah. Kulihat, Pak Amir dan lelaki buyer itu memegang-megang kemeja sampel, yang perempuan tampak menulis-nulis di buku agenda yang dia bawa, mungkin dia seorang sekretaris.Sekarang, mereka berjalan ke line-ku. Aku pun bersiap-siap."Rita, coba perlihatkan sampelnya," kata Pak Amir padaku. Aku mengambil satu kemeja berbahan denim dari hanger dan kuberikan.Pak Amir menunjukkan kemeja itu pada lelaki di sebelahnya yang bermata sipit dan berwajah oriental.Semuanya diperiksa, dari kerah, kantong, jahitan, bahkan sampai benang yang dipakai. Aku jadi nervous. Lelaki berkulit putih itu selanjutnya berbicara dengan Pak Amir dengan bahasa Inggris.Wah, ngomongnya pakai bahasa Inggris, orang Korea, Jepang atau China ya?"Berapa banyak yang kamu kerjakan?" Tanya Pak Amir padaku."5000 pieces, Pak," jawabku.Total pesanan adalah tujuh belas ribu pieces, tapi dikerjakan oleh empat line. Karena line aku besar dan jumlah orangnya banyak, aku kebagian lima ribu. Kembali Pak Amir bercakap dengan orang itu dalam bahasa Inggris. Sebelum pergi, Pak Amir bilang padaku,"Selesaikan tepat waktu, ya!""Baik, Pak," jawabku.Uuh, untung saja buyer itu tidak cerewet. Aku bisa bernafas lega.Pulang dari pabrik sudah sore, tadi lembur sebentar. Aku tidak langsung pulang, mau mampir ke supermarket dulu. Persediaan pembalut, sabun mandi, sampo dan beberapa barang lain di kost habis.Perempuan kalau sudah di supermarket, jadi lupa apa yang akan dibeli, malah mengambil barang yang lain. Demikian juga aku, bukannya mencari pembalut dan sabun malah ke tempat buah dan sayur.Kumasukkan ke tas belanja buah pir, apel merah, sawi hijau, dan susu cair. Setelah itu, baru aku mencari sabun dan pembalut. Minimarket tidak begitu ramai hari ini, soalnya tanggal tua. Kalau pas habis gajian, minimarket ini dipenuhi dengan orang pabrik hehehe.Kulihat arloji di tangan, sudah setengah tujuh aja. Cepat banget jamnya, gegas aku berjalan ke kasir sambil membawa tas belanjaan.Menuju ke kasir yang pojok, karena kulihat hanya ada satu orang yang sedang transaksi. Berdiri di samping mesin kasir, aku mengeluarkan belanjaan dan kutaruh di depan kasir."Mbak, yang kerja di pabrik tadi, ya?" Seseorang berbicara padaku. Aku mendongak pada sosok jangkung di sampingku. OMG! Dia kan Bapak buyer tadi? Saking kagetnya, aku sempat terpana beberapa detik."I_iya, Pak," jawabku sedikit gugup. Berasa di inspeksi aja nih, grogi. Dia bicara bahasa indo, berarti bukan oppa."Mbak, totalin punya dia, biar saya yang bayar," kata buyer itu."Eeh, nggak usah, Pak," aku menggeleng cepat. Mosok mau dibayari sih, orang nggak kenal."Gapapa, Mbak," lelaki itu mengeluarkan sebuah card dan memberikannya pada Mbak kasir. Aku menggaruk kepala, wah, jadi nggak enak nih."Makasih, ya, Pak," kataku setelah selesai dari kasir. Lelaki itu mengangguk.Keluar supermarket, ternyata hujan, terpaksa aku berteduh dulu. Makin malam, gimana, dong? Saat aku mau memesan taksi online, tiba-tiba sebuah mobil sedan mewah berlogo bintang segitiga merapat. Aku melangkah mundur biar nggak ketabrak. Pintu kemudi mobil terbuka dan seseorang keluar. Aku tidak memperhatikan, sibuk sama ponsel."Mbak, bareng aja, yuk," seseorang telah berdiri di sampingku. Lagi-lagi aku mendongak karena dia tinggi. Buyernya tadi! Ngapain dia masih di sini, kukira dia sudah pulang tadi."Nggak usah, Pak, ini sudah pesan taksi online," tolakku. Pria itu malah menatapku."Ini hujan deras, nunggunya lama, lho," dia malah ikutan berdiri."Gapapa," jawabku. Emang bener sih, sudah sepuluh menit, belum ada taksi datang. Aku mulai gelisah, hari semakin malam."Ayo," katanya sambil membuka pintu mobil. Aku ragu, tapi ..."Cepat!"Lelaki itu berjalan memutari mobil dan ke pintu kemudi, dia membiarkan pintu sebelah sini terbuka. Aku harus gimana? Ya udah deh gapapa. Aku pun masuk ke mobil Mercy.Di mobil aku diam saja. Lelaki itu juga tidak banyak cakap."Nanti depan belok kanan," kataku memberi tahu arah kostku."Tinggal di mana?" Tanyanya."Di rumah kost melati," jawabku pelan. Entah kenapa, dadaku berdebar."Oh, kost?"Aku mengangguk. Tenang, sebentar lagi sampai, pikirku."Sudah lama kerja di pabrik?"Aku mengangguk lagi."Namanya siapa?" Dia bertanya, aku melirik sekilas."Rita," jawabku singkat. "Depan itu, kostku," tanganku menunjuk ke depan pada rumah besar berpagar putih.Mobil berhenti, aku bersiap turun."M_makasih, Pak," mengangguk kepalaku."Namaku Aria," tatapnya sambil tersenyum. Duh! Ternyata ganteng!BersambungANAK YANG KUBENCI 9Jatuh Cinta Lagi?Keluar dari mobil, aku berlari kecil menerjang rintik hujan. Memasuki pagar, aku merasa mobil Aria belum bergerak. Tak sengaja, aku menoleh ke belakang. Benar, mobilnya masih diam di sana. Nunggu apa, sih? Atau dia sedang mengawasiku?"Sampai malam, Rit?" Wina, teman sebelah kamarku menyapa, di tangannya membawa semangkuk mie instan rebus yang masih mengepul. "Eh, iya, tadi mampir dulu ke supermarket terus kehujanan," jawabku sambil tengak-tengok ke jalan. Untung saja sudah pergi mobilnya. Males aku kalau ditanya-tanya sama Wina. Dia itu kepo. Menaruh belanjaan di meja, aku duduk di tepi tempat tidur. Kok rasanya berdebar dan gugup begini sih? Padahal aku sudah bukan anak muda lagi. Bibirku senyum sendiri. Apa karena sudah lama aku tidak bergaul dengan laki-laki? Maksudku jatuh cinta lagi gitu ... hmm.Jujur saja, selama tinggal di Jakarta aku belum pernah mempunyai teman dekat. Semua teman biasa aja, kalau jalan juga ramai-ramai. Aku sendiri ju
ANAK YANG KUBENCI 10Gimana dong Kuketik nomor rekening ibuku, lalu kukirim uang sebesar lima ratus ribu. Setiap bulan, aku rutin mengirim uang untuk Ibu, meski beliau tidak pernah meminta. Ibu tahu, aku akan marah dan mengomel bila Ibu meminta uang untuk Kayla. Terakhir, Ibu meminta kiriman uang untuk biaya masuk SMP Kayla, tapi aku tidak memberinya. Dari saat itu, Ibu tidak pernah lagi meminta uang untuk Kayla. Memang Kayla anakku, anak yang tidak kuharap kehadirannya di muka bumi ini. Tidak kewajibanku untuk membiayai dia. Hidupku sudah susah dari saat hamil hingga melahirkan dia. Yang aku heran, apakah Richard tidak ingat dengan anaknya ini, ya? Dulu dia pergi meninggalkan aku dalam keadaan hamil dan dia tahu itu. Kalau seorang laki-laki bisa dengan santainya meninggalkan tanggung jawab, kenapa aku tidak? Bikinnya berdua, suka sama suka tapi, kenapa hanya aku sendiri yang menanggung malu dan susah? Seandainya aku tahu di mana Richard, akan kukirim Kayla bersamanya. Biar Richar
ANAK YANG KUBENCI 11Tidak Jujur Ini baju yang ke tujuh yang aku coba, semuanya salah. Aku merasa nervous hingga gonta-ganti baju. Aku bingung harus pakai baju apa untuk bertemu dengan Pak Aria? Duh Gusti, kenapa aku jadi seperti ini?Ponselku berdenting, pesan WA baru masuk. Cepat kuraih benda pipih dari kasur. Astaga! Pak Aria sudah sampai dan dia menunggu di depan gerbang. Bagaimana ini, sedangkan aku belum selesai juga memilih baju! Emang mau ke mana sih, kok aku nggak nanya. Akhirnya, aku memilih memakai rok dengan bawahan model payung. Sepatu flat warna putih membalut kakiku. Rambut yang panjang sebahu kubiarkan tergerai. Insha Allah sudah cantik.Meski usiaku sudah kepala tiga, tapi body aku masih tetap langsing lho, nggak kalah sama yang umur dua puluhan. Walau aku sudah pernah punya anak, tapi tidak ada yang berubah dari bentuk tubuhku. Tidak ada yang tahu aku punya anak di kampung. Latifah, temanku yang tahu rahasiaku juga sudah resign dari pabrik. Latifah pulang kampung k
ANAK YANG KUBENCI 12Kabar dari Kampung Aku tidak tahu, hubungan seperti apa yang kini tengah aku jalani bersama Pak Aria. Kami semakin akrab, aku tidak sungkan lagi menegurnya bila dia berkunjung ke pabrik. Nggak pernah ke line sekarang, Pak Aria lebih sering di office. Kupikir, gedung 1 ~di sini ada beberapa gedung dan disebut dengan menggunakan angka~ dengan penghuni sekitar seribu orang ini sudah tahu semua tentang gossip aku dan Pak Aria. Gimana nggak, aku karyawan lama di sini, hampir semuanya dari Satpam sampai OB, dari penjahit sampai ke bagian packing, tahu semua tentang aku. Itu menurutku sih, hehehe. Mimpi indahku untuk membina rumah tangga kembali hadir. Aku layak bahagia setelah perjalanan panjang penuh tekanan dan kesialan. Deritaku saat hamil Kayla masih terasa perih hingga kini. Sendiri dengan perut yang semakin membesar, takut, khawatir, bingung, semua jadi satu. Tak ada orang yang kuajak bicara saking takutnya. Apalagi saat Richard dan keluarganya pindah entah ke
ANAK YANG KUBENCI 13PoV AuthorYang tidak diketahui Rita "Kayla, ini sangunya, Nduk," Gadis kecil yang sudah mengenakan seragam sekolah itu mendekat dan mengambil uang sejumlah lima belas ribu di meja makan. "Terima kasih, Mbah," ucapnya tersenyum, dimasukkannya uang itu ke dalam saku. Setelah itu, tangan mungilnya dengan cekatan menutup tepak makan berwarna pink dan mengambil botol minuman. Menutup resleting tas, Kayla lalu menggendongnya di punggung. "Kayla berangkat dulu, Mbah," Meraih tangan keriput sang nenek, Kayla kecil menciumnya. Selalu begitu setiap pagi. Embah mendesah pelan, diamati seragam rok Kayla yang sudah cingkrang. Bukan maksud sang nenek membiarkan cucunya memakai rok yang sudah kecil itu, tapi dia memang belum punya uang buat membeli kain dan menjahitkan yang baru. Sepatu Kayla juga hanya satu-satunya, tapi masih agak bagus karena nenek membelinya saat Kayla naik kelas enam. "Kay, bajunya udah mau selutut ya? Embah menunjuk kaki Kayla. Dengan baju lengan pa
ANAK YANG KUBENCI 14Amanah IbuBerlari menyusur koridor rumah sakit, aku tak bisa menahan tangis. Air mata ini semakin deras mengalir saat mendekati kamar ibu. Perasaanku sangat cemas, aku khawatir dengan ibuku. Sampai di kamar rawat, aku menghambur masuk. "Ibuu,"Kupeluk perempuan yang terbaring lemah dengan selang infus di tangannya. Tangisku mereda setelah bertemu dengan ibu, paling tidak aku sudah lega ibuku masih bisa merespon dengan senyum tipis. Wajah pucat ibu terlihat jelas, juga nafasnya yang cepat. "Ibu, kenapa bisa sakit, Ibu kecapaian ya, Kayla tidak pernah membantu ibu?" Pertanyaan beruntun aku lontarkan pada ibu. Perempuan tua itu tersenyum dan menggeleng lemah. "Tidak, Rita, Ibu memang sakit sendiri mungkin karena sudah tua badan Ibu ringkih," jelas Ibu. Kuseka air mataku. "Nggak usah nangis, Ibu gapapa," kata Ibu seakan tahu kesedihanku. Aku mengangguk. "Ma ..." Kayla berdiri di sampingku, dari tadi anak itu ada di sini ternyata, sampai tidak aku perhatikan. L
ANAK YANG KUBENCI 15Kasih ibu sepanjang jalan "Berjanji lah, Rita," ibu menatapku dengan sorot memohon. Aku menarik nafas dan menghembuskan pelan, lebih baik aku mengiyakan saja biar ibu senang dan cepat sembuh."Insha Allah, Bu," jawabku sekenanya yang penting keluar dari topik ini. Kuambil odol dan sikat gigi dari tas lalu berjalan ke kamar mandi. Sempet kulirik ibuku yang tersenyum lega.Agak siangan Bulik Mulyati yang biasa kusapa Lek Yati datang menjenguk. Perempuan bertubuh subur dengan rambut ikal itu membawa rantang susun berisi makanan. Menggelar tikar di lantai, Lek Yati mulai melepas satu persatu rantang dari kaitannya dan mulai menata di tikar. Ada nasi, sayur labu siam, tempe dan bandeng presto goreng. Aroma masakan menguar memenuhi ruangan rupanya semua masakan masih panas. Hmm menggugah selera. Ibu tidak tidur, matanya melek bahkan sempat melihat ke bawah. "Makan, Mbakyu," Lek Yati melihat kakaknya. Ibu tersenyum dan menggeleng. "Aku suapin, Bu? Enak lho sayur lab
ANAK YANG KUBENCI 16Semua Salah Kayla Pengajian untuk Ibu sudah selesai, kami mengadakan tahlilan hanya tiga hari saja sudah cukup. Selanjutnya doa dari anak yang Sholeh dan shalihah adalah yang utama. Aku berjanji akan selalu menyebut nama ibu di setiap doaku.Kehidupan kembali normal, orang-orang juga sudah tidak ada yang membantu pekerjaan di rumahku. Aku pun belajar mengiklaskan bahwa semua adalah kehendak Allah. Sesekali Lek Yati, Yunia, Retno datang berkunjung, mereka membawakan makanan untukku dan Kayla. Oh ya, Kayla sudah tidak masuk sekolah. Rencananya hari ini Retno akan datang ke sekolah Kayla untuk meminta keluar anak itu dari sekolahnya. Terpaksa kubawa Kayla ke Jakarta. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana karena keluarga besar Ibu tidak ada satu pun yang membicarakan nasib Kayla. Tidak satu pun dari mereka menawarkan diri untuk mengasuh Kayla. Entah lah, mungkin takut ketiban sial. "Kay, kemasi barang-barangmu, besok sore kita berangkat ke Jakarta," kataku pada gadis