Home / Thriller / Anakku Bermain dengan Siapa? / Surat Misterius di Kamar Kia

Share

Surat Misterius di Kamar Kia

Author: Rahma La
last update Last Updated: 2022-06-14 21:53:10

"Kamu bicara sama siapa, Sayang?" 

Aku menoleh. Mendapati Mas Dion yang berdiri di depan pintu kamar Kia. 

"Tadi aku bicara sama—"

Pandanganku kembali beralih ke luar jendela kamar. Tidak ada siapa pun di sana. 

"Sama siapa?" 

Tidak. Aku menggelengkan kepala. Tadi, jelas-jelas aku melihat Kia. Dia tersenyum padaku. Berdiri di depan jendela kamar. 

Ah, atau ini hanya halusinasiku? 

Aku mengusap wajah, lalu berbalik. Memasang wajah biasa saja, agar Mas Dion tidak khawatir. 

"Kamu udah selesai sarapan, Mas?"

"Belum. Berhenti gara-gara kamu bicara sama orang."

Aku tersenyum tipis. Menutup pintu kamar Kia. Berjalan di belakang Mas Dion. 

Hari ini, pembantuku datang. Membantu untuk tahlilan nanti malam. Sebelumnya, sedang pulang kampung. 

Aku menatap kursi yang biasanya setiap pagi ditempati oleh Kia. Sekarang, kursi itu kosong. 

"Mama." 

Astaghfirullah. Aku terlonjak. Sedikit kaget, ketika melihat Kia sekilas duduk di kursi itu. 

"Kenapa, Via?" 

Aku mengusap wajah, kemudian menggelengkan kepala. "Halusinasi aja tadi, Mas."

Selesai Mas Dion sarapan, dia beranjak. "Aku ke rumah sakit dulu. Jenguk Mama sebentar."

Mas Dion mencium kening Tifa, kemudian berjalan ke ruang tamu. 

"Tifa main di ruang keluarga dulu, ya. Mama mau cuci piring."

Tifa mengangguk. Membawa mainannya ke ruang keluarga. 

Saat membereskan piring Mas Dion, aku terpaku. Ada beberapa tetes darah di sana. 

Padahal, aku hanya memasak ikan. Itu pun sudah bersih. Tidak ada lagi darahnya. Lalu ini apa?

Ponselku berdering. Dari Mama Mas Dion. 

"Assalammualaikum, Ma."

"Waalaikumsalam, Via. Dion mana? Kemarin gak kesini, sekarang juga gak kesini? Dia ngambil cuti beberapa hari, 'kan?" 

Mendengar itu, kakiku mendadak lemas. Benar yang aku pikirkan tadi pagi. Mas Dion tidak ke rumah sakit. Tapi dia kemana?

"Pagi ini berangkat ke rumah sakit katanya, Ma. Tunggu aja. Nanti Via telepon juga buat pastiin Mas Dion ke rumah sakit atau enggak."

"Yaudah, makasih, Via. Maaf, ya. Mama jadi ganggu kamu."

Mama mematikan teleponnya. Aku meletakkan ponsel di atas meja makan, membawa piring ke dapur. 

Biasanya, Kia membantuku mencuci piring. Dia yang selalu membuat suasana berbeda. 

"Arghh!"

Eh? Aku berhenti mencuci piring. Terdengar teriakan tadi. Asalnya dari ruang keluarga. 

Aku menelan ludah, langsung berlari ke ruang keluarga. 

Ya Allah, jangan sampai terjadi apa-apa pada Tifa. 

"Tifa? Tifa gak papa, Nak?" 

Tidak ada yang terjadi pada Tifa. Aku menghela napas lega. Menatap anak keduaku ini. 

Jujur saja, aku ingin meminta bantuan pada saudara untuk menjaga Tifa. Tapi mereka pasti punya banyak alasan. 

Kalau mereka datang, mungkin nanti malam. Saat tahlilan untuk Kia. 

"Gelang, Ma."

Aku menatap barang yang ada di tangan Tifa. Gelang milik Kia!

"Tifa dapat darimana, Sayang?" 

Buru-buru aku menyembunyikan gelang itu. 

"Dari Kakak."

Sudahlah. Tidak ada gunanya bertanya pada Tifa. Dia akan menjawab dari Kakak. Begitu terus. 

"Lain kali, jangan sembarangan, ya, Tifa."

Aku mengecup kening Tifa, berjalan ke kamar Kia. 

Sebenarnya, sejak tadi aku penasaran sekali dengan jendela yang dilempari batu. 

Siapa yang iseng melempari kamar Kia dengan batu?

Setelah meletakkan gelang kesayangan Kia ke dalam laci, kemudian menguncinya, aku kembali menatap jendela itu. 

Terdengar lemparan lagi. Aku buru-buru mendekat. 

Tidak. Ini bukan batu, tapi kertas. 

Aku memungut kertas itu, ada satu kalimat. Ditulis menggunakan spidol merah. Ah, bukan. Ini lebih mirip darah. 

"Kia benci Papa."

***

Bab 4 nya besok pagi, yaa. Sekarang mau diedit dulu. Jangan lupa like dan komen.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Anakku Bermain dengan Siapa?   Ledakan Berbahaya

    "Nyumput, Vi." Bang Gery menarik tanganku. Kamu bersembunyi di bawah meja. Pintu terbuka. Ada cahaya masuk, terdengar langkah kaki. Aku menelan ludah, jangan sampai kami ketahuan di sini. "Mana, ya, ditaruh." Terdengar benda beruntung jatuh. Aku tersentak sendiri. Jantungku berdegup kencang, seperti sedang menguji mental di sini. Bang Gery memegangi tanganku. Ini salah kami, kenapa juga berkunjung ke rumah Mama sekarang. Benar-benar berbahaya. Hampir setengah jam kami di sini dan Mas Dion belum juga keluar. Aku mengembuskan napas berkali-kali, kesal. "Ah, akhirnya." Terdengar suara senang di sana. Aku dan Bang Gery berpandangan. Apa yang Mas Dion dapatkan? Kenapa terdengar senang sekali?Mas Dion bergegas pergi setelahnya. Pintu ditutup, kami keluar dari meja itu. Untung tidak ketahuan. Jangan sampai kami ketahuan sebelum waktunya. Begitu kata Bang Gery. Bisa-bisa, kami kalah dari Mas Dion. "Dia ngambil padi itu. Ah, kenapa tadi aku gak sembunyiin berasnya."Aku mendekati Ban

  • Anakku Bermain dengan Siapa?   Mas Dion di Kampung Kematian

    "Orang penting, maksudnya bagaimana, Nek?" Nenek itu tersenyum. Dia beranjak. "Kalian tanya saja sendiri. Nenek ke belakang dulu. Masih ada kerjaan. Anggap rumah sendiri, ya, Nak. Kalau mau istirahat langsung ke kamar aja. Jangan malu-malu."Setelah Nenek itu pergi, aku menoleh ke Bang Gery. Dia harus menjelaskan semuanya, lengkap dan detail. "Ya, kayak kata Nenek itu. Abang kunci di kampung ini, apalagi kalau ada masalah." Suara Babg Gery benar-benar kecil, untung tetap terdengar olehku. "Abang sebenarnya bisa saja menyembunyikan masalah ini, tapi karena si Dion menyebalkan itu, Abang sendiri harus turun tangan."Aku mengepalkan jemari, sedikit demi sedikit, aku bisa menyimpulkan semuanya. "Gak bakalan mudah, apalagi lawannya si Kakek itu. Tapi Abang pernah lawan dia sekali kalau gak salah dan itu seri. Gak ada yang menang atau kalah. Udah biasa di kompetisi itu, mah.""A—apa Bang Gery asli kampung ini? Abang bukan manusia biasa?" tanyaku pelan. Wajah Bang Gery tampak terkejut.

  • Anakku Bermain dengan Siapa?   Bang Gery Sebenarnya adalah ....

    "Kami pamit, Nek."Meskipun masih banyak pertanyaan di kepalaku, tapi aku tetap mengikuti Bang Gery dari belakang.Kami masuk ke dalam mobil. Bang Gery sempat menoleh ke aku sebentar, kemudian tersenyum. Dia menginjak pedal gas."Dion bakalan bunuh siapa aja yang menghalanginya. Termasuk kamu, Vi."Aku menganggukkan kepala. Jangankan aku, membunuh darah dagingnya saja, Mas Dion berani sekali."Abang serius bisa ke kampung itu? Kan, susah kalau mau kesana dengan metode manusia biasa.""Gampang itu, mah."Sikap Bang Gery cukup aneh, tapi aku tetap mengangguk saja. Biarkan dia mencobanya.Perjalanan yang cukup panjang sepertinya. Bahkan, di mobil ini Bang Gery sudah siap sedia makanan.Mobil memasuki wilayah pemakaman umum. Aku mengernyit, menatap area sekitar. Ini tempat makam Kia dan Tifa. Ada apa?"Hubungi Dion dulu, biar dia gak curiga, Dek."Aku menoleh, kemudian mengangguk. Menghubungi Mas Dion dengan ponsel yang diberikan Nenek itu. Terdengar nada sambung."Halo, Sayang.""Halo, M

  • Anakku Bermain dengan Siapa?   Target Berikutnya ....

    "Engga! Enggak mungkin Kia meninggal, Bang."Bang Gery memelukku. Dia membisikkan kalimat menguatkan. Ya Allah, dalam satu bulan ini, aku kehilangan dua orang yang berarti dalam hidupku. Kenapa ini bisa terjadi? Aku memegangi kepala, merasa gagal sebagai Ibu. "Ayo, pulang. Mayat Tifa udah di rumah. Kamu mau lihat Tifa yang terakhir kalinya atau enggak?" Aku mengangguk, Bang Gery membantu berdiri. Kami membayar administrasi terlebih dahulu, baru kemudian ke parkiran mobil. "Siapa yang ngambil mayat Tifa, Bang?" Bang Gery menoleh. "Dion."Mendengar nama itu disebut, aku memalingkan wajah. Aku tahu, ada yang Mas Dion lakukan. Pasti meninggalnya Tifa kali ini ada hubungannya dengan dia. "Ingat, sampai di rumah, kamu harus jaga emosi, ya. Jangan sampai keceplosan tentang kutukan kematian itu."Kami memang harus merahasiakan semua itu. Aku mengangguk, mengusap pipi. Masih belum percaya dengan kabar ini. Benarkah Tifa sudah meninggal?***Mobil berhenti di halaman rumahku. Banyak tetan

  • Anakku Bermain dengan Siapa?   Korban-Korban Akan Kembali Berjatuhan

    "Engga! Enggak mungkin Kia meninggal, Bang."Bang Gery memelukku. Dia membisikkan kalimat menguatkan. Ya Allah, dalam satu bulan ini, aku kehilangan dua orang yang berarti dalam hidupku. Kenapa ini bisa terjadi? Aku memegangi kepala, merasa gagal sebagai Ibu. "Ayo, pulang. Mayat Tifa udah di rumah. Kamu mau lihat Tifa yang terakhir kalinya atau enggak?" Aku mengangguk, Bang Gery membantu berdiri. Kami membayar administrasi terlebih dahulu, baru kemudian ke parkiran mobil. "Siapa yang ngambil mayat Tifa, Bang?" Bang Gery menoleh. "Dion."Mendengar nama itu disebut, aku memalingkan wajah. Aku tahu, ada yang Mas Dion lakukan. Pasti meninggalnya Tifa kali ini ada hubungannya dengan dia. "Ingat, sampai di rumah, kamu harus jaga emosi, ya. Jangan sampai keceplosan tentang kutukan kematian itu."Kami memang harus merahasiakan semua itu. Aku mengangguk, mengusap pipi. Masih belum percaya dengan kabar ini. Benarkah Tifa sudah meninggal?***Mobil berhenti di halaman rumahku. Banyak tetan

  • Anakku Bermain dengan Siapa?   Tifa Meninggal?

    "Nenek tau aja." Bang Gery nyengir, dia menggaruk kepala, bingung harus bereaksi apa. "Sudah mengenal tabiatmu. Juga kalian, Nak."Nenek itu menatap kami. Dia tersenyum penuh rahasia. "Nenek yakin, kalian bisa menghancurkan kutukan itu."Aku menghela napas lega. Kukira tadi, kami akan dimarahi atau paling parah diusir, apalagi Nenek itu terlihat emosian. "Kami pamit dulu, Nek. Terima kasih atas pinjaman senjatanya."Kami diantar sampai ke depan. Ketika keluar dari rumah itu, pintunya tertutup sendiri, membuatku lompat ke depan. Kaget sendiri."Duh, pintunya ngagetin. Kenapa bisa ketutup kayak gitu, sih. Nyebelin." Sari mendumal sendiri, dia membenarkan jilbabnya, berjalan duluan. "Namanya juga pintu rumah modern. Keren gitu."Bang Gery yang menjawab. Dia menyusulku dan Sari yang sudah duluan. Pistol itu, Bang Gery yang pegang. Aku masuk ke dalam mobil, mengembuskan napas lega. Sesuatu yang awalnya kami kira sulit, ternyata lumayan mudah. Aku membenarkan posisi duduk, Bang Gery sud

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status