Share

Bab 3

Pukul 10 malam aku masih termenung di kursi depan sambil memeluk lututku. Selain mataku yang tak kunjung terpejam lagi, aku juga sedang menunggu Mila datang.

Akan langsung kuceritakan apa yang kulihat tadi, ada luka di sekujur tubuh Nila dan jenazahnya tidak diantarkan oleh keluarga suaminya yang bedebah itu.

"Hujan Bi, dingin," kata Sarah yang tiba-tiba datang dari dapur.

Aku menoleh, wajahnya memang tampak pucat dan menggigil kedinginan.

"Ya ampun Sarah, ambil selimut di lemari Bibi dan tidur sana," sahutku tanpa beranjak dari kursi.

Anak itu memang sengaja ingin menginap di sini untuk menemaniku katanya, karena bapaknya Nila seperti biasa, mereka melekan untuk menunggu makam baru sampai malam ke 3.

"Ayo tidur Bi, Sarah mau tidur sama, Bibi."

"Bibi belum ngantuk Sar, kamu tidur duluan gih."

"Jangan terlalu pikirin Nila, Bi."

Aku mengangguk, anak itu pun beranjak pergi ke kamar.

Dipikir-pikir, kenapa anak itu terlihat lemas sekali? Padahal kalau dia sakit tak usahlah dia menginap di sini kasihan.

"Ah biar kuingatkan saja, kasihan kalau dia sakit meningan kusuruh pulang saja."

Baru saja aku bangkit akan menyusul Sarah, seseorang datang membuka pintu.

"Bi, maaf ya Sarah baru ke sini, tadi rumah bocor jadi bantuin ibu masang ember dulu," katanya sambil sibuk menutup payung yang ia bawa.

Sementara wajahku mendadak seperti diterjang badai. Dadaku sampai kembang-kempis melihat Sarah kini ada di depanku.

"S-Sar-rah?"

"Iya Bi, ini Sarah, kenapa?" Dia balik bertanya dengan raut keheranan.

"Tadi-" Aku tergagap menunjuk ke belakang.

"Tadi apa?"

"T-tadi kamu-kamu-"

"Ada apa, Bi? Tadi kenapa?"

Tanpa menunggu lagi Sarah menerobos masuk dan melihat ke dapur.

"Tadi apa? Ada apa? Di dapur gak ada apa-apa, Bi." Sarah mencecar.

"Tadi kamu udah masuk ke kamar Sar, kamu bilang kamu kedinginan."

"Hah?" Sarah terkejut, bergegas ia menengok ke kamarku.

"Gak ada siapa-siapa, Bi, Sarah baru datang ini," katanya serius.

Aku bergeming lalu perlahan ambruk di atas kursi.

Kalau tadi bukan Sarah lalu siapa? Gak mungkin ada orang lain, di luar juga hujan sedang turun deras.

"Bi? Bibi eling Bi, jangan terlalu pikirin Nila, Nila udah tenang, ayo sekarang Bibi langsung tidur aja." Sarah pun membawaku ke dalam kamar.

Sampai di sana aku kembali terbelalak saat melihat selimut yang kumaksud sudah berada di atas kasur.

"Kenapa, Bi?"

"Sar, Bibi yakin sekali tadi kamu udah masuk kamar, malah Bibi suruh kamu ambil selimut, lihat ini selimutnya juga udah diambil." Aku memungut selimut itu dan menunjukannya pada Sarah.

Sarah megibaskan tangan.

"Udahlah, Bi, meningan sekarang Bibi tidur aja, Bibi terlalu kepikiran ini sampai mikir yang aneh-aneh gitu," katanya seraya membaringkanku di sisi ranjang.

Tapi aku tidak mungkin salah, tadi Sarah jelas-jelas mengajakku tidur, dan dia bilang dia dingin.

Astagfirullah, apa jangan-jangan itu bukan Sarah, tapi ...?

"Ya Allah aku mikir apa? Anakku sudah tenang di sana, untuk apa aku memikirkan yang tidak-tidak? Benar kata Sarah, mungkin aku hanya terlalu kepikiran," gumamku.

Aku pun memaksa kembali memejamkan mata.

Dalam mimpi Nila kembali hadir, ia terlihat memakai baju putih yang sangat panjang tapi kotor, sebelah tangannya tampak dirantai dan sebelahnya lagi melambai ke arahku.

"Ibuuu toloong, Nila sakiiit," katanya lemah dengan air mata yang terurai merah.

Aku menganga, tapi tatkala aku ingin melangkah ke arahnya Nila sudah menghilang ditelan cahaya keperakan.

"Nilaaa." Aku menjerit dan bangkit dari tidurku.

Di sampingku Sarah ikut terperanjat.

"Ada apa, Bi? Nyebut Bi, nyebut," katanya sambil mengelus pundakku.

"Astagfirullah Sarah, Bibi sebenarnya kenapa? Kenapa Nila selalu saja hadir begini?"

"Hadir begini gimana sih, Bi? Makanya Bibi ikhlaskan Nila Bi, Nila udah tenang di sana."

Sarah mengambil air dan memberikannya padaku, kureguk hingga setengahnya.

Kutengok jam dinding menunjukan tepat pukul 12 malam, tapi aku merasa seperti baru saja mengerjap tidur.

Ya Allah sebetulnya aku kenapa? Apa mungkin aku terlalu sedih dengan kepergian anakku? Sampai aku mimpi yang tidak-tidak begini.

"Ayo Bi, tidur lagi." Ucapan Sarah di sampingku membuatku mengerjap.

"Sar, apa mungkin ada sesuatu yang belum selesai di balik kematian Nila?"

"Bibi ini ngomong apa?"

"Bibi kepikiran terus soal luka-luka lebam itu Sar."

"Bi, luka-luka lebam itu mungkin saja terjadi karena adanya pembekuan darah yang mendadak jadi tampak di kulit seperti lebam-lebam jadinya, Bi."

"Apa iya Sar?"

Anak itu mengangguk pelan.

"Tapi luka sayatan pisau itu?"

"Kalau itu ... Sarah enggak tahu, tapi udahlah Bi, biarkan Nila istirahat dengan tenang, ayo sekarang Bibi tidur lagi."

"Bibi gak bisa tidur Sar, Nila seperti masih ada di sekitar Bibi, dia seperti ingin meminta pertolongan Bibi."

Anak itu menelan saliva. Wajahnya berubah ketakutan.

"Minta tolong gimana sih, Bi?" bisiknya kemudian sambil memegang erat lenganku.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
AMANGsantri NM232
i like novel
goodnovel comment avatar
Emeli Emelia
apa jangan-jangan Sarah yang membunuh ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status