Share

Bab 2

Penulis: Ricny
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-28 18:36:47

"Ya Allah gustiii, Nila sayang anakku, kenapa kamu, Nak? Siapa yang sudah berbuat seperti ini padamu?" Aku kembali terisak sambil menciumi wajahnya yang sudah dingin dan kaku.

"Ada apa, Bi?" tanya Sarah yang baru saja masuk dengan wajah cemas.

"Lihat ini Sarah, lihat ini, ada luka sayatan di perut sebelah kirinya Nila, tubuhnya juga penuh lebam, benar 'kan dugaan Bibi pasti ada sesuatu yang tak beres sudah terjadi."

"Ta-tapi siapa yang sudah melakukan ini, Bi?"

"Mungkin saja suami dan keluarganya."

Anak itu mengangguk ragu.

"Ada apa, Bu? Kenapa belum selesai juga memandikannya? Semua orang sudah menunggu itu." Bapaknya Nila datang.

"Lihat ini, Pak, lihat ini anak kita kenapa?"

Kutunjukan luka panjang sekitar 15 centi meter itu pada suamiku.

Sontak ia juga terkejut bahkan sampai harus membekap mulutnya sendiri sebab merasa tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Ya Allah, Nila kenapa ini, Bu?"

"Ibu juga gak tahu Pak, pantas saja Ibu ingin sekali memandikannya, ternyata sesuatu memang sudah terjadi pada anak kita."

"Nilaa, Naaak kenapa kamu sebenarnya? Ya Allah." Perih kudengar suaranya bergetar dan mengiris ulu hati. Perlahan suamiku pun ambruk di bawah tempat pemandian.

"Paman kenapa? Ayo bangun." Sarah meraih kembali bobot suamiku, lalu membawanya kembali ke dalam rumah.

"Ayo Bi, kita harus cepet mandiin Nila biar proses pemakaman segera dilakukan," kata Sarah saat ia sudah datang lagi.

"Tunggu dulu Sarah," ucapku, anak itu mematung sebentar.

"Ada apa, Bi?"

"Kamu bawa hp enggak?"

"Enggak Bi, kenapa?"

"Cepat ambil hp kamu, tapi jangan sampai ada orang yang tahu."

"Tapi buat apa, Bi?"

"Bibi perlu ambil foto luka ini."

"Udahlah Bi, jangan, kasihan Nila, Bi."

"Gak apa-apa Sarah ini cuma foto lukanya saja untuk Bibi tunjukan pada kakaknya nanti, barangkali kita juga butuh suatu hari nanti, cepat ambil sana."

Anak itu akhirnya bergerak tanpa bertanya lagi.

-

-

"Ni-Nila?" Aku tegagap ketika aku bangun sudah melihat Nila sedang terisak-isak di pojok ruangan.

Tetapi tubuhku kaku tak bisa bergerak, padahal ingin sekali rasanya aku memeluk dan menghampirinya.

"Buuu." Nila mengangkat wajah lalu melambaikan tangannya. Sementara air matanya terurai deras membasahi pipinya yang pucat.

Mulutku refleks menganga, tenggorokanku juga mendadak kering saat kulihat perlahan Nila menghilang di balik tembok.

"Ni-Ni-Nilaaa!" Aku berteriak kencang.

Sontak suamiku dan Sarah datang membuka pintu.

"Bu, Bu sadar Bu, sadar ada apa?" Ia mengguncang kedua bahuku.

"Bibi nyebut Bi, nyebut," timpal Sarah sambil menyipratkan air ke wajahku, barulah setelah itu aku sadar sepenuhnya.

"Astagfirullah ya Allah." Kupegangi dada sekuat-kuatnya. Kuatur napas sebisanya.

"Ada apa, Bi? Bibi kenapa?" tanya Sarah lagi saat ia selesai memberiku minum.

"Ta-tadi ada Nila, Sar," jawabku lemas.

"Eh Bibi ini ngomong apa sih."

"Iya Bu, kirain ada apa, bikin kaget aja orang-orang lagi pada tahlilan itu."

"Apa? Tahlilan?" Aku terkejut.

"Iya tahlilan, tahlilan pertamanya Nila."

"Ta-pi bukannya tadi kita lagi mandiin jenazah nya Nila, Pak?"

"Tadi Ibu pingsan, sekarang malah baru siuman."

"Apa?" Aku terkejut, bagaimana bisa aku pingsan selama itu? Kupegangi kepalaku yang berat dan terasa semakin sakit ini.

"Iya Bi, tadi Bibi pingsan saat sedang memandikan jenazah Nila, kami tunggu sampai 2 jam Bibi tak kunjung sadar, karena kasihan sama Nila akhirnya terpaksa kami makamkan saja."

"Ya Allah kok bisa kalian ceroboh seperti itu?"

"Ceroboh gimana, Bi?" tanya Sarah tak paham.

"Kenapa jenazah Nila tidak diautopsi dulu untuk barang bukti?" tanya frustasi sambil terus memegangi kepalaku yang terasa semakin berat.

"Istighfar Bu, barang bukti buat apa? Sudahlah kita ikhlaskan saja, anak kita sudah tenang jangan aneh-aneh autopsi segala, menyakiti mayit itu namanya," sahut suamiku lagi seraya bangkit dan kembali keluar.

"Tap-"

"Bener apa kata Paman, Bi, udah meningan sekarang Bibi istirahat dulu, selesai tahlilan Sarah bawakan Bibi makan," potong Sarah seraya kembali membaringkanku di atas kasur.

"Tapi Sarah autopsi harus tetep dilakukan supaya kita tahu penyebab kematian Nila." Aku bersikukuh meski anak itu tak menanggapi.

"Udah Bibi jangan mikir aneh-aneh, sekarang istirahat aja dulu," katanya kemudian. Anak itu pun kembali keluar.

"Ssssshh." Aku mendesah kesal, andai tadi aku tidak pingsan, mungkin sekarang aku sudah mengetahui apa penyebab kematian anakku.

Kok bisa-bisanya aku pingsan? Perasaan tadi aku baik-baik saja dan kenapa ini kepalaku berat sekali?

"Astagfirullah." Kuatur napas sebisanya, terlalu kecewa karena jenazah Nila dimakamkan tanpa autopsi dulu membuat emosiku naik.

Akhirnya aku kembali memejamkan mata saja meski suara orang-orang yang sedang tahlilan luar sana lagi-lagi membuat air mataku luruh tak tertahan.

Ya Tuhan sakit sekali rasanya hatiku, kupikir aku yang akan pertamakalinya ditahlilkan di rumah ini tapi ternyata tidak.

Walau kematian adalah rahasia Tuhan, tapi entah mengapa rasanya aku masih saja tak terima jika anakku pergi dalam kondisi seperti itu.

Masih kuingat jelas luka lebam dan sayatan pisau itu di tubuh Nila, entah itu luka bekas apa tapi yang jelas aku perlu mencari tahu bagaimanapun caranya.

-

Selesai tahlilan Sarah kembali masuk ke dalam kamar.

"Makan dulu Bi, nih Sarah udah bawakan Bibi makan," ucapnya seraya menyodorkan sepiring nasi dan kawan-kawannya padaku.

"Sar tunggu dulu, ini kamu udah kabari Mila belum? Jangan sampai adiknya meninggal dia enggak tahu."

"Udah Bi, sekarang Mbak Mila lagi perjalanan pulang, Surabaya jauh Bi, butuh waktu apalagi kita kabari mendadak begini."

Aku mengangguk dengan lemas, tapi tak apa, setidaknya Mila sudah dikabari soal kematian adiknya meski ia tak bisa ikut memakamkan.

Mila adalah anak pertamaku, usianya hanya beda 2 tahun saja dari Nila, sudah 3 tahun ini dia ditugaskan kerja di Surabaya, karirnya termasuk bagus tapi sayang sampai sekarang anak itu belum juga menikah.

Aku harap anak itu benar-benar datang kali ini, aku ingin meminta bantuannya untuk menyelidiki kasus kematian Nila yang menurutku masih hanyak kejanggalan ini.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dian Rahmat
kelg aneh... kok ya bisa cuma ibunya aja yg mikirin penyebab kematian Nila. itu bapaknya & Sarah kok tenang aja ya... gak pengen usut apa penyebab kematiannya. hadeuuuh...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Anakku Pulang Tanpa Nyawa   Bab 50 B

    Aku sama ngilunya juga, tak tega melihat jenazah Mila yang sangat mengkhawatirkan.Kedua matanya melotot, tubuhnya membiru dan lidahnya terjulur keluar. Tapi yang membuat kami makin ngilu adalah saat bagian dadanya sudah hilang sebagian."Kami perkirakan jenazah diserang binatang buas Bu, Pak," tutur seorang tim sar.Tubuhku meremang, bulu kuduk mendadak berdiri tak karuan.Segera seoranh petugas kembali menutup kantung itu.Setelah jenazah Mila ditemukan semua wargapun bubar. Tadinya petugas akan membawa jenazah Mila ke rumah sakit, tapi atas bantuan perangkat desa Sultan bisa meyakinkan mereka untuk langsung menyerahkan jenazah pada kami saja."Biar langsung kami makamkan di sini saja Pak, gak usah dibawa lagi ke rumah sakit dulu karena perjalanan cukup jauh."Dibantu orang yang sudah berpengalaman di desa ini, bu besan akhirnya mengurus jenazah Mila bersama mereka di rumahnya."Sabar Bu, sabar."Aku mengelus-ngelus pundaknya. Besan yang sedang memandikan jenazah Mila makin tertund

  • Anakku Pulang Tanpa Nyawa   Bab 50 A

    Mila melotot, wajahnya yang sedang marah tersorot cahaya bulan. "Ibu!" sentaknya tak suka."Kenapa? Kalau kau mau loncat, loncat saja! Hidupmu memang sudah tak ada gunanya!" besan kembali menantang.Segera kuelus pundak besan."Istighfar Bu besan, walau bagaimanapun dia anak Ibu," bisikku."Dia bukan anak saya lagi, Bu.""Ayo loncat Mila!" teriak besan lagi menatap tajam anak perempuannya itu."Tapi, Bu ... aaaaaa!" Suara Mila memekik langit dan malam yang hening."Milaaa!" Spontan mulutku berteriak saat melihat wanita itu terpeleset lalu jatuh ke sungai."Saudari Mila!" Bergegas para petugas juga maju ke sisi jembatan."Bu besan Mila jatuh Bu, Mila jatuh." Aku mengguncang kedua bahu besan.Bukannya beranjak ke tepi jembatan, besan malah ambruk di tempatnya dengan isak tangis yang mendadak pecah.Aku jadi bingung sendiri, tapi cepat kutinggalkan besan dan bergegas melihat ke tepi jembatan."Gimana Sultan?""Mila bener-bener jatuh, Bu.""Ya Allah ... nasibmu Mila." Aku menutup mulut.

  • Anakku Pulang Tanpa Nyawa   Bab 49 B

    "Ya tap-" Ucapanku terhenti saat kulihat Mila sudah mengeluarkan pisau cutternya.Aku bergegas bangkit dan menjauh darinya meski mendadak kedua kakiku terasa lemas dan bergetar.Wajah Mila tampak tengah dibakar api amarah, rupanya ia tersinggung karena tadi aku sempat menyebut dan membandingkan dia dengan Nila menantuku."Kamu ini apa-apaan Mila? Jangan main-main, itu benda tajam," ujarku memasang wajah waspada."Memang, memang ini benda tajam dan aku sengaja ingin memberimu kenang-kenangan," ucapnya diiringi gelak tawa.Dadaku bergemuruh hebat, napasku mendadak tercekat. Kulambaikan tangan ini untuk mencoba membuatnya tenang."Tenang Mila, kamu jangan begini, ingat aku adalah calon mertuamu."Mila mendecih dan terus maju ke arahku dengan tatapan tajam."Cih dasar pembohong, kalau kau adalah calon mertuaku kenapa kau sebut-sebut nama orang lain hah?"Sethh. Cutter itu menggores tepat di bagian atas lengan kananku.Aku menjerit, sejurus kemudian ibu besan datang membuka pintu kamar."Ya

  • Anakku Pulang Tanpa Nyawa   Bab 49 A

    PoV Ibu Ambarwati.Sultan menutup pintu kamar dengan kencang, lalu menguncinya agar Mila tak kabur sebelum polisi datang.Sementara di dalam Mila terus-terusan berteriak seperti orang kesetanan. "Biarkan dia teriak sendiri sampe capek sekalian," ujar Sultan penuh amarah.Aku bergidik ngeri sambil memegangi luka bekas sabetan pisau Mila. Wanita itu emang udah gak waras, hanya karena aku gak bisa membujuk anakku untuk menikahinya dia kalap dan gelap mata lalu tanpa ragu menyerangku dengan pisau cutter.Padahal aku sudah dengan besar hati tengah mencoba menerimanya karena ia sekarang sedang mengandung cucuku. Tapi rupanya aku salah, wanita seperti Mila itu memang pantasnya hidup di dalam penjara."Bu, Mila akan berikan bayi ini setelah ia lahir tapi Mila punya dua permintaan," ucapnya kemarin lusa, ketika aku dan Sultan menengoknya ke rumah sakit.Keningku mengerut, "permintaan apa?""Bebaskan Mila dari tuntutan Bani Azhar dan buatlah agar dia mau menikahi Mila," tegasnya menatapku seri

  • Anakku Pulang Tanpa Nyawa   Bab 48 B

    Dan ucapannya itu benar-benar jadi kenyataan. Ya Allah ... aku gak pernah membayangkan istriku akan benar-benar terbang dan gak pernah kembali lagi. Tapi keinginannya jadi orang yang berguna juga sudah tercapai.Sampai saat ini ginjal Nila masih berguna dan jadi wasilah kesehatan Bi Aminah. Semoga dengan hal ini Nila akan tenang dan bahagia di alam sana."Sudah sampai, Pak." Suara Pak Anwar menarikku dalam kesadaran."Eh kok cepet?"Tak terasa sepanjang jalan melamun, tahu-tahu mobil yang membawa kami sudah sampai saja di rumah sakit."Bapak ngelamun aja sih," balas Pak Anwar lagi.Ibu mertua dan Bi Aminah bergegas langsung masuk bahkan sebelum aku turun dari mobil.Sampai di ruangannya Sarah, kami tak diizinkan masuk bersamaan, karena Sarah masih dalam proses pengobatan setelah racunnya berhasil dikeluarkan."Masuk satu-satu ya Pak, agar tidak mengganggu kenyamanan pasien juga." Seorang perawat memperingatkan kami."Baik, Sus."Bi Aminah masuk lebih dulu, sekitar 20 menit beliau kemb

  • Anakku Pulang Tanpa Nyawa   Bab 48 A

    Aku menoleh. Mila sedang menyilangkan kedua tangannya di dada sambil tersenyum jahat."Dasar wanita gak punya rasa malu!"Ia malah tertawa puas."Aku hanya mengikuti skenario Tuhan Bani Azhar, awalnya aku gak pernah menduga dengan kehamilan ini ibumu akan membelaku tapi karena Tuhan sudah takdirkan ya sudah, mau bagaimana? Itu artinya kau memang ditakdirkan untukku 'kan?"Kedua tanganku mengepal hebat. Baru saja akan kutampar wanita itu ibuku sudah lebih dulu datang menampik tanganku."Apa ini Sultan? Jangan kasar sama wanita hamil, dia bisa stres dan jatuh lagi!" sentak beliau dengan mata melotot."Gak apa-apa kalau kamu gak mau terima aku Azhar, tapi bayi ini, tetap anakmu." Mila mulai berakting di depan ibuku, seolah-olah ia adalah orang yang paling tersakiti."Sudah Mila jangan nangis nanti bayimu stres, makanya saya 'kan udah bilang kamu di kamar aja, jangan deket-deket sama Sultan," ujar Ibuku lagi seraya meraih bobot Mila untuk setengah memeluknya.Geram, aku berteriak. "Bu, di

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status