Share

Bab 6

Author: Ema Ahman
last update Last Updated: 2023-06-08 14:12:35

"Pia, kamu dimana?"

Anggraini dengan ponsel di telinganya membuka pintu mobil. Ia sedang melakukan sambungan telepon dengan sahabatnya Sophia.

[Aku sebentar lagi sampai Bandung, Nggre. Kamu gimana?]

"Ini baru mau jalan. Mas Teguh baru berangkat ke Singapore nih. Oke, tungguin aku di sana ya!"

[Ya, hati-hati di jalan, Nggre. Ingat, keselamatan tetap yang utama. Jangan ngebut. Laki-laki brengsek itu nggak ada apa-apanya dibanding hidupmu yang berharga, Sayang.]

Anggraini terharu mendengar kata-kata penyemangat dari Sophia. Ya, masih ada sahabatnya itu yang setia di sampingnya di saat suaminya sendiri telah dengan teganya menghancurkan hatinya.

"Jangan khawati, Pi. Aku baik-baik aja. Nggak akan ngebut. Kamu tunggu aja aku di sana, ok?"

Usai telepon singkat itu Anggraini segera masuk ke dalam mobil, mengemudikannya ke luar kota Jakarta.

Bandung, itu adalah kota tujuannya saat ini. Ia tak sepenuhnya menepati janjinya pada Sophia untuk tidak ngebut-ngebutan. Namun Anggraini tetap berhati-hati dalam perjalanan. Tak sabar rasanya ia ingin tiba, menjalankan rencananya dan melihat kehancuran keduanya.

_________________________________

"Itu rumah Mas Teguh dengan wanita itu!" tunjuk Sophia.

Mereka saat ini sedang berada di sebuah komplek perumahan. Di dalam mobil Sophia, keduanya sudah seperti detektif yang sedang melakukan misi penyelidikan.

"Yang rumah warna kuning, Nggre. Matamu kemana?"

Anggraini mengikuti arah kemana jari telunjuk Sophia mengarah. Sebuah rumah berwarna kuning pucat dengan ukuran sedang. Kalau Anggraini boleh menebak mungkin rumah itu memiliki dua atau setidaknya tiga kamar, tidak lebih.

Komplek perumahan itu nampaknya memang untuk kalangan middle class. Bukan komplek perumahan subdisi, dan bukan juga untuk kalangan elit. Untuk seorang Teguh Prabowo, untuk membeli sebuah rumah di komplek ini pastinya bukanlah hal yang sulit. Bahkan Anggraini sendiri pun masih mampu membelinya dengan uang sendiri.

"Oh, kamu yakin itu rumahnya?" tanya Anggraini.

Anggraini enggan menyebut 'mereka' untuk Teguh dan istri simpanannya.

Sophia mengangguk mantap.

"Bahkan tak hanya yakin. Aku bahkan sudah mencari tahu langsung kepada ketua RW-nya. Itu memang rumah Mas Teguh dengan istrinya. Mereka bahkan memiliki kartu keluarga yang sah," bisik Sophia dengan hati-hati.

Anggraini tidak terkejut dengan informasi yang diberikan oleh Sophia. Dengan uang yang dimilikinya, apa sih yang tidak bisa dibeli oleh seorang Teguh. Jika hanya legalisasi palsu atau dengan kata lain identitas 'nembak' yang hanya perlu sedikit uang untuk oknum tertentu, bukanlah hal aneh jika Anggraini mendengar mereka memiliki kartu keluarga yang sah.

"Kamu nggak ingin melaporkan saja mereka, Nggre. Ini tidak benar! Kamu bisa saja melaporkan keduanya untuk kasus perselingkuhan dan pemalsuan dokumen. Biar pada kapok orang-orang sialan itu!" geram Sophia.

Anggraini menggeleng.

"Nggak akan mempan, Pia. Wanita itu sepertinya mantan Mas Teguh dari zaman sebelum ketemu aku. Itu berarti mungkin saja itu ketika ia masih sekolah. Jika mereka masih tetap saling mencintai dan saling menunggu dalam kurun waktu selama itu, kamu pikir hukuman negara akan membuat mereka jera dan menyesalinya?"

Anggraini menanyakan itu dengan mimik wajah serius.

"Berapa tahun sih hukum pidana bagi suami yang menikah lagi tanpa sepengetahuan istri pertamanya? Dengan perlakuan baik Mas Teguh yang masih menunaikan kewajibannya menafkahi aku dan tidak pernah melakukan kekerasan dalam rumah tangga selama ini, aku tidak yakin ia mendapat hukuman maksimal. Dan you know? Mas Teguh punya uang, Pia," kata Anggraini menjelaskan dari sudut pandangnya.

"Benar juga. Ah, sialan! Terus gimana ya?" gerutu Sophia.

Sahabatnya Anggraini itu mengakui apa yang dikatakan Anggraini semuanya benar. Bahkan ia menyaksikam sendiri kalau ia punya tetangga yang istrinya melaporkan suaminya sendiri yang menikah lagi tanpa sepengetahuannya. Suaminya hanya dihukum 1 tahun penjara, itu pun kurang dari satu tahun sudah keluar karena mendapatkan remisi dan masa potong tahanan karena berkelakuan baik selama di penjara.

Anggraini tidak bereaksi apa pun mendengar gerutuan geram sahabatnya itu. Ia sudah memikirkan ini semalaman. Bukan hukuman seperti itu yang dia inginkan dari Mas Teguh.

"Kamu sudah cari tahu belum di sini ada rumah kosong yang bisa disewakan atau mau dijual sekalian?" tanya Anggraini.

Sophia mengangguk.

"Aku nggak ngerti apa maksudmu sebenarnya, Nggre. Jangan bilang kamu ingin ngekos di sini untuk memata-matai Mas Teguh dan menangkap basahnya saat berada bersama wanita itu di dalam rumah?" tebak Sophia tanpa menjawab pertanyaan Anggraini.

"Kalau cuma ingin menangkap basahnya saja, aku sudah lakukan dari kemarin, Phi," jawab Anggraini.

Meski tidak sedang bersama di dalam rumah, tapi kebersamaan mereka di acara jalan santai alun-alun kota Bandung kemarin sudah cukup jadi bukti bagi Anggrani menangkap basah suaminya itu. Namun lagi-lagi bukan itu tujuan Anggraini. Ini tidak sesimple itu.

"Terus yang mau kamu lakukan sekarang apa? Aku sudah mencari tahu seperti yang kamu minta apakah ada rumah kosong di sekitar sini. Kalau yang sekitaran rumah Mas Teguh ini kebetulan nggak ada yang kosong sih. Kalau yang beda blok banyak, agak masuk ke dalam," kata Sophia menjelaskan.

Anggraini menggeleng.

"Aku butuh yang sekitaran blok sini. Aku butuh rumah yang bisa memantau langsung rumah itu!" tunjuk Anggraini lagi-lagi masih enggan menyebut kalau itu rumah milik suaminya.

Kali ini Sophia yang menggelengkan kepalanya.

"Belum ada, Nggre. Tapi aku sudah meminta tolong sama Pak RW-nya sih kalau ada rumah kosong atau yang pindah kalau bisa tolong kabari aku. Dan dia bersedia ngasih info," kekeh Sophia.

Anggraini mengernyitkan keningnya.

"Ketua RW-nya kok agak lain? Nggak apa-apa gitu dia memberi informasi tentang warganya pada orang asing?" tanya Anggraini heran.

Sophia malah tertawa girang yang membuat Anggraini semakin terheran-heran.

"Pak RW-nya duda, Nggre. Mana ganteng lagi," tawa Sophia cekikikan.

"Oh, pantes."

Anggraini tidak heran jika ini berhubungan dengan seorang pria. Sophia adalah jagonya merayu dan menggombal para kaum Adam meskipun Anggraini tidak tahu dengan kemampuannya yang seperti itu kenapa Sophia masih menjomblo hingga saat ini.

"Ada lagi, Yang Mulia?" canda Sophia pada Anggraini.

Anggraini menghela napas panjang.

"Kamu bilang dia juga sering ke gym …"

"Ya, untuk senam kehamilan sepertinya. Padahal sepertinya usia kehamilannya masih terlalu muda ya, Nggre." Sophia meminta pendapat Anggraini.

"Kamu tahu sanggar senam tempat ia biasa senam?" tanya Anggraini mengabaikan pertanyaan Sophia sebelumnya.

Sophia mengangguk.

"Tau, tempatnya nggak jauh dari sini."

"Kita ke sana!"

"Untuk?"

"Aku mau jadi instruktur senam," jawab Anggraini tanpa merasa berdosa sama sekali.

"Eh?"

Sophia tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Entah balas dendam seperti apa yang diinginkan oleh Anggraini, tapi sepertinya ini lebih serius dari yang dia pikirkan sebelumnya.

"Serius, Nggre. Tapi bagaimana cara kamu bisa jadi instruktur? Memangnya kamu tahu darimana mereka sedang butuh instruktur senam?" tanya Sophia memberondong Anggraini dengan banyak pertanyaan.

Anggraini mengangkat bahu. Sebenarnya jangankan informasi lowongan kerja, letak gym dan sanggar senamnya itu saja Anggraini tidak tahu. Namun ia bertekad, bagaimanapun caranya dia harus bisa masuk ke tempat itu.

"Udah. Nggak usah banyak tanya. Antar aku dulu ke sana!"

***

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 160

    Dinda menangis keras saat Puspa meraihnya. Entah karena anak berusia satu tahun itu baru bangun atau memang karena dia takut pada sosok Puspa yang tidak familiar, Dinda terkejut saat dirinya langsung ditangkap oleh seorang nenek-nenek yang tidak dia kenal sebelumnya.“Cup! Cup! Jangan menangis, nenek akan membawamu dari sini, Ok? Tenang, tenang jangan menangis!” Puspa berusaha membujuk Dinda yang kini telah berada dalam gendongannya.Melihat putrinya sangat ketakutan, Anggraini merebut paksa Dinda dari Puspa. “Tolong pergi dari sini. Kau membuatnya takut,” desis Anggraini mencoba menahan sabar.“Kau jangan keterlaluan dan bersikap seolah-olah kau adalah ibu kandungnya. Kau tidak punya hak! Aku adalah nenek kandungnya. Dan aku ingin membawanya, aku ingin menjemput cucuku sekarang!”“Anda yang jangan keterlaluan! Ngomong-ngomong soal hak, anda yang tidak punya hak apa-apa terhadap mereka. Aku mengantongi ijin dari pemerintah untuk merawat mereka,” kata Anggraini.“Hah! Izin dari pemeri

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 159

    Perempuan tua itu menerobos masuk tanpa menghiraukan Anggraini yang berdiri di pagar.“Mama! Tunggu dulu!”Anggraini berusaha mencegah mantan mertuanya itu untuk masuk ke rumahnya. Sebenarnya dia sendiripun sudah enggan menyebut perempuan itu dengan panggilan Mama, namun untuk saat ini ia tidak punya waktu untuk memanggilnya dengan sebutan lain“Jangan halangi aku! Aku akan membawa dia dari sini!”Rupanya keributan di luar membuat Shakila yang sudah masuk ke dalam rumah kembali keluar untuk melihat apa yang terjadi. Demikian pula baby sitternya Dinda menyusul Shakila untuk melihat apa yang terjadi.“Di mana dia? Di mana cucuku!” teriaknya.Anggraini berjalan cepat dan menghalangi Puspa untuk masuk ke dalam rumahnya. Ia membentangkan tangannya lebar-lebar.“Stop! Cukup sampai di situ ya. Tolong bersopan santunlah saat hendak masuk ke rumah orang lain. Aku sangat menghormati tamu, tapi kalau sikap Mama seperti ini aku tidak akan segan-segan mengusir Mama dari rumah ini!” ancam Anggrain

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 158

    “Kita sudah sampai!!!” seru Asyif yang baru saja mematikan mesin mobil.Shakila segera membukakan pintu mobil dengan lihai, pertanda dia telah biasa melakukannya. Terlihat gadis kecil itu begitu senang telah dibawa jalan-jalan oleh ayah bundanya.“Dih, main tinggal aja. Memang ayah nggak disayang dulu apa?” cibir Asyif pura-pura kecewa saat Shakila hendak langsung keluar.“Oh iya, lupa!” Shakila menepuk jidatnya dan langsung berbalik badan.Cup!! Ia segera mencium pipi Asyif.“Terima kasih jalan-jalannya, Ayah!” ucapnya.“Dan mainannya juga!” celutuk Anggraini mengingatkan Shakila agar tidak lupa mengucapkan terimakasih juga atas belanjaan mainan Anggraini yang seabrek.“Oh, iya! Lupa lagi. Terimakasih mainannya juga, Ayah!” ucapnya.Asyif mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mengelus kepala anak itu.“Ya, nanti ajak adek main juga ya!” kata Asyif.“Hu’ uh!” jawab Shakila mengiyakan.Anak perempuan itu segera turun dari mobil setelah membawa beberapa mainan yang bisa dia bawa terlebi

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 157

    “Kila, pulang yuk!” ajak Anggraini dengan nada sebal.Bagaimana dia tidak sebal, sedari tadi dia hanya mengikuti kedua orang itu keliling-keliling di Mall sekaligus menjadi tukang angkut barang-barang belanjaan Shakila yang sengaja dibelikan Asyif untuknya. Sementara kedua orang, bapak dan anak itu berjalan di depannya sambil tertawa cekikikan. Bukankah itu harusnya terbalik? Harusnya dia yang menuntun Shakila dan Asyif yang membawakan barang-barang belanjaan mereka. Dasar, sungguh tidak gentleman! gerutu Anggraini“Pulang? Yang benar aje, rugi dong!” sahut Asyif membuat Anggraini semakin lebih sebal lagi.“Nanti, Bun. Kita kan belum makan. Belum makan ice cream juga. Benar kan, Yah?” kata Shakila pada Asyif meminta dukungan dari Asyif.“Benar tuh. Bundamu tuh nggak tau. Lagian buat apa sih cepat-cepat pulang? Sudahlah, nikmati aja dulu. Lagian nggak tiap hari kan kita jalan-jalan begini?”Anggraini mendengus.“Bukannya apa-apa, ih. Dinda di rumah takutnya rewel gimana?” “Ada si Mba

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 156

    “Kila, ada Bunda yang jemput tuh!”Shakila yang tengah bermain perosotan di halaman sekolah langsung menoleh ke arah gurunya, lalu melihat lagi ke arah yang ditunjuk ibu guru tersebut.Tak jauh dari sana ada Anggraini yang melambaikan tangan sambil berjalan ke arah mereka.“Bundaaaaa!!!” panggil bocah itu sambil buru-buru berlari ke arah Anggraini.Begitu sampai di dekat Anggraini, Shakila pun lantas menghambur ke pelukan Anggraini dan yang segera dibalas peluk pula oleh Anggraini.“Lama nunggu Bunda nggak?” tanya Anggraini.“Nggak kok. Kila baru aja pulang, kata Bu Guru, Kila main aja dulu sambil tungguin Bunda,” jawab gadis kecil itu.Anggraini tersenyum. Satu tahun lebih dia telah mengasuh anak itu beserta adiknya. Sudah banyak perubahan yang terjadi termasuk pada tumbuh kembang mereka. Shakila sudah tidak lagi bicara cadel seperti dulu. Gadis kecil itu juga sudah tumbuh menjadi anak yang lebih ceria meninggalkan tampilan imutnya di tahun-tahun sebelumnya.Anggraini membungkukkan s

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 155

    Anggraini bengong sesaat dengan secarik kertas berwarna putih di tangannya. “Kamu nggak apa-apa?” tanya Asyif.Pria ini entah bagaimana menyediakan diri untuk membantu Anggraini dan menemaninya dalam kepengurusan masalah Dinda yang sudah berlangsung selama beberapa hari itu. Kebetulan juga Sophia tidak bisa menemaninya hari ini.Anggraini menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya dia mengangguk. Hari ini dia pergi ke kantor catatan sipil untuk mencetak ulang kartu keluarganya sebagai syarat agar dia bisa membawa pulang kembali Dinda. Sebelum staf itu memberikan padanya Kartu Keluarga itu, setitik keinginan di hati Anggraini berharap bahwa Kartu Keluarga yang dia inginkan itu tidak mencetak nama Merry di sana. Walaupun sebelumnya dia sendiri sudah pernah ke sini untuk menanyakannya langsung. Dan ternyata benar, bahwa di Kartu Keluarga itu terpampang dengan nyata nama Merry dan putrinya. Dan sekarang Anggraini benar-benar memegang Kartu Keluarga itu dalam bentuk fisik.“Kartu keluarg

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 154

    Sophia yang baru saja memesan makanan siap saji, saat membalikkan badannya heran karena tidak melihat Anggraini di meja yang tadi mereka telah pilih. Namun kemudian kebingungannya berubah menjadi keterkejutan saat melihat Anggraini ada di depan outlet sedang bertengkar dengan seseorang yang dia tidak kenal.“Itu anak saya, berikan dia pada saya!!” teriak perempuan itu dengan kencang sehingga pertengkaran mereka menarik perhatian banyak mata.Anggraini mengelak saat perempuan itu ingin mengambil kembali bayi yang berada dalam gendongannya.“Ini Dinda. Katakan, sebenarnya kamu ini siapa? Kamu siapanya dia? Mana Ibu Septi?” tanya Anggraini menyebutkan nama ibunya Merry.“Ape hal kau kata ni? Aku tak paham apa cakap kau tu. Kalau tak bagi anak aku sekarang juga, aku akan report kau ke polis!” ancamnya.Anggraini geleng-geleng kepala.“Sana laporkan saja! Aku juga akan melakukan hal yang sama. Aku sudah mendengar apa yang kamu katakan di telepon. Kamu mau bawa dia ke negaramu, tapi kamu ti

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 153

    “Jadi kamu yakin nggak mau balik lagi ke Jakarta?” tanya Sophia saat mereka sedang makan siang di kediaman orang tua Sophia di Jakarta.Anggraini mengangguk.“Ya, aku mau menetap di Bandung aja deh kayaknya. Soalnya kerjaanku juga di sana kan? Di sini juga aku kayak yang bingung mau ngapain,” kata Anggraini.Anggraini mengangguk.“Iya sih. Kalau di Jakarta membuat kamu nggak nyaman, sebaiknya ditinggalin aja. Tapi kalau aku boleh kasih saran meski kamu tinggal di Bandung, kamu nggak usah tinggal di rumah itu lagi. Jual aja tuh rumah. Pasti kamu juga nggak pengen teringat terus tentang mereka kan? Sudahlah, buka lembaran baru saja. Kalau kamu setuju, entar aku bantu jualkan rumah itu,” kata Sophia menjelaskan.Anggraini mengangguk.“Iya makanya itu aku lebih pilih ngontrak dulu sebelum aku dapat rumah baru. Entar kalau rumahnya laku dijual aku cari rumah lain aja,” jawab Anggraini terhadap saran sahabatnya itu.“Nah gitu donk! Jadi habis makan kita jadi ke pengadilan agama nih?” “Beso

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 152

    Kedatangan mereka disambut dengan baik oleh keluarga Merry. Bahkan begitu mereka keluar dari dalam mobil, nenek Shakila yang juga merupakan ibu dari Merry itu langsung menyambut cucu-cucunya. “Kila, kamu sudah besar, Nak? Peluk nenek!” pinta wanita itu. Shakila mundur beberapa langkah dan kini bersembunyi di belakang tubuh Anggraini. Wanita itu menatap Anggraini. Tersungging seulas senyum di bibirnya. Entahlah, sekilas Anggraini merasa kalau senyum itu berbeda, menimbulkan kesan sinis. “Maaf, kamu istri pertamanya Teguh?” tanya wanita itu. Anggraini membenarkan meski dalam hati ia cukup terkejut mengetahui bahwa perempuan itu mengetahui bahwa dia adalah istri tua dari Teguh. “Iya, benar. Kenapa ibu tahu?” tanya Anggraini dengan nada sedikit tidak suka. Bagaimana tidak? Anggraini heran dengan kenyataan bahwa ibu ini seperti perempuan tidak tahu malu yang telah menikahkan putrinya pada suami orang lain. Bahkan Anggraini bisa melihat foto figura besar di ruang tamu rumah it

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status