Share

Bab 7

Author: Ema Ahman
last update Last Updated: 2023-06-09 14:51:55

"Jadi anda ingin melamar kerja di sini sebagai instruktur?" 

Anggraini mengangguk yakin. 

"Ya, ini berkas saya," katanya sembari mendorong sebuah map berisi surat lamaran kerja, CV serta berkas pendukung lainnya.

"Tapi di sini sedang tidak membuka lowongan pekerjaan, Sis. Gymnasium ini sedang tidak membutuhkan instruktur senam tambahan," kata pengelola gymnasium itu.

Terlihat sekali pria berumur empat puluh tahunan itu tidak tertarik menerima surat lamaran kerja Anggraini. Jangankan membuka map itu, alih-alih dia malah mendorong kembali map itu pada Anggraini.

Anggraini tersenyum percaya diri.

"Maaf, Pak. Saya memang lancang mengantar surat lamaran kerja tanpa adanya pembukaan lowongan pekerjaan di tempat ini, namun meski begitu tolong terima saya. Ini adalah impian dan cita-cita saya sedari dulu," kata Anggraini berusaha meyakinkan.

"Ya, saya mengerti tetapi gymnasium di kota Bandung ini ada banyak, tak hanya di sini saja. Mungkin anda bisa mencobanya di gymnasium lain?" 

Pria bernama Handoko yang menjadi pengelola tempat itu sekaligus bisa berperan sebagai HRD juga, tetap kekeuh dengan penolakannya.

"Gymnasium ini lebih dekat dengan tempat tinggal saya. Saya berjanji akan melakukan yang terbaik jika bapak menerima saya. Tolong dilihat dulu CV saya," kata Anggraini lagi sambil mendorong kembali mapnya ke arah pria paruh baya itu.

Ia benar-benar tidak mau menyerah, sehingga membuat Handoko mau tidak mau terpaksa menerima map itu untuk melihat apa yang membuat wanita di depannya itu begitu percaya diri dan pantang menyerah agar ia diterima bekerja sebagai instruktur di tempat itu.

Dan … Wow! 

Handoko memasang wajah takjub saat melihat Curiculum Vitae milik Anggraini yang menunjukkan bahwa Anggraini memiliki kualifikasi yang sangat layak dipertimbangkan.

Bagaimana tidak? Dalam keterangan daftar riwayat hidup milik Anggraini, ia hanya menuliskan di sana bahwa dia  berpendidikan terakhir SMA sederajat namun ia memiliki banyak sertifikat senam dari luar negeri. Salah satunya Jepang. 

"Semua sertifikat ini asli?" tanya Handoko tak percaya.

Anggraini tersenyum kalem. 

  

"Ya, bisa dicek ke situs penyelenggaranya saja langsung jika bapak tidak percaya," jawab Anggraini meyakinkan.

Handoko mengangguk masih takjub. Di antara semua instruktur senam maupun fitness yang ada di tempat ini tak ada satupun yang memiliki sertifikat sebanyak Anggraini.

"Begini, ini sangat menarik, tapi bagaimana kalau anda ikut pelamaran kerja saat pergantian tahun saja? Itu tidak akan lama lagi. Ini sudah Oktober akhir. Masalahnya saya tidak bisa mengubah peraturan di tempat ini seenak saya. Bos punya aturan dan …"

"Saya kebetulan butuhnya saat ini, Pak. Jika Bapak berkenan membantu, gaji pertama saya selama 3 bulan di tempat ini, utuh untuk Bapak," potong Anggraini cepat.

Tak ada gunanya bertele-tele membujuk orang ini. Anggraini telah sering bertemu dengan berbagai macam orang dan rupa-rupa karakter mereka. Kalau Anggraini tidak salah memberikan penilaian, HRD, pastinya orang yang menghalalkan segala cara demi mendapatkan uang.

Dan lihat bagaimana reaksi pria bernama Handoko itu?

Ia menatap Anggraini dengan tatapan tergiur meski tak bisa dipungkiri ia menatap heran pula. Adakah orang yang ngotot ingin mencari kerja namun malah mengikhlaskan gaji awalnya untuk orang yang mau menerimanya bekerja?

Aneh tapi nyata, tapi nyatanya ada. Orang itu ada di hadapannya kini.

"Anda sedang berusaha menyuap saya? Ehm!" dehem Handoko berhati-hati.

Kembali lagi ia membolak-balik berkas milik Anggraini. 

 

"Tidak, Pak. Mana berani saya. Itu hanya ucapan terimakasih saya, jika bapak bersedia membantu saya."

Gaji para instruktur Gimnasium itu jika dipikir-pikir oleh Handoko lumayan juga. Untuk gaji awal di gymnasium mereka dalam masa training saja bisa mencapai empat juta rupiah, dan jika sudah lolos masa training bisa naik ke satu digit. Dan itu cukup lumayan untuk tambah-tambah uang jajan untuk anak-anaknya di rumah.

"Ehem!! Bailah, siapa nama anda tadi? Les … tari Anggraeni? Anggraini?" baca Handoko. "Dengan siapa anda biasa dipanggil?" 

"Tari, Pak. Bapak dan yang lain bisa memanggil saya Tari," jawab Anggraini.

Handoko manggut-manggu.

"Baiklah, begini. Bisa saya panggil kamu Tari saja ya biar tidak terlalu formal?"

Anggraini mengangguk.

"Baiklah, saya menerima kamu bekerja di sini, tapi beri waktu saya untuk membicarakan ini dengan bos untuk memastikan karena saat ini memang tempat kita sedang tidak membutuhkan penambahan tenaga kerja. Tunggu beberapa hari lagi dan yang pasti jangan lupa terhadap janji kamu tadi," kata Handoko.

"Ya, Pak. Saya tidak akan ingkar janji. Salary saya selama tiga bulan pertama full bapak yang akan menerima," janji Anggraini.

Gaji full trainer selama tiga bulan diterima oleh Handoko, bukankah itu cukup lumayan? Handoko hanya perlu membujuk dan merayu bosnya untuk menerima satu orang lagi instruktur dan meyakinkan kalau orang yang akan diterima kerja ini memiliki kualifikasi yang tidak bisa diragukan lagi. Sang bos pastinya tidak akan keberatan.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   162

    Anggraini menggeleng mendengar usul Asyif."Sebaiknya jangan, Syif. Aku nggak enak sama Ummi. Walaupun Ummi baik Tapi sebaiknya tidak merepotkan dan melibatkan Ummi dalam hal ini. Selain itu aku nggak bisa ke Jakarta juga karena kerjaan aku kan di sini. Mondar-mandir Jakarta-Bandung akan sangat melelahkan buat aku dan itu pastinya akan mengurangi quality time aku bersama anak-anak. Ini adalah situasi yang berbeda dengan waktu dulu ketika belum ada mereka," kata Anggraini menolak usul dari Asyif."Itu hanya perasaan kamu saja, Anggre. Aku berani bertaruh Kalau Ummi sama sekali tidak akan keberatan Kalau kamu dan anak-anak tinggal bersama mereka di Jakarta. Nenek juga pasti akan senang. Percaya deh sama aku," kata Asyif mencoba menenangkan Anggraini. "Iya aku tau, tapi ...""Begini saja," sela Asyif. "Kita telepon Ummi sekarang dan kita coba tanya pendapat Ummi bagaimana baiknya solusi Ummi terhadap masalah ini."Anggraini tidak setuju. "Aku tidak setuju, Asyif. Bagaimanapun Ummi tidak

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 161

    Puspa tergagap mendengar pertanyaan memojokkan dari Asyif. “A-apa maksudmu? Saya datang sendiri ke sini. Saya saja tidak tahu di mana Teguh saat ini. Kok bisa-bisanya kalian memojokkan saya seperti ini?” jawab Puspa mencoba membantah tuduhan Asyif padanya.Sementara itu Anggraini melihat pada Asyif dengan pandangan bertanya apakah yang dikatakan oleh Asyif itu benar.“Benarkah? Mas Teguh ada di sini?” Kini Anggraini ganti mengalihkan perhatian kepada Puspa.“Aku sudah bilang kalau aku ke sini sendiri. Kenapa kalian tidak percaya?” bantah Puspa.“Setahuku Mama tidak tahu menyetir mobil. Jadi mana mungkin bisa datang ke sini sendiri,” kata Anggraini tak percaya.“Aku datang ke sini dengan angkutan umum,” jawab Puspa lagi mencari-cari alasan.Anggraini semakin tidak percaya karena lokasi rumahnya tidak dilewati oleh angkutan umum. Dan lagi pula, seorang Puspa tidak mungkin mau menaiki transportasi umum. Anggraini sangat tahu persis hal itu.Anggraini tertawa kecil. Setelah itu ia gegas

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 160

    Dinda menangis keras saat Puspa meraihnya. Entah karena anak berusia satu tahun itu baru bangun atau memang karena dia takut pada sosok Puspa yang tidak familiar, Dinda terkejut saat dirinya langsung ditangkap oleh seorang nenek-nenek yang tidak dia kenal sebelumnya. “Cup! Cup! Jangan menangis, nenek akan membawamu dari sini, Ok? Tenang, tenang jangan menangis!” Puspa berusaha membujuk Dinda yang kini telah berada dalam gendongannya. Melihat putrinya sangat ketakutan, Anggraini merebut paksa Dinda dari Puspa. “Tolong pergi dari sini. Kau membuatnya takut,” desis Anggraini mencoba menahan sabar. “Kau jangan keterlaluan dan bersikap seolah-olah kau adalah ibu kandungnya. Kau tidak punya hak! Aku adalah nenek kandungnya. Dan aku ingin membawanya, aku ingin menjemput cucuku sekarang!” “Anda yang jangan keterlaluan! Ngomong-ngomong soal hak, anda yang tidak punya hak apa-apa terhadap mereka. Aku mengantongi ijin dari pemerintah untuk merawat mereka,” kata Anggraini. “Hah! Izin dari p

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 159

    Perempuan tua itu menerobos masuk tanpa menghiraukan Anggraini yang berdiri di pagar.“Mama! Tunggu dulu!”Anggraini berusaha mencegah mantan mertuanya itu untuk masuk ke rumahnya. Sebenarnya dia sendiripun sudah enggan menyebut perempuan itu dengan panggilan Mama, namun untuk saat ini ia tidak punya waktu untuk memanggilnya dengan sebutan lain“Jangan halangi aku! Aku akan membawa dia dari sini!”Rupanya keributan di luar membuat Shakila yang sudah masuk ke dalam rumah kembali keluar untuk melihat apa yang terjadi. Demikian pula baby sitternya Dinda menyusul Shakila untuk melihat apa yang terjadi.“Di mana dia? Di mana cucuku!” teriaknya.Anggraini berjalan cepat dan menghalangi Puspa untuk masuk ke dalam rumahnya. Ia membentangkan tangannya lebar-lebar.“Stop! Cukup sampai di situ ya. Tolong bersopan santunlah saat hendak masuk ke rumah orang lain. Aku sangat menghormati tamu, tapi kalau sikap Mama seperti ini aku tidak akan segan-segan mengusir Mama dari rumah ini!” ancam Anggrain

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 158

    “Kita sudah sampai!!!” seru Asyif yang baru saja mematikan mesin mobil.Shakila segera membukakan pintu mobil dengan lihai, pertanda dia telah biasa melakukannya. Terlihat gadis kecil itu begitu senang telah dibawa jalan-jalan oleh ayah bundanya.“Dih, main tinggal aja. Memang ayah nggak disayang dulu apa?” cibir Asyif pura-pura kecewa saat Shakila hendak langsung keluar.“Oh iya, lupa!” Shakila menepuk jidatnya dan langsung berbalik badan.Cup!! Ia segera mencium pipi Asyif.“Terima kasih jalan-jalannya, Ayah!” ucapnya.“Dan mainannya juga!” celutuk Anggraini mengingatkan Shakila agar tidak lupa mengucapkan terimakasih juga atas belanjaan mainan Anggraini yang seabrek.“Oh, iya! Lupa lagi. Terimakasih mainannya juga, Ayah!” ucapnya.Asyif mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mengelus kepala anak itu.“Ya, nanti ajak adek main juga ya!” kata Asyif.“Hu’ uh!” jawab Shakila mengiyakan.Anak perempuan itu segera turun dari mobil setelah membawa beberapa mainan yang bisa dia bawa terlebi

  • Anaknya Kau Sayang, Anakku Tak Diinginkan   Bab 157

    “Kila, pulang yuk!” ajak Anggraini dengan nada sebal.Bagaimana dia tidak sebal, sedari tadi dia hanya mengikuti kedua orang itu keliling-keliling di Mall sekaligus menjadi tukang angkut barang-barang belanjaan Shakila yang sengaja dibelikan Asyif untuknya. Sementara kedua orang, bapak dan anak itu berjalan di depannya sambil tertawa cekikikan. Bukankah itu harusnya terbalik? Harusnya dia yang menuntun Shakila dan Asyif yang membawakan barang-barang belanjaan mereka. Dasar, sungguh tidak gentleman! gerutu Anggraini“Pulang? Yang benar aje, rugi dong!” sahut Asyif membuat Anggraini semakin lebih sebal lagi.“Nanti, Bun. Kita kan belum makan. Belum makan ice cream juga. Benar kan, Yah?” kata Shakila pada Asyif meminta dukungan dari Asyif.“Benar tuh. Bundamu tuh nggak tau. Lagian buat apa sih cepat-cepat pulang? Sudahlah, nikmati aja dulu. Lagian nggak tiap hari kan kita jalan-jalan begini?”Anggraini mendengus.“Bukannya apa-apa, ih. Dinda di rumah takutnya rewel gimana?” “Ada si Mba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status