Share

Andai Semua Berbeda
Andai Semua Berbeda
Penulis: Ayunina Sharlyn

1. Kamu Masih Mau Bertahan?

Fea menatap ke arah taman lewat jendela kaca. Dia lihat pria gagah dan tampan di sana, sedang memetik beberapa daun dari tanaman yang terdapat di taman itu.

Terdengar desahan Fea, dia palingkan wajah, sekarang menoleh pada sahabatnya yang duduk di depannya. Rania, memandang kepada Fea dengan tatapan kesal.

"Mau sampai kapan, Fea? Kamu masih mau bertahan dengan alasan kamu sudah janji?" Rania berkata tajam dan ketus pada gadis berambut kecoklatan dan hidung bangir yang bagus itu.

"Ran, kamu juga tahu aku sayang Arnon." Fea bicara lirih, lesu, dan dengan mata mulai memerah.

"Kamu beneran ga sadar, cuma jadi tempat sampah buat Arnon?" Lagi nada ketus itu terdengar dari mulut Rania yang memang tajam kalau bicara.

"Keterlaluan kamu, Ran. Mana mungkin Arnon gitu. Dia memang begitu kan, kalau lagi baik dia pasti sibuk dengan dirinya. Kalau dia suntuk, atau butuh bantuan dia cari aku." Fea kembali melihat keluar jendela.

Arnon, cowok keren itu sudah tak terlihat. Dia kembali ke dapur istimewanya. Pasti sedang memasak lagi. Entah memodifikasi menu yang lama atau dia sedang melakukan eksperimen dengan resep baru.

"Itu penilaian aku setelah bersahabat dengan kamu hampir empat tahun. Bukan waktu pendek aku memperhatikan hubungan persahabatan timpang kamu dan Arnon," tegas Rania.

Itu yang Rania lihat? Persahabatan yang timpang? Mungkin benar. Tapi Fea merasa dia memang harus memenuhi janjinya pada Arnon kalau dia akan selalu ada di sisi cowok itu saat Arnon perlu.

"Mungkin kamu benar. Aku akan pikirkan lagi. Jika masih begini, aku akan lepaskan Arnon." Fea memandang Rania.

"Irvan sudah hampir dua tahun menunggu kamu. Kalau dia ga serius, udah dari kemarin-kemarin cowok itu pacaran. Kamu juga tahu, Isti dan Nadine beredar-edar terus di dekat Irvan." Rania membicarakan teman sekantor mereka yang cinta mati sama Fea.

Fea kembali mendesah. Dia menarik nafas dalam. Irvan sudah berulang kali mengatakan cinta padanya, tapi Fea tidak bergeming. Karena hatinya masih terisi Arnon. Sekalipun dia hanya bersahabat statusnya dengan cowok cool itu, Fea tidak mau memaksa menerima pria lain karena kasihan semata.

"Fea, kamu bertahan untuk apa? Hanya agar Arnon nyaman? Lalu kamu, kamu dapat apa? Kamu juga pantas bahagia, Fea." Rania melanjutkan lagi rasa kesalnya. Tapi dia tidak mau sahabatnya itu jadi bulan-bulanan Arnon.

Menurut Rania, janji yang Fea dan Arnon buat itu hanya janji bocah, janji anak-anak. Fea sudah menepati janji bertahun-tahun, menemani Arnon, menenangkan cowok itu saat galau, membantu apa saja yang dia butuh. Kecuali satu, di atas kasur.

Arnon playboy cap onta, itu barangkali yang bagus sebutannya. Dia sering berganti wanita. Hari ini nge-date dengan Rita, besok dengan Rina. Lusa dia jalan dengan Lusi, hari lain dengan Luna. Tapi dia selalu mempertanyakan cowok yang mendekati Fea. Dia selalu ada alasan agar Fea tidak pacaran dengan cowok manapun.

Tttuuttt ... Ponsel Fea berbunyi. Dia meraih ponsel di sebelahnya. Arnon.

"Hai, Ar. Kenapa?" Fea dengan lesu menyapa Arnon. Dia masih terbawa suasana galau hatinya.

"Kamu sibuk, nggak?" Suara Arnon, terdengar gembira.

"Nggak juga. Ngobrol aja sama Rania." Fea menjawab.

"Sini, dong. Cobain resep baru, nih. Minggu depan rencana mau aku launching di resto." Arnon tampak bersemangat.

"Oke. Bentar aku ke sana." Fea melirik Rania. Rania langsung mencibir, dia sudah bisa menduga apa yang akan terjadi.

Fea menutup panggilan Arnon. Dia berdiri.

"Ada apa lagi, tuh playboy?" ujar Rania sebel.

"Aku diminta coba resep baru. Kamu mau ikut?" Fea mengajak Rania yang jelas masih kesal itu.

"Hm ..." Rania berpikir. Sebenarnya enggan dia melihat tampang Arnon meski ganteng dan asyik dipandang. Tapi dia juga penasaran mau diapain lagi Fea yang baik hati dan lembut ini.

"Oke, deh. Aku temani." Rania setuju.

Berdua mereka meninggalkan ruang tengah keluarga Hendrawan. Lewat pintu samping, menyeberangi taman, masuk ke pintu ruangan khusus Arnon. Itu semacam lab buat dia melakukan berbagai eksperimen masakannya.

Rania baru kali ini ikut masuk ke tempat itu. Menakjubkan buatnya. Sangat cantik, rapi, modern, dan lengkap. Segala macam peralatan memasak ada. Bau harum seketika menembus penciuman Fea dan Rania. Sepertinya Arnon sedang memasak ikan.

"Hai, sini!" Senyum Arnon melebar melihat Fea masuk, diikuti Rania.

"Aku ga apa, kan, ikutan masuk?" Rania bertanya pada Arnon.

"Masuk saja, Ran. Ini bukan markas rahasia." Arnon menarik ujung bibirnya, lagi senyumnya mengembang.

Fea dan Rania mendekat ke arah Arnon. Pria itu menghadap piring saji dengan ikan yang sudah diolah di sana. Tampilan ikan itu begitu manis dan menggoda selera untuk dimakan.

"Gimana?" Arnon bertanya pada dua gadis cantik di depannya ini.

"Woww ... Nice, great ..." Rania yang mengomentari. Fea hanya mengangguk saja.

"Ayo, silakan kalian coba, lalu kasih pendapat kalian. Kurang apa. Pedas, asin, manis, atau apa?" Arnon mengambil dua sendok, dia berikan pada Fea dan Rania.

"Aku ambil sebelah sini. Ini bagian perut, kan?" Fea mulai memotong salmon yang menggiurkan itu. Dia masukkan ke dalam mulutnya.

Arnon memandangi Fea yang menikmati menu baru yang dia buat.

"So yummy. Don't know what to say, Ar." Fea tersenyum.

"Ran?" Sambil tersenyum Arnon menoleh pada Rania.

"Hmm ... Aku mau lagi." Rania menelan ikan di mulutnya lalu dia ambil sepotong dan memakannya.

"Well, berarti sudah sesuai bayanganku. Minggu depan aku launching, buat promo awal selama dua minggu pengenalan menu baru." Arnon bertepuk tahan sekali, lega dan senang.

"Aku bawa teman kantor, ya? Aku promosi sama mereka. Aku bisa dapat gratis, ga? Secara resto kamu berkelas, kocekku bisa dol kalau harga normal," ujar Rania.

"Hee ... hee ..." Arnon terkekeh. "Kamu bawa lima teman, aku kasih gratis dua hari. Mau?"

"Ashiaappp!!" sahut Rania senang.

Fea ikut tersenyum lebar. "Sukses ya, buat menu baru."

"Thank you. Dan, sekarang, bisa ga bantu aku, siapain meja?" Arnon mengangkat alis memandang Fea.

"Oh? Untuk?" Fea bertanya. Hatinya mulai degdegan. Sayangnya debaran yang tidak nyaman.

"Aku akan nikmati menu ini pertama kali dengan Widya. Dia paling suka ikan. Dia harus jadi pelanggan pertama." Arnon kembali tersenyum lebar.

Rania seketika melirik Fea. Seperti ini, selalu.

"Fe, aku pulang ya? Udah sore banget, nih. Hampir lupa janji mau ngajak nonton ponakan." Rania memilih pulang.

"Nonton?" tanya Fea.

"Di YouTube aja, bukan ke bioskop," sahut Rania.

"Oke, deh. Thanks udah berkunjung." Fea tersenyum.

"Arnon, sukses dinner-nya." Rania melambai lalu meninggalkan Fea dan Arnon berdua.

"Kita lanjut?" Arnon melihat Fea.

"Yup, oke." Fea mengangguk. Hatinya perih. Akan tetap begini. Dia hanya melihat Arnon bergembira dengan para wanitanya. Sementara penantiannya, tak satu kali Arnon menghargai kesetiaannya, semua hanya akan sia-sia.

Fea membulatkan tekad, dia akan melepas Arnon. Begitu selesai dia membantu Arnon menyiapkan dinner di taman samping yang memang cantik dan romatis, Fea pun mengutarakan maksudnya.

"Arnon ..." panggil Fea.

"Ya?" Arnon memandang Fea. Fea hanya balas melihat tapi tak bicara. "Kenapa?"

"Aku mau pergi. Aku rasa kamu sudah bisa menata hidup kamu ... Jadi, aku ... juga ingin menikmati hidupku ..." Berat, ternyata berat mengatakan ini.

Arnon menatap Fea tajam mendengar apa yang dikatakan gadis itu.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Wangkas Kedas
bagus skli
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status