Share

8. Kenapa Denganmu, Arnon?

Makan malam terus berlanjut. Irvan membicarakan hal-hal sederhana yang membuat suasana malam itu menyenangkan. Irvan memang pintar juga melucu, bolak balik Fea tertawa, sampai menutup mulut takut lepas tak terkontrol lagi. 

"Begitu, deh. Ga nyangka kan, maunya buat seru-seruan, malah bikin aku malu. Beneran kalau ingat itu pingin kabur aja. Hee ... hee ..." Irvan mengisahkan kejadian lucu saat dia masih sekolah. 

Fea tersenyum lebar sambil geleng-geleng. Dia perhatikan Irvan, lesung pipinya bagus, membuat dia makin menawan. Ya, dia kekasih Fea sekarang, bisa dibanggakan juga soal tampang. Tidak kalah dengan Arnon. 

"Kamu senang malam ini?" Irvan memandang Fea yang masih menghabiskan makanan di piringnya. Tinggal dua suap lagi selesai. 

"Ya, seru juga mendengar cerita kamu, Ir. Malam yang menyenangkan. Thank you." Fea tersenyum manis. Dia akan mencoba melebarkan hatinya, menerima Irvan, menikmati kasih sayangnya, siapa tahu, hati Fea pun akhirnya akan beralih, bisa merasakan cinta buat pria baik hati ini. 

Setelah mereka puas menikmati hidangan makan malam, Irvan mengajak Fea ke alun-alun kota. Mereka berjalan-jalan di sekeliling kolam dengan penuh bunga teratai. Di atas, langit terang meski bukan tidak penuh, indah dengan bintang beberapa di sekitarnya. 

"Aku masih seperti mimpi, Fea, kamu menerima cintaku." Irvan meraih bahu Fea dan merangkulnya dari samping. 

Fea seketika ingat Arnon. Selama ini hanya sahabat kecilnya itu yang memeluknya seperti ini. Kali ini Irvan, ada di sisi Fea. Kenapa Fea merasa Irvan merebut tempat Arnon? 

"Aku, aku ga tahu mau bilang apa. Kita baru proses lebih saling mengenal. Aku ga mau janji apa-apa, Ir. Sabar sama aku." Fea berkata lirih. Muncul di kepalanya, Arnon melirik dengan tatapan marah padanya. 

"Tentu. Aku sudah dua tahun menunggu, menunggu sedikit lagi tidak akan masalah." Irvan merasa sedikit ciut lagi kali ini. Bahkan saat mengatakan bersedia bersama, Fea masih terus mengingatkan, dia belum tentu bisa cinta padanya. Sesulit itu mendapat hati Fea. 

*****

Apartemen itu tidak gelap seperti biasanya. Lampu menyala hampir di seluruh ruangan. Sisa makan malam romantis masih terlihat di ruang makan. Tapi penghuninya tidak ada di sana. 

Kamar utama sedikit terbuka. Di atas kasur besar itu tampak aktivitas panas dua manusia yang saling melepas hasrat. Gladys begitu bersemangat meraih Arnon, menyentuh, mencium, melakukan apa saja untuk memuaskan dirinya. 

Arnon tiba-tiba mendorong Gladys dan duduk dengan tangan menangkup wajahnya. Arnon tidak bisa meneruskannya. Bayangan Fea terus menguasai pikirannya. Dia sangat tidak menikmati kegiatannya malam ini.

Gladys tentu saja terkejut. Arnon memang tidak seperti biasa. Dia tidak pernah kaku dan dingin begini. 

"Arnon, are you okay?" Gladys menyentuh lengan Arnon. Pasti ada sesuatu yang mengganggu pria itu. Ya, tidak biasanya dia begini. Kalau Arnon sedang suntuk, berolahraga di atas ranjang akan membuat dia bersemangat lagi. 

"Gladys, kamu pulang saja. Aku sangat lelah." Arnon meraih pakaiannya dan memakainya kembali. 

"Kenapa denganmu, Arnon?" Gladys menatap Arnon tak percaya. Dia benar-benar aneh. 

"Aku ingin sendiri." Arnon keluar kamar, menuju ke balkon. Dia tinggalkan Gladys yang menatap ke arahnya dengan wajah bingung. 

Arnon berdiri di sisi pagar, melihat ke langit. Bulan tidak penuh tapi cantik. Di sebelah sang rembulan, Arnon melihat Fea, menunduk dengan sedih. 

"Aku tidak bahagia, Ar. Aku ingin menikah, aku wanita normal. Biarkan aku pergi. Ada pria baik yang menungguku." Kata-kata itu sangat mengganggu Arnon. Fea tidak bahagia bersama dia? Lalu selama ini? 

Sebenarnya apa yang ada di hati Fea? Sungguhkah dia terpaksa tetap tinggal di rumah keluarga Hendrawan? Hanya karena janjinya pada Arnon yang dia katakan janji masa kanak-kanak itu? Jadi sebenarnya Arnon tidak berarti apa-apa untuk Fea? 

Entah kenapa memikirkan ini Arnon makin gelisah. Dia ingin cepat bertemu Fea dan bicara tentang kegelisahan yang dia rasa padanya. Selama ini mungkin Arnon tidak mendengar hati Fea yang sebenarnya. Benar, dia harus pulang. 

Arnon kembali ke dalam kamar. Gladys sudah kembali memakai pakaiannya. Melihat Arnon masuk, dia menatap lagi pada pria itu. 

"Arnon honey, kamu baik-baik saja?" Kembali Gladys bertanya. 

"Aku pulang. Jika kamu masih mau di sini terserah." Dingin ucapan Arnon. Dia meraih jasnya yang tergeletak di kursi dekat pintu, lalu keluar. 

Gladys mendesah. Pasti ada yang tidak beres. Benar-benar aneh. 

Arnon cepat-cepat menuju rumah. Dia harus menemui Fea. Ini sudah jam setengah sembilan malam, gadis itu pasti ada di kamarnya. Jam begini Fea paling nonton drakor atau membaca buku. Begitu tiba di rumah, Arnon berjalan cepat hendak ke kamar Fea. Belum sampai sepuluh meter, Arnon mendengar suara mobil masuk ke tempat parkir. 

Arnon menoleh, melihat siapa yang datang malam begini. Mobil berwarna hitam, lumayan bagus. Tapi Arnon tidak tahu itu siapa. Dia belum pernah melihat mobil itu datang ke rumah ini. Arnon menunggu siapa yang keluar dari mobil itu. 

Mata Arnon melebar saat tahu Fea yang muncul. Jadi dia belum pulang? Dan di sisi lain mobil seorang pria gagah keluar dari mobil itu. Dia mendekati Fea, memegang tangannya, lalu dia akan mencium Fea? 

Arnon mengangkat kakinya mau menghampiri, tapi dia lihat Fea mendorong laki-laki itu agar menjauh. Arnon mengurungkan langkahnya. Pria itu kembali masuk ke dalam mobil, lalu dia pergi. Fea masih berdiri di sana, melihat hingga mobil itu berlalu, kemudian melangkah ke arah kamarnya, ke arah tempat Arnon berdiri. 

Fea semakin dekat, dia terkejut Arnon ada di depannya, memandang dengan wajah ketus padanya. 

"Arnon ..." ucap Fea. Dadanya berdetak begitu cepat sekarang. Dia tahu Arnon pasti bertanya dan marah melihat Fea dengan pria lain. 

"Sampai semalam ini baru pulang? Kamu dari mana?" Arnon bertanya dengan nada kaku, sedikit ketus. 

"Aku pergi makan malam." Fea merasa jantungnya tidak bisa berdetak normal. Tapi dia tidak akan membohongi Arnon. Dia akan katakan saja apa adanya. 

"Siapa laki-laki itu?" Arnon melanjutkan pertanyaannya. 

"Dia kekasihku." Fea memandang Arnon. Dadanya masih bergemuruh. 

"Kekasih? Kamu pacaran sama dia?" Arnon menyahut cepat. 

"Iya, Ar. Dia sangat sayang padaku. Dia serius. Sudah lama dia ingin menjadi kekasihku. Kalau dia ga beneran sayang, pasti sudah lama dia cari cewek lain." Hati-hati Fea berkata. 

Hati Arnon panas. Jadi Fea tidak berbohong kalau dia tidak bahagia, dia ingin menikah, dan keluar dari rumah ini. 

"Kamu cinta dia?" Pertanyaan ini membuat Fea merasa lehernya tercekat. Dia tidak menjawab, hanya menatap lurus pada Arnon. 

"Fea!" Arnon sedikit menyentak. 

"Ehh ... aku ... akan belajar sayang sama dia. Aku tahu dia pria baik dan bisa memberikan hidup yang aku impikan." Fea memberanikan diri mengatakan apa yang dia pikirkan dan harapkan. 

Arnon melangkah maju. Sekarang dia berhadapan dekat dengan Fea. Hatinya tidak terima Fea mengatakan ini. Tidak rela Fea bersama pria lain. 

"Apa kamu benar-benar tidak bahagia di sini? Bersamaku?" Arnon sedikit menunduk, sedang Fea sedikit mendongak. Mata mereka bertemu. Jantung keduanya sama-sama berdetak cepat. Tatapan Arnon bercampur rasa marah, tatapan Fea bercampur sedih dan takut, serta rasa bersalah. 

"Arnon, meskipun kita bersahabat sejak kecil, saling menolong, karena kita berjanji akan terus bersama, dunia kita berbeda. Tujuan hidup kamu dan aku tidak sejalan. Aku tidak mungkin terus di sisi kamu. Apakah aku salah ingin meraih harapanku?" Panas dingin Fea mengatakan ini. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status