Menyelesaikan pekerjaan yang tersisa, Angga sesekali melirik Ana yang sudah terlelap. Tidak pernah terbayang jika Ana akan bermalam dikamarnya. Yang bahkan sebelumnya gadis itu tidak pernah tinggal setelah menyelesaikan urusannya. Bibirnya sedikit melengkung, ditengah kesunyian hanya ditemani suara ketikan keyboard. Hampir tengah malam ketika Angga selesai, membereskan berkas-berkasnya. Menatanya dimeja untuk besok dibawa ke kantor.
Melangkah mendekati ranjang, Angga seakan belum percaya dengan pemandangan ini. Dengan lelap Ana tidur, menghadap ke arahnya. Angga bergerak naik, ikut bergabung disamping Ana. Berhadapan tepat, mereka berada dalam balutan selimut yang sama. Angga tidak bisa menjelaskan euforia dalam hatinya. Meski dalam diam, dia terus menatap istrinya lekat. Memastikan bahwa sosok didepan matanya ini nyata, bukan hayalan.
selamat natal ya bagi yang merayakannya. happy weekend, enjoy dengan ceritaku.
Mendengar dering panggilan, Angga hanya melirik ponselnya yang tergeletak dinakas. Tanpa ada niat untuk melihat dari mana panggilan itu berasal. Ponsel itu kembali berdering, mendengus malas. Akhirnya Angga meraih ponselnya dengan penampilan yang masih berantakan. Kancing kemeja belum terpasang sempurna, apalagi dasi. Dasinya masih terlipat rapi diatas ranjang. Menggeser tanda hijau, sambil berlalu keluar dengan jas dan tas kerja di tangannya. Dia lebih terlihat seksi dengan tampilan berantakan seperti itu. ”Iya Dinar,” sapanya selagi berjalan mendekati meja makan. Meletakkan tas kerja dan jasnya di kursi. Ana melirik Angga yang masih berantakan, sambil menerima telpon. Melanjutkan pekerjaannya, menata hidangan di meja makan. Ana tinggal menunggu air
Vita sudah berpesan untuk menunggu di lobi apartemen saja. Padahal niatnya Ana ingin mengendarai mobilnya sendiri. Sebelumnya mereka kurang setuju jika hari ini mencari bahan. Karena pastinya mereka hanya akan sempat membeli bahan penelitian. Tidak sekaligus bisa hang out menjernihkan pikiran yang sudah kusut oleh proses penelitian dan bimbingan. Ana masih bersiap, setelah berendam air hangat dengan aroma terapi. Sedikit meringankan pikiran yang sebelumnya penat disebabkan Angga. Memakai dress selutut berlengan panjang. Dengan bahan yang dingin sungguh terasa nyaman memeluk kulitnya. Memakai make up natural seperti biasa, dia melirik lipstik baru yang belum pernah dipakai. Memakai lipstik warna marun yang cocok dengan hitam rambutnya. Memindahi penampilannya di depan cermin. &
“Aku sudah sampai, kamu dimana An?” Sebuah pesan masuk, membuat Ana tidak lagi fokus pada obrolan Vita dan Tasya. Yang sibuk menceritakan bimbingan beberapa waktu lalu. “Gue balik dulu ya guys, kak Angga udah sampai katanya,” ujar Ana lalu membawa tasnya. Jangan lupa draft yang sudah penuh coretan Pak Hari. Tadi Ana sempat sedikit bercerita sikap dosen pembimbing pada para sahabatnya. Yang kemudian mendapat reaksi beragam dari mereka. Sekilas lebih banyak keterkejutan, beda dengan Rama yang datar saja mendengar cerita itu. Tidak memberi komentar lebih, tetapi menatap sedikit lama ke arah Ana. Yang jelas disadari oleh gadis itu. &
Sambil mengobrol, ibu dan menantu tersebut menyiapkan makan malam. Seperti sebuah reuni, Indira benar-benra bersuka cita menyambut kedatangan putra dan menantunya. Karena ini kunjungan pertama mereka setelah resmi menikah. Walau sempat tertunda, namun tak melunturkan kebahagiaan Indira. “Angga masih mandi An?” “Iya Ma,” Mulai menata hidangan dimeja makan. Henri, Papa Angga mulai bergabung dimeja makan. Melihat dihadapannya sudah tersaji berbagai makanan menggugah selera. Melengkungkan senyum tipis, melihat perempuan beda generasi tengah berbincang ria. Sudah seperti teman lama. Padahal seingatnya, Indira baru mengenal Ana. Tapi mereka bisa langsung akrab seperti ini. &nb
Ana tengah membersihkan kedua tangannya, dengan tisu toilet. Ketika pintu toiletnya terbuka. “Eh Om, kira-kira dong..” Ana berdecak. Sedangkan orang dihadapannya malah berlalu membuka pintu lain. Ana mengikuti langkah lelaki tersebut. “Eh, Om gue belum selesai ya sama lo. Untung urusan gue dalam toilet udah selesai,” Ana mendengus. “Jangan-jangan Om mau mesum ya ditoilet,” seru Ana. Dengan tangan bersedekap, tepat dibelakang lelaki itu. “Siapa yang lo panggil Om,” kata Angga. Menoleh kearah datangnya suara. “Jangan nuduh sembarangan lo anak kecil. Gue cuma mau nyari cewek gue. Dasar bocah, jangan mikir yang macem-macem,” Kata Angga. Sedangkan Ana terlihat tidak peduli. “Ana, lo udah belum?” Tanya
“Hangout yuk Na,” ajak Vita, diiringi lirikan dari yang lain. “Nggak dulu nih gaess,” tolak halus Ana. “Tumben lo Na, nggak ikut?,” heran Tasya. Mengetahui sahabatnya itu menolak ajakan mereka. “Iya nih, Mama udah bilang suruh pulang cepat soalnya,” ujar Ana. Yang diangguki oleh teman-temannya. “Take care Na, kita cabut duluan,” pamit Lira. Sambil menepuk pundak Ana pelan. Ana mulai melajukan mobilnya, ikut meramaikan kemacetan ibu kota. Ana segera masuk, melihat 2 mobil yang tidak ia kenal. Sudah berderet dipelataran rumahnya. &
Ana tengah menyeret kopernya turun, setelah selesai dibereskan oleh bibi. Dia memandang kakaknya, memohon pertolongan yang dibalas pelukan hangat. “Lo masih punya gue. Kalau dia buat lo nggak nyaman princes,” lirih Anjar, sang kakak. Disisi telinga adiknya, Ana. Semakin mengeratkan pelukan antara keduanya. Setelah upacara pernikahan sederhana pagi tadi. Kini Ana sudah harus ikut Angga pulang ke apartemennya. Doni dan Fiona memeluk putrinya bergantian. Ana sudah menjadi istri Angga, sudah tentu dia harus mengikuti Angga. Setelah pamitan, Angga lalu membawa koper Ana ke mobilnya. “Kapan lo lulus,” tanya Angga. Setelah cukup lama suasana hening diantara mereka.
Esok hari Ana sudah bangun lebih pagi dari biasanya. Berbeda dengan kebiasaannya ketika masih dirumah lama. Dia melakukan kegiatan sebagai seorang istri yang baik, walau belum sertaus persen ikhlas. Ana memasak untuk sarapan, sedikit membersihkan apertemen. Selesai dengan semua itu dia beranjak mandi. Menyiapkan keperluan kuliahnya. Dia masih ada beberapa mata kuliah yang belum selesai. Sedangkan Ana juga sedang dalam proses pengerjaan skripsi. Keluar kamar setelah siap, dilihat meja makan masih sepi. Dia mendekat kearah kamar Angga. Mendekatkan telinganya, terdengar alarm berbunyi. Mengetuk pintu berulang kali, namun tak ada sahutan. Dia perlahan membuka pintu dan tampak tempat tidur berantakan. &l