Share

5.

17.30 sore

             Ana masuk apartemen, menemukan suasana sunyi. Yah dia sekarang harus terbiasa dengan keadaan ini. Meletakkan sepatu dirak, melangkah masuk. Membasuh tangan diwastafel, lalu beranjak ke meja makan. Menuang air putih untuk dirinya sendiri. Segar batinnya lega, kemudian berlalu ke kamar. Dia sudah tidak sabar, untuk membasuh tubuhnya dengan sedikit berendam air hangat. Hah menyenangkan pikirnya.

             Meletakkan tas punggungnya, lalu masuk kekamar mandi. 30 menit dia habiskan untuk membersihkan dirinya. Memakai pakaian santai sedikit terbuka. Lalu dia keluar beranjak menyiapkan makan malam. Terdengar suara dari arah depan. Namun dia tanpa rasa ingin tahu, tetap melanjutkan aktivitasnya memotong sayur.

             “Lo udah pulang?” Tanya Angga. Menuang segelas air, kemudian berlalu ke ruang tamu.

             Ana tak menjawab, memilih fokus pada masakannya. Mendengar langkap kaki mendekat.

             “Lo siapa?” Tanya Yuri. Ana melirik sekilas, lalu kembali fokus pada masakannya. “Eh lo, kalau ditanya jawab dong,” kata Yuri. Menaikkan suaranya.

             Ana berdecak, nih nenek lampir dapat mungut dimana si batinnya sebal, namun masih diam.“Gue pembantu disini Kak,” jawab Ana asal. Tanpa menoleh ke arah Yuri.

             Yuri mengangguk, kemudian berlalu ke kamar mandi dekat dapur.

             Ana mulai memindahkan hidangan yang telah matang ke meja. Selesai dengan itu, dia kini mulai memanaskan air untuk membuat kopi. Tidak dia pedulikan wanita yang keluar dari kamar mandi. Setelah meletakkan kopi di meja. Dia melepas apronnya, kemudian beranjak ke ruang tamu.

             Walau tidak ada sekat antara dapur dan ruang tamu. Namun Ana yang fokus pada kegiatannya. Kini baru sadar jika wanita tadi adalah tamu Angga. Tapi kelihatannya, wanita tersebut sudah akan pulang. Terlihat dari tas ditangan wanita tersebut dan Angga yang mulai beranjak ke arah depan.

             Niat Ana memberitahu bahwa makan malam sudah siap tertunda. Dia kembali ke dapur, membereskan alat masak yang belum sempat dia cuci.

            “Lo masak apa?” Tanya Angga, seraya mendekati meja makan. “Wah kayaknya enak nih,” ucapnya menilai.

            “Tamu Om udah pulang?” Tanya Ana sembari mengeringkan tangannya.

            “Hem,” jawab Angga acuh. Masih memindai makanan dihadapannya.

            “Baru juga mau gue tawarin makan malam bareng. Eh udah pulang,” katanya. Mulai mengambilkan sepiring makanan untuk Angga.

            “Maksud lo?” Tanya Angga bingung. Karena tadi tidak fokus mendengarkan perkataan Ana.

            “Makan bareng Om, sama Kakak tadi,” kata Ana. Meletakkan sepiring makanan dihadapan Angga.

            Angga menatap Ana, yang masih mengambil makanan untuk dirinya sendiri. Nih anak polos apa gimana?, tanyanya dalam hati. Tapi bener sih, gue nggak ada jelasin apa-apa soal Yuri, katanya dalam hati.

            “Kenapa liat gue gitu banget?” Tanya Ana heran.

            “Em nggak kok,” jawab Angga lalu mulai makan.

            Mereka makan malam dengan hening. Hanya terdengar denting alat makan diruang tersebut. Setelah selesai Angga minum air putih, yang disiapkan Ana. Melihat Ana sudah selesai dan tampak membereskan bekas makan mereka.

            Angga menikmati pemandangan tersebut dengan seksama, tanpa melepaskan tatapannya sedikitpun. Sambil menikmati kopi hangatnya. Memindahi lekuk tubuh Ana, yang tampak menggiurkan ketika sedang mencuci piring. Seringai nakal muncul, dasar eror otak lo Ga, batinnya dalam hati. Semakin melebarkan seringainya.

POV Angga

            Ana masih muda, bahkan sangat muda untuk ukuran wanitanya. Hah, nikmat juga ternyata punya istri yang bisa merawatku. Masih dengan seringai menghias bibirnya.

            Aku Angga Pradana Wiliam. Seorang lelaki matang diumur 32 tahun, harus terpaksa menikah. Dengan gadis SMA, yang masih berumur 20 tahun, Ana Pradipta Wiliam. Pikir sendiri, jarak tahun yang terbentang diantara kami.

            Ini hari kedua setelah pernikahan kami. Dan yang aku rasakan adalah lebih banyak keuntungan dari pada kerugiannya.

            Ana seperti remaja seusianya, atau dewasa awal. Mengingat Ana sudah masuk 20 tahun. Tapi dia masih terkesan lucu walau sedikit acuh. Dia terlihat menggemaskan, ketika sedang kesal saat aku goda. Membuatku kembali ingin menggodanya.

            “An, bersihin kamar gue ya,” kataku ketika sudah disebelahnya.

            “Siapa gue lo suruh kek gitu,” jawabnya ketus. Terlihat dia sudah menekuk wajahnya.

            “Kata Mama, bibi yang biasa bersihin nih apartemen udah berhenti. Terus Mama bilang biar lo aja yang bersihin,” ujarku masih berdiri didekatnya.

            Dia berdecak malas, lalu melangkah keluar dapur. Setelah mengeringkan tangannya. Melangkah kearah kamarku. Seringaiku terbit, tapi langsung aku normalkan. Ketika dia melirik sinis kearahku. Aku berjalan mendahuluinya menuju kamarku.

POV end.

            Pintu kamar dibuka. Terlihat seberapa berantakan kamar Angga. Ana diam melihat kekacauan itu, menatap Angga yang tak merasa bersalah sedikitpun.

            “Lo habis ngapain si Om, bisa berantakan kayak gini,” kata Ana sebal, sambil berkacak pinggang.

            “Ya namanya juga cowok,” jawabnya singkat.

            Ana menghela napas, lalu mulai membereskan kamar Angga. Meletakkan kaos dan celana dikeranjang kotor. Menata sprei lalu mengembalikan handuk ke kamar mandi. Melihat selimut yang sedikit basah, akibat tertimpa haduk basah. Membuat Ana harus mengganti selimut tersebut, dengan yang baru.

            Selama Ana sibuk mondar mandir membereskan kamar. Angga hanya duduk santai disofa sebrang tempat tidur. Tanpa melepaskan pandangannya, dari tubuh molek Ana. Tatapan Angga menyorot dalam tubuh Ana. Yang hanya dilapisi tanktop dan celana pendek. Memperlihatkan bahu dan kaki jenjang yang putih mulus.

            Angga keluar kamar, menyadari pikirannya sudah tak lagi jernih. Membayangkan rambut hitam nan panjang Ana terhampar diranjangnya. Dia meneguk segelas air hingga tandas. Duduk merenung dikursi meja makan.

            “Om, udah aku beresin ya kamarnya,” suara Ana terdengar lantang. Menembus dinding apartemen.

            Setelah cukup tenang Angga, lalu beranjak keluar. “Beres Na?” Tanya Angga. Melihat Ana kembali dari arah pintu depan.

            “Ya.., Om kalau sampai tuh, sepatunya langsung taro dirak. Jangan ditaro sembarangan gitu,” omelnya panjang. Pipinya tampak mengembung lucu, ditambah wajah cemberut itu.

            Angga tertawa, “Hehe iya kalau gue inget.”

            “Ck, lo ya Om,” sungut Ana. Kemudian berlalu meninggalkan Angga ke kamar.

            Angga masih tertawa sambil menggeleng. Bakal awet muda nih gue, batinnya. Selanjutnya  beranjak masuk ke kamarnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status