Hari-hari berlalu dengan sangat tenang, kendati Angela sering berbuat ulah kecil-kecilan yang membuat Ann terkadang mengalah. Untungnya mereka berbeda sekolah, setidaknya Ann tidak begitu khawatir untuk dirinya mengerahkan energi dan perhatiannya pada hal tidak berguna. Sebab Ann memiliki misi kehidupan yang sudah lama diimpikan kendati masih belum memastikan ketepatannya.
Untuk menjadi seorang penulis yang hebat dan sudah terpatri di dalam isi kepalanya adalah betul-betul cita-citanya dari semenjak dia suka berimajinasi, tetapi pada dasarnya Ann pun sangat memimpikan kehidupan yang layak agar bisa mengambil adiknya Renata dan mengeluarkannya dari rumah yatim piatu. Ambisi menjadi 'Seseorang' tidaklah mudah, Ann yang dibiayai oleh pemerintah pun kembali menelan pil pahit akan tingkat tinggi persaingan kehidupan socialnya bersama teman-temannya di SLTP THE YOUTH.
Betul adanya masuk sekolah di sana memang bukan hanya kompetisi dalam hal strata nilai, tapi menyangkut se
Ann tertawa sumringah hanya karena menutupi sakit hati karena tuduhan Alma. "Jadi, Ann masih bisa kembali bekerja?" tanya Ann sambil memasang wajah lugunya. Alma hanya mengangguk pelan, sedangkan perasaaannya sangat malu. Betul, ketika kita melakukan kesalahan pada seseorang, sementara orang tersebut hanya memberikan respon biasa saja dan menganggap itu hanya persoalan sepele. Di sini merasakan bahwa diri ini sedang menyaingi Tuhan. Tuhan disaingi? Apakah anda betul-betul waras? Lalu kenapa kita terlalu mudah menyimpulkan seseorang hanya karena orang tersebut tidak layak menjadi seseorang dan menurut persepsimu? Ann berjalan ke arah perpustakaan, hatinya mulai bersenda gurau, 'Tuhan...suka sekali membuatku nangis!'Ann menghibur hatinya bukan karena tidak punya harga diri, melainkan agar bisa bertahan hidup dari pada berlarut dari perasaan sakit hati. *** Juan Deriel sedang asik membaca biography dari Thomas Alpha Edison.Tiba-tiba Ayahnya Erick Mon
Esok harinya Alma menelusuri siapa dalang yang terjadi dan membuat Ann mengalah hingga dirinya tidak mengikuti pelajaran. Alma pun akhirnya mengetahui semuanya dari desas desus di belakang pantry petugas kebersihan dan mencoba menutup mata serta telinga hanya cukup dirinya mengetahui, saat bersamaan dirinya pun mengerti kalau Ann anak yang tangguh dengan segala kekurangannya. Dia pun menyadari kalau kemarin telah salah sangka dan perbuatannya tidak patut dijadikan contoh buat siapa pun terlebih lagi dengan jabatan ketua yang diembannya adalah corengan tersendiri kalau saja ada yang mengetahui dan apabila Ann mempermasalahkan semua ini. Alma memanggil Ryantie, "Berikan $NZ 82 ini pada Ann...bilang saja bonus dari aku!" titah Alma pada Ryantie. Sedangkan Ryantie sendiri paham kenapa Alma melakukan ini, dia pun tidak begitu banyak tanya segera menghampiri dan langsung memberikan uang pada Ann yang sedang merapikan meja dan buku yang tidak beraturan. Reaksi Ann sedikit h
Ann pun mengelap air mata dengan punggung tangannya lalu beranjak serta segera berpamitan pada Lana yang sebelumnya mencium pipi Renata. Sedangkan Renata menatap wajah Kakaknya bereaksi datar lalu menghampiri Lana. Perasaan Ann memang tidak karuan, dia pun segera menyebrang jalan dan saat bersamaan bus pun datang menghampiri. Bus itu pun membawa Ann kembali tepat pada halte yang dekat dengan asrama putri, kendati harus berjalan beberapa ratus meter setelahnya. Julia yang sedikit agak gelisah dengan keterlambatan Ann, dia pun mondar mandir di depan teras asrama. Melihat kedatangan Ann, Julia langsung menyambutnya. "Kamu dari mana saja?" tanyanya agak tegas. Reaksi Ann langsung memeluk Julia dengan erat sedangkan air matanya kembali berderai. Julia menepuk halus punggung Ann dan menenangkan. Hampir dua menit Ann menangis di dalam dekapan Julia, pelan sekali Ann merenggangkan badannya, mata indahnya beradu pada kelopak mata Julia. "Madam, tadi Ann menengok Renata di asr
Kemudian Theresa pun mengutarakan niatnya pada Zean dan didengarkannya dengan seksama, sedangkan pandangannya pada Natalie yang sedang bertumpang kaki di sudut ruangan. "Bagaimana kalau istriku yang akan mengajarinya ilmu etika. Biar pelajaran agama aku yang akan mengajarinya," ucap Zean memberikan sugesti. Theresa sumringah mendengar itu, karena setidaknya dia tidak harus membayar iuran perbulannya. "Artinya, Natalie akan tinggal bersama kalian?" tanya Theresa meyakinkan. Zean mengangguk serta cepat sekali memanggil istrinya yang sedang ada di dalam ruangan lain. "Carine, rine...." panggil Zean pada istrinya yang sedang sibuk dengan mesin ketiknya. Carine menghentikan tangannya, lalu menoleh pada suaminya dan menjawabnya, "Ada apa?" Zean langsung menceritakan tentang Natalie yang akan menjadi amanat mereka dan memberikan penjelasan kalau dirinya adalah teman waktu satu kampung Bibi dari Natalie. Carine beranjak dari tempat duduknya, lalu mengikuti su
"P-Pak. Jangan, Pak!" elak Natalie. Akan tetapi, Zean malah semakin ganas dan sepertinya sudah sangat lihai. Dia pun dengan lembut mencumbu leher juga bibir Natalie, "P-Pak!" Natalie masih mengelak. Dia pun dengan cepat menjorokan tubuh Zean membuat dirinya tersungkur ke belakang. *** -Tiga Tahun Kemudian- "Ann..." Panggil Julia sambil membawa beberapa formulir untuk segera ditanda tangani. Ann yang sedang membantu Maria membuat makan malam pun menghampiri, sedangkan matanya melirik pada formulir dan di sana ada namanya. "Tanda tangani ini, sebelum acara perpisahan di sekolahmu minggu besok," pinta Julia sambil menatap wajah Ann. "...kamu sudah siap pergi ke Jerman?" sambung Julia sambil memberikan bolpoin. Ann menghela napas kasar disertai kembali memberikan lembaran tersebut, "Tidak jadi pergi ke sana, Ann tidak mau bertemu dengan ayah." Persyaratan yang tertera memang harus mendapat izin dari orang tua terlebih dahulu karena
Ann masih menyimpan dendam dan sakit hati pada Johan ayahnya. Dengan penuh amarah buku tulis sudah penuh dengan tulisan cacian serta makian padanya. Dari belakang Nancy membaca semua yang tertulis dia pun berdehem, "Ehem." Lalu berkata, "Artinya menyerah untuk menjadi 'Seseorang' demi seorang Ayah yang bisa dikatakan kurang baik?" Ann tidak menjawab sepatah kata pun, dia terus menuliskan cacian ke lembar berikutnya. Nancy memberikan saran, "Bagaimana kalau kita temui Natalie untuk meminta tanda tangan ayahmu ke penjara?" Ann menjawab dengan tegas, "Suster saja yang pergi. Ann, akan mencari sekolah lain di dalam negeri." Nancy segera pergi ke ruangan Julia, lalu mengutarakan maksudnya tersebut, "Apa yakin Natalie mau melakukannya untuk Ann? Dia saja tega memfitnahnya demi uang." "Dicoba saja!" Sambung Julia sambil kembali membaca alkitabnya. *** Natalie sedang asik memadu kasih dengan Zean yang sudah memberikannya kasih sayang ser
Nancy sedang memperjuangkan Ann untuk mendapatkan tanda tangan dari Johan. Dia pun berusaha untuk mendatangi Natalie ke rumah Theresa di Wales, sesampainya di rumahnya tetangga Theresa mengabarkan kalau Theresa telah meninggalkan dunia setelah mendatangi Natalie di rumah Zean. Para tetangga hanya memberitahu dengan separuh-separuh, juga tidak jelas. Hingga akhirnya Nancy pun singgah di sekolah The West tempat Ann bersekolah dulu dan bertemu dengan Adrian. Adrian menjelaskan, "Bibi Theresa mendapati Natalie sedang bermesraan dengan temannya yang bernama Pak Zean dan karena terkejut Theresa pun meregang nyawa akibat serangan jantung." "Kasian Theresa, dia susah payah mendidik Natalie, namun dibalas seperti itu!" sambung Adrian sambil menyodorkan dua botol minuman dan beberapa cemilan. Nancy hanya bergeming dan merasa sudah tidak ada harapan untuk meminta bantuan dari Natalie agar menemui Johan. Setelah beberapa saat dia pun beranjak dari tempat duduknya, "Ya su
Imanuel mendengar ucapan samar-samar di ujung telepon ketika bicara dengan Belle, dia merasa terancam. 'Bagaimana dia tahu?' gumamnya agak gelisah di dalam kamarnya. Dia pun segera menelpon Carine. Sekarang Carine sudah mengetahui kedekatan suaminya dengan Natalie, karena setelah kematian Theresa desas desus tetangga membuatnya dia mengetahui hubungan antara Natalie dan suaminya, dia pun tanpa ragu mengangkat telpon dari Imanuel persis di depan Zean yang sedang membuat naskah pidato di laptopnya, "Kenapa, Sayang!" jawabnya mesra. "Apa kamu merasa ada seseorang yang mengetahui hubungan kita?" tanya Imanuel penasaran. Mendengar itu Carine tertawa kecil dan menjawab, "Aku akan bahagia kalau ada orang yang mengetahui." Sejenak Carine terdiam, begitu pula dengan Imanuel. Tetapi tidak begitu lama Carine berbicara kembali, "Memangnya kenapa? Bukankah kita betul-betul serius untuk hubungan ini?" Imanuel hanya terdiam dan menutup begitu saja telpon lalu memati