"Sampai kapan kalian akan terpaku begitu saja?" ucap Berriel mengejutkan perbincangan senyap mereka.
Mendengar itu Reina dan Adrian langsung menundukan pandangannya.
"Tante, Reina pulang dulu, terima kasih!" pamit Reina sambil berlari ke luar lalu pulang ke rumahnya.
***
Sedangkan di tempat lain Liza sedang menyamar menjadi staff di dalam kementrian telekomunikasi atas bantuan Laura sahabatnya. Hingga jam istirahat tiba Liza mendengar seseorang sedang berbicara di telepon di belakang kantin, dia pun mengendap-endap mendekat agar leluasa mendengar jelas perkataan demi perkataan. 'Oh, dia ternyata orang suruhan Carine! Tapi siapa yang bertanggungjawab di belakang mereka berdua?' gumamnya.
"Ibu, sedang apa di sini?" tiba-tiba lelaki yang sedang berbicara di telpon tersebut sudah ada di depan Liza.
Liza agak gelagapan, "I-itu tadi, ibu agak mual..." ucapnya berbohong, tetapi matanya melirik pada name tag lelaki tersebut. Danish Alberte ada
Begitu masuk Ann dan Juan duduk sejajar menghadap ke arah para dosen. Seperti sebelumnya Ann diberikan pertanyaan-pertanyaan dari berbagai rumus-rumus matematika yang dibuatnya. Ann yang sudah terbiasa memberikan penjelasan dengan detail membuat semua orang di sana sangat puas."Ann, terima kasih sudah datang dan membuat kami di sini bangga padamu!" ucap salah satu ahli matematika sambil menjabat tangan mungil Ann. Ann hanya tersenyum datar, padahal dia tidak menyangka kalau riset kecilnya diapresiasi oleh kampus ternama di Jerman.Setelah hampir dua jam, Ann ke luar dari ruangan. Baru saja dirinya melangkah, Juan menarik lengannya lalu menuntun ke dalam ruangan miliknya. "Duduk dulu di sini saja, aku ada kelas untuk mahasiswaku. Kalau kamu mau, bisa ikut sebagai asistenku, atau di sini sambil membuat makalah untuk ke penerbit," ucap Juan tegas sambil menumpukan beberapa buku tebal di tangannya.Dengan cepat Ann meraih tumpukan buka dari tangan Juan kemudi
Adrian dan Liza masuk ke dalam ruangan Alvine, disambut sumringah olehnya. "Liza?" Alvine terkejut melihat wanita yang pernah menjadi istrinya ini datang bersama Adrian. Liza mendengus, 'Aku pikir Alvine itu bukan kamu! Tahu gini aku tidak ikut masuk' lirihnya dalam senyap. Alvine masih terpaku dengan kehadiran Liza. Pandangan Adrian pun memutar sesaat pada Alvine lalu pada Liza. "Kalian saling mengenal?" Adrian penasaran sambil menarik kursi lalu duduk. Alvine hendak berbicara, Liza langsung ke luar dari ruangan. Adrian semakin bingung dibuatnya. Dia pun kembali bertanya, "Kalian saling mengenal? Atau?" Alvine sejenak hening, lalu menghela napas. "Dia mantan istriku!" jawabnya singkat. Adrian mengernyit tapi dia segera menutup rasa penasarannya. "Aku ke sini untuk menyerahkan beberapa barang bukti yang telah Carine lakukan!" jelasnya sambil memberikan flashdisk, kemudian diterima oleh Alvine, dengan cepat dia pun menelitinya.
Plak! Wajah tampan Zayn ditampar Natalie. "Jangan karena aku pernah melakukan kebodohan, kamu menganggapku wanita murahan begitu?" lantang Natalie sambil membuka pintu kamar mandi dan dengan tergesa-gesa ke luar rumah sakit dari pintu belakang. Zayn langsung mengejar Natalie. "Nat, jangan salah sangka dulu, aku tidak pernah berpikiran kalau kamu adalah wanita seperti itu, aku mencintaimu!" teriak Zayn sambil berusaha membuka pintu taksi yang di dalamnya sudah ada Natalie. "Pak, Pak...buka Pak, dia kekasihku," tutur Zayn pada sopir taksi. Pak sopir yang melihat wajah dokter Zayn yang lugu dan sopan pun, dia segera membuka pintu taksi. Zayn duduk persis bersebelahan dengan sopir. "Ayo Pak, kita pergi ke pantai selatan!" titah Zayn sambil membetulkan kacamatanya lalu menoleh pada Natalie yang cemberut di belakang. *** Ann dan Juan ke luar dari gedung penerjemah. "Jadi karyaku ini diterjemahkan dalam berbagai bahasa?" tanya Ann dengan
Ann berjalan pelan di samping sekolahnya yang di sana ada pepohonan hijau rindang, ditambah lagi angin sepoi-sepoi Jerman membuat dirinya tidak merasakan kelelahan.TIN! TIN!Tiba-tiba suara klakson mobil membuat Ann menoleh. "Ish! Mau apalagi ini orang?" ucapnya yang hampir terdengar oleh Juan si pemberi klakson tepat di sebelahnya."Cepat masuk! Janji ke musium waktu itu belum terlaksana!" ujarnya sambil mengeluarkan tangannya bermaksud hendak meraih tangan Ann.Ann terdiam sesaat memperhatikan Juan yang semakin ke sini semakin membuatnya naik darah."Ayo, sekalian aku temankan caranya mengambil uang dari ATM!" goda Juan yang merasa tidak habis pikir kenapa Ann masih saja menyimpan uang hasil penjualan buku dan tidak menggunakan untuk keperluannya.Ann mendecih. Lalu masuk ke dalam mobil sambil berbicara ketus, "Ayo! Temani aku apa yang kamu tuduhkan itu!"Mereka pun langsung pergi ke dalam pusat perbelanjaan mewah. Juan melirik pad
Natalie hanya terdiam mendengar penjelasan dari Zayn. Akankah Natalie membuka hatinya pada Zayn? Semoga saja. *** "Adrian Louis, tunggu!" Alvine berteriak pada Adrian yang hendak masuk ke dalam mobil bersama Liza. Saat bersamaan Reina turun dari taksi untuk menuju ke gedung pengadilan agama yang letaknya berdekatan dengan kantor polisi. Pandangan Reina pun tertuju pada Adrian dan Bibinya Liza. "Mereka sedang apa di sana?" ucap Reina pada dirinya sambil memberikan uang ke sopir taksi. Reina berjalan ke arah mereka bertiga bermaksud untuk menyapanya, karena di sana nampak seperti sedang membicarakan hal penting. "Reina?" sapa Alvine sambil menyimpulkan senyuman tipis. "Apa kabar, Paman?" sahut Reina sopan kalaupun Alvine sudah bukan suami dari Bibinya. Alvine menjawab pertanyaan tersebut dengan pelan, "Baik, Rei!" Mata Reina menoleh pada Liza yang melengos padanya. Lalu dia pun pamit dan langsung berjalan
Carine pun akhirnya pergi ke rumah Pak menteri, bertujuan hanya untuk mengancam dirinya di depan istrinya. Rumah mewah berpagar beton dengan dua sekuriti di depannya, membuat Carine harus dengan strategi masuk ke dalamnya. Sebelumnya dia membuka kaca spion depan dan memoles wajah pucatnya dengan sedikit make up, tak lupa dia pun menyisir rambutnya. Begitu mobil sudah ada di depan pos penjaga, di sana ada sekuriti yang mengetuk jendela mobil. "Anda siapa? Mau apa?" tanyanya sambil menegaskan pandangannya. Carine membuka jendela mobil, dia tersenyum manis dan menyender santai pada jok mobilnya, "Aku teman Nyonya Cristin istri dari Pak menteri untuk berdiskusi bisnis berlian dan bitcoin, kita sudah janjian." Jawab Carine penuh percaya diri. Baru saja sekuriti hendak menelpon ke dalam, Carine langsung menunjukan handphonenya yang sedang ditelpon oleh Cristin. "Ini, Nyonyamu sudah menelpon!"Sekuriti pun memeriksa penggilan tersebut dan melihat profile
-Flashback on- Carine yang sedang sibuk dengan segala aktivitas mengajar, menjadi dekan dan mengurus yayasannya. Tiba-tiba harus menginap di hotel karena kemalaman. Baru saja dia hendak menempelkan card pada sensor pintu digital kamarnya. Dia mendengar suara gaduh di dalam kamar sebelah dengan pintu yang sepertinya lupa ditutup penghuninya. Carine mengendap-endap lalu merekam kejadian yang panas itu tanpa si pemain mengetahuinya. "Mau punya istri cantik, berkelas dan kaya! Kalau tukang selingkuh ya selingkuh saja!" ucap Carine menyimpan video tersebut. Ucapan Carine terdengar oleh mereka yang di atas tempat tidur tiada lain adalah Raymond dan wanita belia. "Hey! Kamu siapa?" kejut Raymond sambil menyudahi adegan itu. Carine mengunyah permen karet sambil sedikit mengeringaikan senyuman. "Kamu lupa aku?" tanya Carine sambil membalikan badannya bermaksud untuk meninggalkan mereka. "Kamu cepat pergi! Nanti aku transfer upahmu ke rekeningmu
Renata yang sekarang berusia lima tahun sedang berbicara pada Ann ditemani Lana. "Kak, kapan mau ajak Lana pulang ke rumah?" tanya sendu Renata sambil menatap wajah kakaknya yang ada di dalam layar handphone. "Kak Ann, betulkah ibu sudah meninggal dan yang membunuh ayah?" lagi-lagi Renata bertanya dan itu membuat Ann menahan tangis. Juan langsung mengambil handpone dan berbicara jelas tapi lemah lembut pada Renata, "Hey adik kecil...kamu sekolah dan bermainlah dengan Bibi Lana sekarang. Jangan memikirkan ibu dan ayah, mereka sekarang sedang tidak mau dibicarakan,okey?" Mata Juan pada Lana, Lana pun seolah mengerti dan langsung mematikan video callnya. Namun Renata masih penasaran dengan pembicaraan anak-anak penghuni asrama yang memberitahukan kalau ayahnya dipenjara karena membunuh ibunya. "Bi, kita temui ayah di penjara? Besok? Biar Rena tanya ayah kenapa membunuh ibu?" pertanyaan anak usia lima tahun membuat Lana menggertak, "Anak kecil itu tidak harus