Share

BAB 10

"Butuh yang bagaimana, Dok?"

Tentu Karina terperanjat mendengar alasan Yudha ketika Karina tanya kenapa dia begitu bernafsu hendak menikahi dirinya. 

"Saya butuh kamu untuk saya nikahi, untuk menyelamatkan masa depan saya, Rin."

Kembali Karina terperanjat, dia syok dan terkejut luar biasa dengan kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut laki-laki itu. Ini maksudnya gimana? 

"Pardon?" alis Karina berkerut, laki-laki ini benar-benar lain! 

Yudha nampak menghela napas panjang, sementara Karina masih menatap sosok itu dengan saksama. Sebenarnya ada apa sih? Kenapa jadi Karina dihubungkan dengan misi penyelamatan masa depan sosok dokter bedah umum itu? Memang ada apa dengan masa depan laki-laki jutek dan menyebalkan macam Yudha?

"Jadi begini," Yudha menatap lurus ke dalam manik mata Karina, "Kamu tahu, kan, umur saya ini berapa?" tanya Yudha serius.

"Lah mana saya tahu, Dok? Memang umur Dokter berapa?" jawab Karina balik bertanya yang sontak mendapat pelototan mata dari Yudha.

"Umur saya 35 tahun, Karin." Yudha menjawab sendiri pertanyaannya tadi. "Dan oleh karena itu, saya terus didesak orang tua agar segera menikah."

Karina membulatkan bibirnya, pantas sih kalau sudah diuber-uber disuruh kawin, hampir kepala empat. Masuk usia krusial bagi warga +62 jika diusia matang begini belum menikah.

"Ibu saya sudah mengultimatum, jika sampai bulan depan saya tidak bawa calon ke rumah, maka saya akan djodohkan, Rin, dan saya nggak mau."

Kini Karina melotot, dia yang hendak dijodohkan dan hendak dikawinkan sama orang tuanya, kenapa jadi Karina yang korban masa depan?

"Lah, tapi kenapa Dokter malah mau nikahin saya?" Karina masih belum terima jika dia harus menikah dengan sosok dokter menyebalkan di hadapannya ini.

"Kamu lupa apa yang kamu ucapkan pagi tadi?"

Karina sontak lemas, pasti itu yang digunakan Yudha untuk senjata, bukan? Benar-benar sial! Karina menghirup udara sebanyak-banyaknya.

"Tapi Dok, tadi itu han--."

"Saya tidak terima alasan apapun!" potong Yudha yang makin membuat Karina terjepit. "Kamu membawa nama Tuhan dan disaksikan belasan teman-temanmu sebagai saksi, dan kamu mau mengelak sekarang? Nggak takut kualat kamu?"

EH!

Karina tersentak, matanya membulat menatap Yudha yang tampak begitu serius malam ini. Kualat? Kenapa sekarang bawa-bawa kualat?

"Kamu mau sial terus seumur hidup? Jadi koas bau dan dikerjain terus-terusan sama senior dan residen? Atau mau ujian UKMPPD berkali-kali nggak lolos karena kamu mengingkari janji buat nikahin saya?" cecar Yudha yang makin membuat Karina melongo di tempatnya duduk.

Rasanya Karina ingin melemparkan piring di hadapannya ke wajah laki-laki itu, menyiramkan air soda dalam gelasnya lalu pergi begitu saja meninggalkan laki-laki ini.

Namun kata kualat dan kemungkinan-kemungkinan yang Karina bisa saja alami karena mengingkari janji membuat Karina mengurungkan niatnya untuk melemparkan benda yang ada di hadapannya.

"Kita sama-sama membutuhkan satu sama lain, Rin." gumam Yudha lagi ketika Karina hanya diam membisu. "Saya butuh kamu agar supaya saya tidak dijodohkan dengan gadis pilihan ibu saya, dan kamu butuh saya agar tidak kualat karena sudah terlanjur janji mau menikahi saya."

Apa-apaan ini?

Jadi besok dia akan menikah bukan karena mencintai laki-laki yang dia nikahi, tetapi karena saling membutuhkan satu sama lain? Ini pernikahan model apa?

"Ta-tapi--."

"Intinya saya tidak mau dengar apapun, Karina!" potong Yudha segera. "Saya mau nikahin kamu dan kamu harus mau sesuai dengan apa yang sudah kamu ucapkan tadi pagi."

SKAKMAT!

"Masalah restu dari orang tuamu, saya tidak mau tahu dan tidak menerima penolakan. Intinya saya datang lamar, saya harus dapat ACC dari beliau. Bagaimana caranya, itu terserah kamu."

Kembali Karina membelalakkan matanya, kurang ajar! Kenapa enak sekali laki-laki ini? Dia pikir gampang meluluhkan sang papa? Kenapa jadi Karina yang harus berjuang mendapatkan restu orang tuanya untuk pernikahan yang sebenarnya tidak dia inginkan ini?

"Loh, kenapa harus saya sih, Dok?" protes Karina keras.

"Iya lah, biasanya kalau anaknya yang merayu, orang tua akan luluh. Lagipula siapa yang tadi bilang mau jadiin saya suami? Kamu, kan?" Yudha tersenyum sinis, terlihat sekali sorot mata itu berapi-api.

"Ya tapikan ...." Karina tidak melanjutkan kalimatnya, ia sendiri sampai bingung hendak berkata apa.

"Ah, saya punya ide." ujarnya kemudian. "Ada satu cara yang bisa membuat beliau mau tidak mau merestui kita menikah, Rin."

Kening Karina berkerut, ini pasti ide yang cukup gila!

"Apa memangnya?" Karina sebenarnya malas bertanya, tetapi dia penasaran. Jangan bilang kalau ....

"Saya bisa hamili kamu dulu, kan mau tidak mau kita harus menikah, bukan?" jawab Yudha dengan seringai lebar.

"APA?" Karina sontak memekik, laki-laki ini selain sedingin es dan sekaku kanji juga sedikit gila dan kurang waras!

"Makanya kamu tinggal pilih, mau cara satu atau dua!" Yudha kembali tersenyum penuh kemenangan. "Saya nggak keberatan kok kalau kamu mau kita pakai cara kedua, saya rela babak-belur dihajar papamu, yang penting kita menikah dan saya tidak harus menikahi gadis pilihan ibu saya."

***

"Dokter memangnya nggak punya pacar apa?" tanya Karina sambil bersandar lesu di jok mobil. Mereka sudah dalam perjalanan pulang, acara makan malam absurb mereka sudah selesai.

"Nggak, terakhir punya pas internship. Ilang ditikung residen, habis itu males pacaran lagi." jawab Yudha santai dari balik kemudinya.

Karina rasanya ingin tertawa mengejek nasib laki-laki itu, namun dia sudah tidak bernafsu. Ia sedang menikmati nasibnya yang begitu sial hari ini.

"Besok ingin mahar apa? Resepsi di mana?"

Karina seperti dilempar mendengar pertanyaan itu. Ia benar-benar heran, orang satu itu kenapa seperti menyepelekan sekali pernikahan? Main asal hendak menikahi Karina hanya karena tidak mau dijodohkan dan karena ucapan terkutuk yang tadi Karina ucapkan.

"Dok, pernikahan itu suci loh, seumur hidup sekali dan Dokter dengan begitu santai hendak ...." Karina benar-benar tidak mengerti lagi, bagaimana caranya menjelaskan pada laki-laki itu?

"Rin, saya tegaskan sekali lagi, saya serius mau nikahin kamu. Memangnya saya terlihat main-main?" kembali Yudha menegaskan niatnya, memang ada laki-laki matang yang bermain-main dengan hal seperti ini?

"Tapi orang nikah itu nggak cuma cukup sama ada duit sama calonnya, Dok."

Karina sudah putus asa. Antara putus asa menjelaskan sesuatu yang dia sendiri bingung bagaimana caranya menjelaskan hal itu pada Yudha, dan putus asa mencari cara agar Yudha membatalkan rencana pernikahan dadakan yang begitu gila ini.

"Apa lagi memangnya? Cinta?" tanya Yudha sambil menoleh sekilas.

Karina memejamkan matanya, ya ... itu! Cinta! Kalau orang menikah karena cinta saja banyak yang kemudian cerai, lantas bagaimana dengan dirinya nanti?

"Kalau masalah itu, saya punya jalan keluarnya."

Karina menoleh, ia makin tidak mengerti. Jalan keluar? Jalan keluar yang seperti apa?

"Jalan keluar? Jalan keluar bagaimana?"

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Mimi
bagus tapi kurang puas karena gk tau ujungnya.
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
makin gereget
goodnovel comment avatar
Nadzifah Aqilah Salsabila
ceritanya bagus tapi terlalu mahal koinnya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status