"Dokter mau ngajar?" komentar Karina asal ketika sudah masuk ke dalam Pajero Dakar berwarna putih itu. Pasalnya penampilan Yudha begitu rapi malam ini, seperti ketika sedang mengajar di kelas.
Celana bahan dan kemeja itu terus terang menampilkan kharisma yang begitu kuat, hanya saja di mata Karina, penampilan Yudha bapak-bapak sekali! Ah! Agaknya Karina lupa bahwa dia dan laki-laki ini beda generasi.
Tampak sosok itu mendengus kesal, menoleh ke arahnya dan langsung mengomel.
"Ngajar katamu! Memang saya nggak boleh istirahat apa?" gerutunya dengan bibir manyun. "Saya mau ajak kamu makan malam, sekalian mau bahas masa depan."
Karina tertegun sejenak, bahas masa depan? Bahas masa depan yang seperti apa? Kenapa dosen jutek dan menyebalkan ini jadi begitu bernafsu ingin menikahi dirinya? Jangan-jangan ...
"Rin, tolong pakai sabuk pengamanmu!" titah Yudha membuyarkan lamunan Karina.
Karina sontak nyengir, menarik seat belt itu dan mengunci tubuhnya di jok. Jantungnya berdegup dua kali lebih kencang, sebenarnya dia mau dibawa kemana? Dan masa depan seperti apa yang hendak dia bicarakan.
"Ngomong-ngomong ... karena hari ini kelulusan kamu, kamu ingin makan malam di mana, Rin?"
Kembali Karina tersentak, ia menoleh menatap Yudha yang sudah begitu serius dengan setirnya. Lah? Jadi Yudha belum punya tujuan hendak membawa dia kemana?
"Lah ... Dokter ngajakin pergi tapi belum punya tujuan mau ajak saya kemana, Dok?" ujar Karina balik bertanya, yang sontak membuat sosok itu melirik tajam ke arahnya.
"Oke kalau begitu kita pergi ke tempat yang sudah saya pikirkan sejak tadi." jawab Yudha santai yang sontak langsung membuat Karina misuh-misuh dalam hati.
Kenapa Karina suka sekali mempersulit dirinya sendiri sih? Mulai dari mengucap nazar edan sampai menantang Yudha malam ini, sungguh itu adalah kecerobohan Karina yang menjerumuskan dia dalam kesulitan yang entah apakah mampu dia lewati nantinya.
Bagaimana kalau dia hendak dibawa ke tempat aneh-aneh oleh dosennya ini? Kenapa tadi Karin tidak menyebutkan tempat yang aman yang sekiranya bisa dia gunakan untuk kabur, sih?
"LOH DOK ... KENAPA BELOK SINI?" Karina sontak histeris ketika Yudha membawa mobilnya belok ke sebuah hotel bintang lima yang cukup terkenal di kota ini.
"Kan kamu tadi tanya, saya punya tujuan nggak? Ya ini tujuan saya, mau bawa kamu ke sini." jawab Yudha begitu santai sambil mencari lahan untuk parkir.
"DOKTER MAU BAWA SAYA KE HOTEL? JANGAN BILANG KALAU DOKTER HEN--."
Karina sontak terbungkam ketika telunjuk Yudha menempel di bibirnya, manik itu menatap lurus ke dalam mata Karin, membuat Karin bungkam dan membeku di tempatnya duduk.
"Saya memang mau ngajakin kamu ke hotel, tapi bukan buat check-in masuk ke kamarnya. Saya mau ajak kamu makan di restorannya sambil bahas masa depan kita." jelas Yudha sabar. "Jadi tolong, jangan negatif thingking sama saya, oke?"
Karina mengangguk pelan tanpa banyak berkata-kata lagi. Sementara Yudha yang sudah beres memarkir mobilnya sontak melepaskan seat belt. Membuka pintu mobil dan melangkah turun.
Karina kembali memaki dalam hati. Salahkah dia kalau takut Yudha hendak berbuat yang tidak-tidak kepadanya? Laki-laki matang nan dewasa itu membawanya masuk hotel!
Tuk ... tuk ... tuk
Suara kaca mobil diketuk itu sontak mengejutkan Karina, membuat ia segera melepas seat beat dan ikut melangkah turun setelah melihat wajah itu nampak berubah tidak ramah.
Benarkah dia tidak akan berbuat aneh-aneh pada Karina? Atau jangan-jangan ...
"Ayo!"
Karina terkejut, tangan Yudha meraihnya, menggenggam tangan Karina dalam genggaman dan membawa Karina melangkah masuk ke loby hotel.
Jantung Karina rasanya mau lepas. Berkali-kali dalam hati dia terus berdoa.
'Tuhan, tolong lindungi saya dari bujang lapuk ini, Tuhan!'
***
Kirana dan Yudha sudah duduk saling berhadapan di salah satu meja dekat kolam. Meja yang cukup jauh dari meja lain yang terisi. Membuat suasana makin mencekam dan terasa dingin. Itu bagi Kirana.Tampak laki-laki itu sedang menikmati beef steak pesanannya, sementara Karina hanya menatap nanar piring yang ada di depan wajahnya. Kenapa rasanya begitu canggung?
"Makan dulu, nanti selesai makan kita baru ngobrol banyak, Rin."
Karina menghela nafas panjang, mengangguk tanpa bersuara. Sungguh Karina risih dengan tatapan pengunjung restauran hotel yang sejak tadi mereka temui. Mereka menatap Karina macam ayam kampus yang tengah mendapatkan mangsanya.
Ah ... tapi bukan salah mereka juga. Penampilan Karina dan Yudha terlihat begitu mencolok memperlihatkan perbedaan usia mereka berdua.
Karina begitu santai dan up to date sementara Yudha nampak begitu kaku dengan celana bahan dan kemejanya.
What?
Ada memang zaman sekarang nge-date pakai baju macam itu? Nyatanya ada, dan orang itu adalah dokter Yudha Anggara Yudhistira spesialis bedah!
"Kenapa nggak dimakan? Mikir apa?"
Karina tersentak, ia mengangkat wajahnya, menatap manik mata yang sudah memperhatikan dirinya dengan seksama.
"Ah ... nggak apa-apa, Dok." Karina buru-buru menyuapkan makanan itu ke dalam mulutnya, berhenti sesaat memikirkan nasibnya yang begitu sial semenjak dia salah bicara perihal flashdisk-nya yang hilang tadi pagi.
Mungkin benar kata Heni, dia tidak boleh asal bicara dan sekarang Kirana sudah memetik hasil dari asal bicara Karina yang lantas membawanya malam ini duduk berdua dengan sosok paling menyebalkan dan menjengkelkan dalam seumur hidup Karina.
"Well, sepertinya kita mulai langsung saja ya, Rin?" Yudha meletakkan gelasnya di meja, mengusap bibirnya dengan tissu lantas kembali fokus pada Karina.
"Mu-mulai apa, Dok?" Karina rasanya ingin lari, namun itu akan membuat dia makin terlihat aneh di mata pengunjung lain yang Karina tahu betul beberapa dari mereka tampak memperhatikannya.
Yudha membelalakkan matanya, menatap gadis itu dengan kesal. Untung dia anak Profesor Ahmad, kalau tidak rasanya Yudha ingin menyeret gadis itu dan membawanya ke ... ah, tidak Yud! Jangan!
"Rin, tujuan kita kemari tadi kan hendak membahas masa depan kita, bukan? Jadi tentunya yang saya maksud mulai sekarang itu ya pembahasan perihal masa depan kita." jelas Yudha detail sedetail-detailnya.
Karin sontak nyengir lebar, membuat Yudha mengeram sejenak, menahan hasrat ingin menganiaya gadis di depannya ini karena gemas setengah mati.
"Oke langsung saja, kapan saya bisa ke rumah, Rin?" tanya Yudha mencoba sabar dan tenang.
"Bentar, Dok!" Karina meneguk minuman di dalam gelasnya, lalu mendorong piring miliknya menjauh dari hadapan Karina. Matanya fokus pada Yudha yang tengah menatapnya dengan seksama.
"Apa lagi?"
"Dokter ini beneran serius mau lamar saya? Mau nikahin saya?" Karina belum bisa menerima semua kenyataan itu, dia harus menikahi laki-laki macam Yudha begini?
Oh NO!
Yudha memijit pelipisnya dengan gemas, "Karina, sejak tadi siang sudah saya katakan, bukan? Pantang untuk laki-laki matang macam saya main-main dengan ucapan, Rin!"
"Tapi kenapa, Dok?" Karina masih belum terima.
"Kenapa katamu?" mata Yudha melotot, rasanya kesabaran Yudha sudah habis.
"Iya! Setidaknya beri saya alasan kenapa Dokter begitu ngebet mau nikahin saya!"
Yudha menghela nafas panjang, tampak wajah itu begitu kesal, "Jadi kamu ingin tahu kenapa saya ngebet banget mau nikahin kamu?"
"Tentu, ini masalah masa depan saya, Dokter!" tentu Karina tidak akan merelakan masa depannya sia-sia, bukan?
"Jadi begini ... saya butuh kamu, Karina."
Karina sontak membelalakkan matanya, mulutnya ternganga menatap laki-laki yang duduk di depannya itu. Membutuhkan Karina?
"Butuh yang bagaimana, Dok?"
Yudha tersenyum melihat pemandangan di depannya itu. Kalau saja tidak ada ibu dan mertuanya di sini, mungkin Yudha sudah sesegukan menangis. Bagaimana tidak? Yudha tidak pernah berpikir kalau kemudian dia bisa sampai pada tahap ini, tahap di mana dia akhirnya bisa menyandang dua gelar yang dulu sama sekali tidak pernah terlintas dalam benaknya.Jadi suami dan seorang ayah!Ternyata rasanya sebahagia ini! Begitu bahagia sampai-sampai Yudha tidak bisa mengungkapkan kebahagiaannya dengan kata-kata.Yudha melangkah mendekat, menatap dengan saksama bagaimana manisnya Arjuna yang tengah menyusu pada ibunya."Hai, Jun ... ketahuilah, yang kau nikmati itu dulu jatah ayahmu." bisik Yudha yang langsung dapat sebuah tabokan dari Karina.Yudha terkekeh, dikecupnya puncak kepala Juna dengan penuh kasih sayang. Lalu tidak lupa puncak kepala Karina. Yudha mencintai dan mengasihi keduanya, bukan hanya salah satu saja."Kapan boleh pulang, Mas?" tanya Karina setelah Yudha duduk di kursi yang ada di sam
"Ini bagus!" Brian menunjuk setelan piyama lengan panjang merek ternama dengan warna biru dan motif roket yang ada di tangan Heni. Mereka berdua tengah sibuk memilih perintilan perbayian untuk isi parcel hadiah lahiran dari Heni untuk Karina. Operasi berjalan lancar. Bayi laki-laki dengan BBL 3700 gram itu lahir tanpa kurang suatu apapun. Sehat, lengkap, normal dan lahir dengan penuh cinta. Karina sudah mengirimkan foto Arjuna Putra Yudhistira, nama anak Karina yang menurut Heni sedikit rancu dan bisa mengacaukan cerita pewayangan. Bagaimana tidak? Dalam kisah pewayangan, bapak dari Arjuna itu Prabu Pandudewanata! Bukan Yudhistira! Yudhistira itu saudara laki-laki Arjuna, bukan bapaknya! Tapi mau protes pun sia-sia. Sudah Heni lancarkan protes itu dan kau tahu apa jawaban Karina? "Ya itu kan Arjuna di cerita wayang, ini Arjuna versi aku sama Mas Yudha. Jadi ya jangan di samakan!"Begitulah pembelaan dari Dewi Karina, ibu dari Arjuna versinya sendiri dan Prabu Yudha Anggara Yudhist
Yudha berlari dengan sedikit tergesa begitu selesai menerima telepon dari Anwar. Kebetulan sekali, jadwal operasinya mundur terdesak cito operasi pasien kecelakaan yang langsung ditangani oleh spesialis bedah saraf. Jadi tanpa membuang banyak waktu Yudha segera meluncur ke VK, tempat di mana istrinya sekarang berada. Keringat sebesar biji jagung sudah membasahi wajah Yudha. Ia begitu panik dan khawatir. Bukan apa-apa, hanya saja pemeriksaan yang terakhir sedikit mengkhawatirkan. Posisi kepala janin memang sudah di bawah, yang jadi masalah tentu adalah kepala janin yang tidak mau turun ke panggul! Padahal, saat mendekati HPL harusnya posisi kepala janin sudah dibawah dan masuk ke panggul. Tapi tidak dengan jagoan Yudha. Hal yang membuat jantung Yudha takikardia karena kalau sampai kontraksi dan lain-lain lantas tidak bisa membuat kepala janin masuk panggul, tentu sudah tahu opsi apa yang harus Karina ambil, bukan? "Gimana, War?" Tanya Yudha begitu sampai di VK. Napasnya terengah-eng
"Udah sering konpal, Rin?"Heni melirik Karina yang duduk di kursi, ia trenyuh melihat perut membukit Karina yang terkadang menjadi alasan Karina sedikit kesusahan bergerak. "Dikit, kenapa?" Karina menoleh, nampak tersenyum simpul menatap Heni yang memperhatikan dirinya dari tempat Heni duduk. "Gimana rasanya, Rin? Aku lihat kayaknya kamu bahagia banget gitu." Heni menopang dagu, masih memperhatikan Karina yang sibuk mengelus perut membukitnya.Karina menatap Heni, senyumnya merekah ikut menopang dagu dan membalas tatapan kepo Heni yang tersorot sejak tadi. "Mau tau? Yakin?" Goda Karina sambil menaikkan kedua alis. Heni mencebik, ia mengangkat wajahnya, menegakkan kepala sambil mengerucutkan bibir. Ia tahu kemana arah bicara Karina, tahu apa yang akan dikatakan Karina perihal jawaban dari pertanyaan yang tadi ia lontarkan kepada Karina. "Nggak jadi kepo deh!" Heni melipat dua tangannya di dada. Pandangannya lurus ke depan, menatap pintu IGD yang tertutup dan sama sekali tidak ter
"Nah kelihatan sekarang, Yud!" Teriak Anwar yang hampir membuat Yudha melonjak. Yudha menyipitkan mata, menatap layar monitor guna melihat apa yang terpampang di sana. Sedetik kemudian senyum Yudha melebar, nampak matanya berbinar bahagia. "Jangan kau ajari baku hantam, Yud! Cukup bapaknya yang bar-bar, anaknya jangan!" Gumam Anwar sambil melirik Yudha yang masih tersenyum lebar. "Iya tuh, Dok! Takut saya diajarin macam-macam sama bapaknya nanti!" Gumam Karina yang nampak speechless dengan mata berkaca-kaca. Akhirnya kelihatan juga! Setelah beberapa kali Yudha junior itu enggan menunjukkan bagian paling sensitif miliknya, kini terlihat begitu jelas di layar monitor! Laki-laki! Anak mereka laki-laki! Sesuai dengan harapan Yudha yang ingin anak pertama lelaki. Supaya bisa membantu Yudha menjaga adik perempuan dia nantinya!"Yang jelas nggak bakalan diajarin main cewek, Rin. Aku jamin itu! Bapaknya aja kuper, nggak jago deketin cewek!" Ledek Anwar yang spontan membuat Yudha meliri
Minggu ini rumah Yudha begitu sepi. Mbok Dar izin pulang kampung. Jadilah hanya Yudha dan Karina yang ada di rumah. Semoga di hari minggu ini mereka bisa lebih tenang. Tidak ada oncall atau cito atau apapun lah itu! Yudha tengah duduk santai bersandar di sofa lantai bawah ketika Karina muncul dan langsung duduk, melingkarkan kedua tangan ke tubuh Yudha dan memeluknya erat-erat. Yudha tersenyum, sudah tidak kaget lagi dia kalau Karina seperti ini. Bukankah istrinya ini memang manja? Terlebih ketika kemudian positif hamil. "Hari ini mau kemana? Pengen ngapain?" Tanya Yudha sambil mengelus-elus puncak kepala Karina. "Nggak pengen kemana-mana. Pengen kelon aja seharian." Jawabnya singkat dengan kepala bersandar di dada.Yudha terkekeh. Semenjak hamil, bisa Yudha rasakan kalau Karina begitu berbeda. Bahkan untuk urusan 'orang dewasa', Karina lebih on dari biasa. Padahal Yudha harus hati-hati betul agar anak mereka tidak kenapa-kenapa, eh malah ibunya yang terkadang terlalu 'liar' dan b