Share

BAB 9

"Dokter mau ngajar?" komentar Karina asal ketika sudah masuk ke dalam Pajero Dakar berwarna putih itu. Pasalnya penampilan Yudha begitu rapi malam ini, seperti ketika sedang mengajar di kelas. 

Celana bahan dan kemeja itu terus terang menampilkan kharisma yang begitu kuat, hanya saja di mata Karina, penampilan Yudha bapak-bapak sekali! Ah! Agaknya Karina lupa bahwa dia dan laki-laki ini beda generasi. 

Tampak sosok itu mendengus kesal, menoleh ke arahnya dan langsung mengomel. 

"Ngajar katamu! Memang saya nggak boleh istirahat apa?" gerutunya dengan bibir manyun. "Saya mau ajak kamu makan malam, sekalian mau bahas masa depan."

Karina tertegun sejenak, bahas masa depan? Bahas masa depan yang seperti apa? Kenapa dosen jutek dan menyebalkan ini jadi begitu bernafsu ingin menikahi dirinya? Jangan-jangan ... 

"Rin, tolong pakai sabuk pengamanmu!" titah Yudha membuyarkan lamunan Karina. 

Karina sontak nyengir, menarik seat belt itu dan mengunci tubuhnya di jok. Jantungnya berdegup dua kali lebih kencang, sebenarnya dia mau dibawa kemana? Dan masa depan seperti apa yang hendak dia bicarakan. 

"Ngomong-ngomong ... karena hari ini kelulusan kamu, kamu ingin makan malam di mana, Rin?"

Kembali Karina tersentak, ia menoleh menatap Yudha yang sudah begitu serius dengan setirnya. Lah? Jadi Yudha belum punya tujuan hendak membawa dia kemana? 

"Lah ... Dokter ngajakin pergi tapi belum punya tujuan mau ajak saya kemana, Dok?" ujar Karina balik bertanya, yang sontak membuat sosok itu melirik tajam ke arahnya. 

"Oke kalau begitu kita pergi ke tempat yang sudah saya pikirkan sejak tadi." jawab Yudha santai yang sontak langsung membuat Karina misuh-misuh dalam hati. 

Kenapa Karina suka sekali mempersulit dirinya sendiri sih? Mulai dari mengucap nazar edan sampai menantang Yudha malam ini, sungguh itu adalah kecerobohan Karina yang menjerumuskan dia dalam kesulitan yang entah apakah mampu dia lewati nantinya. 

Bagaimana kalau dia hendak dibawa ke tempat aneh-aneh oleh dosennya ini? Kenapa tadi Karin tidak menyebutkan tempat yang aman yang sekiranya bisa dia gunakan untuk kabur, sih? 

"LOH DOK ... KENAPA BELOK SINI?" Karina sontak histeris ketika Yudha membawa mobilnya belok ke sebuah hotel bintang lima yang cukup terkenal di kota ini. 

"Kan kamu tadi tanya, saya punya tujuan nggak? Ya ini tujuan saya, mau bawa kamu ke sini." jawab Yudha begitu santai sambil mencari lahan untuk parkir. 

"DOKTER MAU BAWA SAYA KE HOTEL? JANGAN BILANG KALAU DOKTER HEN--."

Karina sontak terbungkam ketika telunjuk Yudha menempel di bibirnya, manik itu menatap lurus ke dalam mata Karin, membuat Karin bungkam dan membeku di tempatnya duduk. 

"Saya memang mau ngajakin kamu ke hotel, tapi bukan buat check-in masuk ke kamarnya. Saya mau ajak kamu makan di restorannya sambil bahas masa depan kita." jelas Yudha sabar. "Jadi tolong, jangan negatif thingking sama saya, oke?"

Karina mengangguk pelan tanpa banyak berkata-kata lagi. Sementara Yudha yang sudah beres memarkir mobilnya sontak melepaskan seat belt. Membuka pintu mobil dan melangkah turun. 

Karina kembali memaki dalam hati. Salahkah dia kalau takut Yudha hendak berbuat yang tidak-tidak kepadanya? Laki-laki matang nan dewasa itu membawanya masuk hotel! 

Tuk ... tuk ... tuk

Suara kaca mobil diketuk itu sontak mengejutkan Karina, membuat ia segera melepas seat beat dan ikut melangkah turun setelah melihat wajah itu nampak berubah tidak ramah. 

Benarkah dia tidak akan berbuat aneh-aneh pada Karina? Atau jangan-jangan ... 

"Ayo!"

Karina terkejut, tangan Yudha meraihnya, menggenggam tangan Karina dalam genggaman dan membawa Karina melangkah masuk ke loby hotel. 

Jantung Karina rasanya mau lepas. Berkali-kali dalam hati dia terus berdoa. 

'Tuhan, tolong lindungi saya dari bujang lapuk ini, Tuhan!'

***

Kirana dan Yudha sudah duduk saling berhadapan di salah satu meja dekat kolam. Meja yang cukup jauh dari meja lain yang terisi. Membuat suasana makin mencekam dan terasa dingin. Itu bagi Kirana. 

Tampak laki-laki itu sedang menikmati beef steak pesanannya, sementara Karina hanya menatap nanar piring yang ada di depan wajahnya. Kenapa rasanya begitu canggung? 

"Makan dulu, nanti selesai makan kita baru ngobrol banyak, Rin."

Karina menghela nafas panjang, mengangguk tanpa bersuara. Sungguh Karina risih dengan tatapan pengunjung restauran hotel yang sejak tadi mereka temui. Mereka menatap Karina macam ayam kampus yang tengah mendapatkan mangsanya.

Ah ... tapi bukan salah mereka juga. Penampilan Karina dan Yudha terlihat begitu mencolok memperlihatkan perbedaan usia mereka berdua.

Karina begitu santai dan up to date sementara Yudha nampak begitu kaku dengan celana bahan dan kemejanya.

What?

Ada memang zaman sekarang nge-date pakai baju macam itu? Nyatanya ada, dan orang itu adalah dokter Yudha Anggara Yudhistira spesialis bedah!

"Kenapa nggak dimakan? Mikir apa?"

Karina tersentak, ia mengangkat wajahnya, menatap manik mata yang sudah memperhatikan dirinya dengan seksama.

"Ah ... nggak apa-apa, Dok." Karina buru-buru menyuapkan makanan itu ke dalam mulutnya, berhenti sesaat memikirkan nasibnya yang begitu sial semenjak dia salah bicara perihal flashdisk-nya yang hilang tadi pagi.

Mungkin benar kata Heni, dia tidak boleh asal bicara dan sekarang Kirana sudah memetik hasil dari asal bicara Karina yang lantas membawanya malam ini duduk berdua dengan sosok paling menyebalkan dan menjengkelkan dalam seumur hidup Karina.

"Well, sepertinya kita mulai langsung saja ya, Rin?" Yudha meletakkan gelasnya di meja, mengusap bibirnya dengan tissu lantas kembali fokus pada Karina.

"Mu-mulai apa, Dok?" Karina rasanya ingin lari, namun itu akan membuat dia makin terlihat aneh di mata pengunjung lain yang Karina tahu betul beberapa dari mereka tampak memperhatikannya.

Yudha membelalakkan matanya, menatap gadis itu dengan kesal. Untung dia anak Profesor Ahmad, kalau tidak rasanya Yudha ingin menyeret gadis itu dan membawanya ke ... ah, tidak Yud! Jangan!

"Rin, tujuan kita kemari tadi kan hendak membahas masa depan kita, bukan? Jadi tentunya yang saya maksud mulai sekarang itu ya pembahasan perihal masa depan kita."  jelas Yudha detail sedetail-detailnya.

Karin sontak nyengir lebar, membuat Yudha mengeram sejenak, menahan hasrat ingin menganiaya gadis di depannya ini karena gemas setengah mati.

"Oke langsung saja, kapan saya bisa ke rumah, Rin?" tanya Yudha mencoba sabar dan tenang.

"Bentar, Dok!" Karina meneguk minuman di dalam gelasnya, lalu mendorong piring miliknya menjauh dari hadapan Karina. Matanya fokus pada Yudha yang tengah menatapnya dengan seksama. 

"Apa lagi?"

"Dokter ini beneran serius mau lamar saya? Mau nikahin saya?" Karina belum bisa menerima semua kenyataan itu, dia harus menikahi laki-laki macam Yudha begini?

Oh NO!

Yudha memijit pelipisnya dengan gemas, "Karina, sejak tadi siang sudah saya katakan, bukan? Pantang untuk laki-laki matang macam saya main-main dengan ucapan, Rin!"

"Tapi kenapa, Dok?" Karina masih belum terima.

"Kenapa katamu?" mata Yudha melotot, rasanya kesabaran Yudha sudah habis.

"Iya! Setidaknya beri saya alasan kenapa Dokter begitu ngebet mau nikahin saya!"

Yudha menghela nafas panjang, tampak wajah itu begitu kesal, "Jadi kamu ingin tahu kenapa saya ngebet banget mau nikahin kamu?"

"Tentu, ini masalah masa depan saya, Dokter!" tentu Karina tidak akan merelakan masa depannya sia-sia, bukan?

"Jadi begini ... saya butuh kamu, Karina."

Karina sontak membelalakkan matanya, mulutnya ternganga menatap laki-laki yang duduk di depannya itu. Membutuhkan Karina?

"Butuh yang bagaimana, Dok?"

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
waduh jgn ambigu dong pados kan karin mkin shock denger kalimat butuh
goodnovel comment avatar
Ria Fella
butuh.... butuh apa nih?
goodnovel comment avatar
Agustina Ery
dr yudha...tipe pemaksa, agakny seru ni
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status