Usaha yang Wijaya lakukan bersama Regan berjalan sebagaimana mestinya di tambah dukungan Vita yang tidak pernah berhenti atas apa dilakukan Wijaya. Kabar gembira memenuhi keluarga Hadinata dan Darmaja di mana Vita tengah hamil 6 bulan, dan itu membuat Wijaya semakin semangat dalam bekerja. Vita sendiri tidak pernah menuntut apa pun pada Wijaya dan itu membuat Wijaya semakin tidak enak, bahkan di kehamilan ini Vita tidak mengalami masa ngidam sebagaimana wanita hamil pada umumnya.
“Bagaimana kabar baby hari ini?,” Wijaya membelai perut Vita yang mulai tampak membuncit.
“Tidak pernah rewel sama sekali dan tahu jika orang tuanya sedang sibuk terutama papanya,” goda Vita membuat Wijaya tersenyum dan mencium kening Vita pelan.
Selama beberapa bulan menikah tidak ada perbedaan dalam hubungan mereka di mana tetap berkomunikasi selayaknya sahabat dan untuk masalah ranjang tetap sama seperti ketika malam pertama dan Wijaya tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut sama sekali karena bagi dirinya menikah bukan hanya ranjang dan dengan begini Wijaya bisa fokus sepenuhnya pada usaha yang di dirikan olehnya. Wijaya menatap Vita yang sedang makan dengan lahap seolah makanan tersebut adalah makanan yang diidam – idamkannya seketika membuat dirinya penasaran dari mana Vita mendapatkan makanan tersebut.
“Kamu beli?,” Vita menghentikan suapannya dan menatap Wijaya lalu menggelengkan kepala “lalu dapat dari mana?.”
“Yuta tadi ke sini dan sebelum sampai menghubungi aku lalu tanya aku ingin apa ya sudah bilang kalau lagi ingin makan menu Makasar.”
“Yuta,” Vita mengangguk “kenapa kamu gak bilang, aku bisa belikan ketika pulang kerja sampai merepotkan Yuta,” Vita tersenyum menggoda “sama siapa dia?.”
“Kamu cemburu Yuta belikan makanan atau kamu kecewa bukan kamu yang aku hubungi?,” Wijaya menatap Vita dengan menggelengkan kepala atas pertanyaan yang keluar dari bibirnya “Yuta sama Mira ke sini tadi dan Mira memutuskan untuk menerima lamaran Regan.”
Wijaya membelalakkan matanya “Regan gak bicara apa – apa mengenai jawaban Mira.”
Vita mencibir “Mira akan menjawab nanti jika waktunya tiba ya seakan kejutan kecil untuk Regan,” Wijaya mengangguk paham “andai anak kita laki – laki dan anak mereka perempuan aku ingin menjodohkannya.”
Wijaya menggelengkan kepala “jangan lakukan kesalahan yang sama seperti orang tua kita.”
Vita terdiam setelah Wijaya mengatakan hal tersebut karena memang komitmen mereka adalah tidak mengulangi kesalahan yang sama seperti kedua orang tua mereka. Wijaya yang melihat Vita terdiam menjadi merasa bersalah tapi setidaknya sebagai kepala rumah tangga dirinya harus bisa tegas pada Vita selaku istri dan juga anaknya nanti. Wijaya sedikit membayangkan bagaimana kehidupan mereka nanti setelah sang bayi lahir, perubahan seperti apa yang mereka alami nantinya dan dirinya tidak sabar melihat anak – anak tersebut ke depannya.
“Memang Mira yakin dengan menerima lamaran Regan?,” Wijaya mengalihkan perhatian Vita dengan membicarakan sahabatnya.
“Entah, Austin yang meminta Mira melakukan hal itu untuk menghentikan niat ibunya agar mereka menikah,” Vita kembali fokus dengan makanannya “andaikan orang tua kita tidak menjodohkan kita maka aku akan meminta kamu melamar Mira,” Wijaya mengangkat alisnya “aku kadang sebal denganmu bagaimana bisa belum tertarik dan mempunyai perasaan pada wanita bahkan hubungan kita ini adalah sahabat.”
“Kita teman hidup, lagi pula cinta bukan tujuan utama,” Vita menggelengkan kepalanya “kamu tahu bagaimana ayah memperlakukan aku selama ini dan itu membuat aku tidak tertarik dengan cinta.”
“Jika suatu saat kamu menemukan wanita yang kamu cintai, maka aku berjanji akan membantumu sepenuhnya,” ucap Vita semangat.
“Jangan mengasihaniku karena kamu pun mengalami hal yang sama denganku jadi kita terjebak dalam dunia yang sama,” Vita melotot mendengar perkataan Wijaya “kamu tidak ada niat melayaniku di ranjang?.”
Vita mengalihkan pandangan atas apa yang Wijaya katakan, mengenal Vita lama membuat Wijaya paham bagaimana karakter wanita yang sedang mengandung anak mereka dan juga terjebak di sisa usia dengan status ini. Wijaya dan Vita bahkan tidak menggunakan perjanjian pernikahan atau akan bertahan berapa lama atas pernikahan ini, bagi mereka asal kedua orang tua bahagia maka mereka rela melakukan hal tersebut. Wijaya menatap Vita yang sudah selesai makan dengan membereskan piring yang telah digunakan, meski berada dari keluarga kaya Vita tetap melakukan pekerjaan rumah selayaknya ibu rumah tangga biasa.
“Orang tua kita akan mengirim asisten rumah tangga lagi,” Wijaya menatap Vita bingung “kamu sering pulang malam dan aku hamil jadi mereka mencari tambahan orang untuk membantu diriku selama kamu tidak ada.”
“Apa kita bisa menolak?,” Vita menggelengkan kepala “biarkan mereka melakukan apa yang disukai karena aku lelah untuk berdebat hal tidak penting.”
Kedua orang tua mereka meski sudah menikah tetap terlibat dalam keadaan rumah tangga, meski terkadang Wijaya dan Vita tidak terima tetap saja tidak ada bantahan yang bisa mereka lakukan ketika orang tua sudah menentukan sesuatu. Wijaya terkadang berpikir seharusnya pernikahan ini adalah mereka yang menjalani tanpa campur tangan kedua orang tua lagi, tapi mereka tetap tidak bisa melepaskan anak – anaknya.
“Kau terkadang lelah dengan semua yang mereka lakukan,” Vita menyandarkan diri di kepala ranjang “bahkan sebentar lagi anak kita akan lahir.”
Wijaya menatap Vita yang membelai perutnya seketika dirinya mendekati dan memberikan ciuman lembut di perut Vita sambil ikut membelai, kebiasaan dirinya terbaru setelah Vita dinyatakan hamil adalah membelai perut Vita bahkan terkadang sampai wanita hamil ini tertidur. Pertanyaan Vita mengenai cinta mungkin saat ini dirinya mencintai seseorang yaitu sosok yang masih berada di perut Vita, meski berasal dari kedua orang tuanya tanpa cinta bukan berarti kehidupannya kelak tanpa cinta karena baik Wijaya maupun Vita sudah jatuh cinta di detik pertama ketika Vita dinyatakan hamil.
“Bagaimana jika nanti kamu bertemu wanita yang seuasia anakmu dan jatuh cinta?,” Wijaya memandang Vita datar “aku hanya berandai karena aku ingin kamu bahagia.”
Wijaya tersenyum “bagaimana dengan kebahagianmu sendiri?,” Vita terdiam “bahkan nasibmu tidak jauh berbeda denganku, atau aku tidak tahu jika kamu memendam perasaan pada orang lain?.”
Wijaya dapat melihat jika Vita langsung terdiam setelah dirinya mengatakan hal tersebut, Wijaya tidak tahu bagaimana kehidupan Vita dan rahasianya. Setelah pernikahan kehidupan mereka masih selayaknya teman tanpa ada pembicaraan selayaknya teman dekat, Wijaya tahu jika Vita selalu cerita pada Mira dan begitu juga sebaliknya, Wijaya sendiri selalu bercerita pada ketiga sahabatnya tentang apa yang dirasakan dan dialami selama ini. Mereka berdua memiliki sahabat yang saling berhubungan tapi tidak akan membuka rahasia sahabat pada orang lain, hal ini yang membuat hubungan mereka bertahan lama sampai sekarang.
“Aku merindukan baby jadi bisakah kita melakukannya malam ini?.”
Suara desahan memenuhi kamar mereka berdua, Wijaya menggerakkan miliknya sedikit takut melukai bayinya dengan gerakan pelan sedangkan Vita hanya menerima apa yang Wijaya lakukan. Tidak lama kemudian mereka berdua mencapai klimaks bersama, Wijaya mencium bibir Vita singkat setelahnya berjalan ke kamar mandi membersihkan diri serta bersiap bertemu dengan teman – temannya.“Jadi keluar?,” tanya Vita ketika melihat Wijaya sedang menggunakan pakaian.Wijaya menatap Vita sekilas lalu mengangguk “Yuta baru saja hubungi kalau sudah di sana semua tinggal aku yang belum, kalau kesepian hubungi Mira untuk menemani kamu.”Vita mengangguk “sepertinya aku ingin istirahat tanpa gangguan dari orang lain, pulanglah kalau udah selesai.”Wijaya meninggalkan Vita yang tampak lelah setelah sebelumnya meminta asisten rumah tangga untuk berjaga apabila Vita membutuhkan bantuan, berkumpul seperti ini sering mereka lakukan baik itu di dis
Wijaya mengambil resiko dengan tetap terlibat dalam proyek yang akhirnya membuat ketiga sahabatnya ikut serta, orang tua Wijaya dan Vita akhirnya hanya bisa mengikuti naluri yang dirinya miliki. Saat ini dirinya berada di rumah bersama sahabat – sahabatnya karena Vita lagi ingin makan masakannya Mira bersama yang lain, Vita hanya memandang Mira yang sedang memasak sedangkan keempat pria duduk tidak jauh dari mereka berdua.“Vita makin seksi,” ucap Austin membuat Wijaya menatapnya tajam.“Bukankah kalian tidak ada perasaan untuk apa marah jika ada pria lain mengatakan istrimu seksi?,” tanya Regan memberi tatapan menggoda pada Wijaya.“Pertemanan kita ini lucu di mana sukanya siapa sama siapa tapi yang menikah beda orang,” ucap Austin membuat semua menatapnya “Yuta bagaimana sama gadis yang waktu itu?.”Yuta hanya tersenyum mendengar pertanyaan dari Austin “apa itu penting?.”Austin hanya mengangkat bahu tapi selanjutnya mereka membahas masalah keputusan
Proyek kerjasama dengan pemerintah untuk membangun gedung di dekat perkampungan kumuh sempat membuat warga menolak, tapi setelah mendapatkan kompensasi yang mereka inginkan semua berjalan sesuai rencana. Wijaya menggunakan nama perusahaan mertuanya untuk mendapatkan proyek dan berkat nama besar perusahaan semua berjalan dengan sangat lancar, beberapa persenan yang dikeluarkan untuk memperlancar semuanya berjalan lancar juga. Bantuan dukungan dari ketiga sahabatnya juga sangat membantu, bantuan mereka berupa alat berat bahkan tenaga kerja tambahan.“Sudah aku katakan jika menggunakan nama besar orang tua kalian semua berjalan lancar,” ucap Yuta ketika mereka berada di ruangan Wijaya.“Naluri bisnis kamu semakin berkembang pesat tidak salah kita mendidikmu,” goda Regan membuat Yuta menatap tajam.Perusahaan mertua Wijaya mendapatkan proyek tersebut dengan mulus tanpa hambatan, membuat Wijaya sedikit waspada tentang keadaan ke depannya. Wijaya memang tidak memiliki na
Wijaya menatap Vita yang tampak lemas setelah hubungan intim mereka, Wijaya sadar dengan kehamilan Vita seperti ini membuat terbatas dalam bergerak. Pernikahan Mira dan Regan berjalan sangat lancar dan yang mengejutkan adalah Austin menerima perjodohan yang dilakukan ibunya dengan wanita yang mementingkan penampilan bernama Helena.“Baru tahu Mira sangat memuaskan di ranjang” ucap Regan ketika mereka berkumpul “kamu kapan akan menikah?” mengalihkan pandangan pada Yuta yang terdiam.“Nanti tunggu saja” jawab Yuta santai.“Sudah ada kandidat sepertinya” goda Austin yang hanya diberikan senyuman oleh Yuta “Helena sangat berbeda dengan Hera bahkan dekat sekali dengan ibuku, aku tidak tahu apa yang dia gunakan untuk menjebak ibuku” keluh Austin menatap jauh “hatiku tidak berubah masih pada Hera sampai kapan pun.’“Kamu harus membuka diri bukan terjebak pada masa lalu” semua menatap Wijaya yang tiba – tiba menjadi bijak “Vita yang meminta untuk bicara denganmu kare
Wijaya berdiri di depan ruang bersalin karena saat ini Vita waktunya melahirkan anak pertama mereka dengan Regan yang menemani dirinya saat ini, beberapa kali Wijaya mondar mandir menunggu keadaan Vita membuat Regan menatap tajam.“Sorry terlambat” suara Yuta menghentikan langkah Wijaya dan helaan nafas lega dari Regan.Tidak lama kemudian orang tua Vita dan Wijaya datang secara bersamaan dengan itu Wijaya langsung memeluk Eve yang hanya bisa menepuk punggung Wijaya pelan untuk menenangkan dirinyapp. Wijaya yang sudah berada dalam pelukan Eve sedikit merasa tenang karena mendapatkan sedikit penguat atas apa yang dihadapannya saat ini, menunggu istri melahirkan memang sangat mendebarkan tapi dirinya tidak menyangka akan seperti ini rasanya. Tidak lama kemudian pintu ruangan terbuka membuat semua menatap ke arah pintu yang semakin membuat Wijaya cemas.“Bapak Wijaya selamat putranya telah lahir dengan selamat dan sekarang sang ibu sedang proses pemulihan diri,
Suasana rumah yang ramai dengan kedatangan orang tua Vita serta Wijaya terkadang membuat mereka berdua sebagai pasangan yang saling mencintai, Wijaya tidak mempermasalahkan hanya saja semakin lama semakin lelah. Kedatangan Mira yang sering melihat bagaimana Devan juga mengisi hari – hari mereka, perut Mira sendiri sudah mulai tampak yang entah kenapa membuat sesuatu dalam diri Wijaya bangkit karena kali ini menatap Mira yang berbeda dibanding sebelumnya. Tidak mungkin karena hamil semua jadi berubah karena selama Vita hamil tidak pernah melihat sesuatu yang berbeda, pasti ini semua karena perkataan Helena saat di rumah sakit ketika itu.“Loh tumben datang?” Wijaya mengikuti suara Vita yang seketika membuatnya kaku ditempatnya “Devannya masih dijemur depan, kamu masuk aja dulu ada Wijaya di dalam mungkin satu jam lagi baru masuk.”Wijaya mencoba tenang di tempatnya saat Helena duduk disampingnya, mencoba untuk tidak peduli dengan keberadaan wanita ini tapi saat ini tatapa
Wijaya memang berencana untuk pulang tapi ketika sudah berada dalam mobil bayangan Helena menghampiri membuat ingin melaksanakan apa yang Helena katakan, namun Wijaya tidak berani merusak hubungan persahabatan dengan Austin karena bagaimana pun Helena adalah milik Austin dan masa lalu sahabatnya membuat Wijaya tidak tega dibuatnya. Mobil yang dikendarai tidak menentu akan ke mana bukan rumah tujuan Wijaya melainkan tidak menentu, bahkan tidak menyadari bahwa mobil yang dikendarai masuk keluar kota dan ketika sadar tidak ada niatan dalam diri untuk kembali yang akhirnya memutuskan ke suatu tempat yang sudah lama tidak dikunjunginya.“Nak, kamu di sini?.”Wijaya menatap wanita yang sudah dianggap sebagai ibunya sendiri ini karena merawatnya dari kecil, lahir sebagai anak tunggal tidak membuat Wijaya mendapatkan kasih sayang yang cukup dan wanita ini yang memberikan perhatian. Eve tidak pernah meninggalkan Wijaya sendiri karena selalu ikut serta ke mana mereka pergi bersama
Menatap wajah Mira yang sudah dipenuhi keinginan melepas hasrat juga tatapan cintanya yang tidak pernah padam pada Wijaya semakin membuat lepas kendali, dipegangnya tangan Mira menuju ke kamar yang Mira tempati selama dirumahnya. Mira langsung mengunci dan tanpa menunggu waktu langsung membuka kancing piyama yang Wijaya gunakan dan yang dilakukan Wijaya adalah menatap wajah Mira yang tampak semangat ditambah Wijaya membantu Mira membuka pakaian miliknya dan saat ini mereka tampak tanpa busana yang membuat Wijaya menelan saliva kasar saat menatap tubuh Mira dan Mira sendiri tidak menyangka jika milik Wijaya lebih besar dari Regan.Wijaya tanpa menunggu waktu mengajak ke ranjang dan entah mengapa untuk kali ini merasa Mira sangat seksi dibandingkan sebelumnya, sentuhan Wijaya mengarah pada perut yang tampak membuncit karena terdapat janin milik Mira dan sahabatnya, mencium perut buncit Mira membuat perasaan berbeda pada keduanya. Wijaya yang tidak pernah berpengalaman dengan hub