Share

Lembaran Baru

Kehidupan pernikahan Wijaya dan Vita dari luar tampak baik – baik saja bahkan Mira tidak berusaha mendekati Wijaya seperti sebelumnya, tapi tidak ada yang tahu bahwa Wijaya merasa kurang dalam pernikahannya yaitu cinta. Setiap kali dirinya melihat Austin bagaimana mencintai almarhumah istrinya Hera membuat dirinya berpikir akankah seperti Austin jika kehilangan Vita suatu saat nanti.

“Pernikahan kita sudah hampir sebulan dan belum ada tanda – tanda hamil,” Wijaya menatap Vita yang membelai perutnya “apa kita kurang berusaha?.”

Wijaya tersenyum “pasrahkan semua pada Tuhan,” membelai kepala Vita pelan.

Vita tidak ada yang kurang dari wanita dihadapannya ini dan entah kenapa dirinya tidak ada rasa sama sekali, Mira juga tidak kalah dengan Vita tapi sekali lagi tidak ada perasaan di antara mereka berdua. Wijaya sempat berpikir apa dirinya kelainan sampai tidak merasakan getaran pada salah satu wanita bahkan pada istrinya sendiri saat ini yang selalu tampil mempesona bagi kebanyakan kaum seperti dirinya.

“Kamu jadi bertemu Boy lagi?,” Wijaya mengangguk “sepertinya dia tertarik dengan kerjasama kita.”

“Semua berkat dirimu,” menepuk bahu Vita pelan “lain kali ikutlah bertemu dengan Boy,” Vita menggelengkan kepala “Boy pasti suka bertemu denganmu apa lagi ini adalah usaha dirimu untuk kerjasama dengan Boy.”

Vita tersenyum “aku hanya ingin mengabdi sebagai istri dan ibu saja nantinya jadi semua urusan kantor kamu yang mengurusnya,” Wijaya menghembuskan nafas panjang “aku hanya mau jangan memaksa anak kita untuk seperti kita,” membelai pipi Wijaya singkat sebelum mencuri ciuman di bibirnya lembut yang membuat Wijaya terkejut “bonus atas apa yang kamu lakukan dan sekarang pergilah.”

Wijaya menatap Vita yang keluar dari kamar, mereka sudah tinggal di rumah sendiri di mana rumah ini adalah hadiah pernikahan dari kedua orang tua mereka berdua. Wijaya dan Vita berjanji akan membeli rumah sendiri untuk mereka berdua dan anak – anak nantinya, rumah ini akan tetap digunakan meski tidak terlalu sering berada di sini. Wijaya sebenarnya sudah membeli tanah dan membangun rumahnya tapi belum selesai dan baru diberitahukan pada Vita setelah mereka menikah, Wijaya meminta Vita yang mendesign seluruh bangunan rumah yang belum selesai dan menurut rencana beberapa bulan lagi sudah bisa ditempati. 

Wijaya melangkah keluar satu pemandangan yang selalu dia dapatkan setiap pagi adalah Vita yang memerintahkan asisten rumah tangga untuk menyiapkan sarapan bagi mereka berdua, Wijaya tahu jika Vita tidak bisa memasak dan dirinya menerima semua kekurangan Vita sebagaimana yang Vita lakukan juga. Pernikahan bukan hanya masalah cinta dan seks tapi bagaimana pasangan saling menghargai satu dengan yang lain serta komunikasi, meski tanpa cinta dalam benak Wijaya tidak ada sedikit pun keinginan untuk menduakan Vita, kalau pun dirinya menikah lagi ketika Vita mengijinkan atau tidak ada lagi di muka bumi ini.

“Makan yang banyak biar bisa hadapin ayah dan papa nanti,” goda Vita membuat Wijaya cemberut “aku sudah bersih dan kita bisa melakukan malam ini berharap semoga mendapatkan hasil secepatnya.”

Mereka makan dalam diam tidak ada pembicaraan sama sekali sampai dirinya berangkat kerja, Wijaya berangkat sendiri tanpa adanya sopir atau pun asisten seperti ayah atau papanya karena memang kedudukan dirinya belum terlalu penting. Vita sendiri memilih berada di rumah sesuai dengan komitmen dirinya yang dikatakan ke Wijaya, ketika sampai di kantor suasana tidak jauh berbeda dari hari biasanya yang selalu ramai dengan segala aktivitasnya.

“Permisi ada Pak Regan yang ingin bertemu,” ucap Fitri yang menjabat seketaris Wijaya.

Wijaya mendapatkan seketaris melalui proses panjang dengan pengajuan pada ayahnya, memberikan alasan bahwa banyak pekerjaan yang harus dirinya kerjakan di tambah dirinya ingin segera sampai di rumah untuk bertemu Vita. Alasan Vita hanya dirinya buat – buat agar membuktikan bagaimana mereka berdua saling membutuhkan, tapi alasan sebenarnya adalah dirinya belajar di ruang kerja dalam rumah untuk menganalisa suatu masalah dan juga cara penyelesaiaannya.

“Sudah lama?,” menatap Regan yang sudah duduk di sofa ruangannya.

Regan menggelengkan kepala “baru saja.”

Wijaya mengajak Regan membicarakan bisnis yang akan mereka jalani, Regan adalah pebisnis muda yang sangat di hormati dan berbanding terbalik dengan dirinya yang dikenal hanya karena keturunan sang ayah dan juga keberuntungan dirinya menikah dengan putri tunggal pemilik berbagai perusahaan di bidang makanan dan hotel. Mertua Wijaya lebih banyak berusaha di bidang seni bahkan memiliki hotel juga restoran yang terkenal di penjuru Indonesia di tambah bisnis Vita yang lagi berkembang.

Wijaya banyak belajar dari sahabat – sahabatnya bahkan tidak jarang meminta pendapat sahabatnya atas apa yang dirinya perbuat ketika mengambil keputusan dan Wijaya sangat beruntung memiliki sahabat seperti mereka semua. Bisnis yang akan dirinya mulai dengan Regan adalah bergerak di bidang property, usaha baru yang Wijaya tangani untuk dirinya sendiri sedangkan memutuskan bersama Regan karena ahli dalam bidang property. Semua yang Wijaya lakukan atas persetujuan Vita karena bagaimana pun mulai sekarang dirinya harus berkonsultasi dengan Vita, dana yang digunakan untuk bisnis ini adalah dari gaji yang Wijaya dapatkan selama bekerja dengan orang tua dan mertuanya.

“Kalau begitu semua sudah diputuskan dan perusahaan ini harus segera berjalan, minta tolong pada Hadi untuk mengurus semuanya,” Wijaya mengangguk mendengar perkataan Regan “aku ingin bicara mengenai hal lain dan ini tentang Mira juga Austin,” Wijaya mengangkat alisnya membuat Regan menghembuskan nafas panjang “kamu tahu jika ibu Austin sudah melamar Mira?,” Wijaya menggelengkan kepala “Austin tetap dengan pendiriannya tidak ingin menikah sedangkan aku sendiri ingin memiliki Mira seutuhnya bukan hanya teman.”

“Lalu?,” Wijaya mencoba memahami perkataan Regan

“Aku bimbang antara melepaskan Mira pada Austin yang belum lepas dari bayangan Hera atau aku melamar dirinya dengan membiarkan Mira memilih siapa yang akan menjadi pasangannya.”

Wijaya tersenyum mendengarkan cerita Regan sedangkan dirinya sendiri belum pernah mengalami hal demikian jadi tidak tahu harus mengatakan apa pada Regan “jika kamu mencintainya berjuanglah.”

Regan menatap Wijaya dengan tersenyum “seperti dirimu dan Vita yang hidup penuh dengan cinta di dalamnya.”

Wijaya hanya tersenyum mendengar perkataan Regan dan tidak tahu mengatakan atau membahas apa, terlebih mengenai percintaan dan pernikahan dirinya yang saat ini baru saja berjalan. Wijaya hanya berharap akan adanya keajaiban dalam rumah tangga mereka berdua nantinya. Wijaya hanya menatap Regan yang sibuk bercerita banyak hal sampai melupakan waktu dan tujuan dirinya telah selesai beberapa saat yang lalu seolah tidak memiliki pekerjaan.

“Kita akhiri karena aku akan ada rapat dan juga bertemu klien sebentar lagi,” Regan menatap jam lalu tersenyum.

Regan berdiri menepuk bahu Wijaya pelan sebelum keluar dari ruangan membuat Wijaya hanya bisa memandang punggung Regan yang keluar dari ruangannya. Wijaya menghembuskan nafas panjang dengan segera memanggil Fitri untuk memberikan jadwal setelah ini, dan Wijaya mendengarkan beberapa acara dirinya seharian ini.

“Siapkan semuanya dengan sangat rapi dan jangan sampai ada yang kelewatan.”


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status