Suara desahan memenuhi kamar mereka berdua, Wijaya menggerakkan miliknya sedikit takut melukai bayinya dengan gerakan pelan sedangkan Vita hanya menerima apa yang Wijaya lakukan. Tidak lama kemudian mereka berdua mencapai klimaks bersama, Wijaya mencium bibir Vita singkat setelahnya berjalan ke kamar mandi membersihkan diri serta bersiap bertemu dengan teman – temannya.
“Jadi keluar?,” tanya Vita ketika melihat Wijaya sedang menggunakan pakaian.
Wijaya menatap Vita sekilas lalu mengangguk “Yuta baru saja hubungi kalau sudah di sana semua tinggal aku yang belum, kalau kesepian hubungi Mira untuk menemani kamu.”
Vita mengangguk “sepertinya aku ingin istirahat tanpa gangguan dari orang lain, pulanglah kalau udah selesai.”
Wijaya meninggalkan Vita yang tampak lelah setelah sebelumnya meminta asisten rumah tangga untuk berjaga apabila Vita membutuhkan bantuan, berkumpul seperti ini sering mereka lakukan baik itu di diskotek, pub, resto atau mana pun yang dirasa aman untuk berbicara banyak hal. Wijaya datang di mana ketiga sahabatnya sudah sibuk dengan minuman dan menikmati musik yang dimainkan oleh salah satu penyanyi di depan.
“Bagaimana kehamilan Vita?,” tanya Yuta setelah Wijaya selesai memesan makan.
“Habis kasih nafkah ini,” ledek Austin membuat Wijaya hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan mereka “bagaimana kehidupan ranjangmu?.”
“Apa perlu dibahas di sini?,” tanya Regan menatap Austin horor “aku tidak akan membuka kehidupan ranjang bersama Mira cukup rahasia kita berdua.”
“Wanita sangat suka berada di atas dulu Hera sering melakukan itu dan sekarang tidak ada yang bisa menyamai Hera,” ucap Austin sedih.
“Buka hati pada wanita lain, wanita yang dijodohkan ibumu boleh juga.”
Austin memandang Wijaya tajam “dan menjadikan dia Hera kedua untuk disiksa ibuku?,” tanya Austin yang langsung menggelengkan kepala “cukup Hera dan sepertinya aku akan melajang di sisa usia.”
“Aku berharap bisa bertahan sampai kakek nenek dengan Mira,” ucap Regan.
Wijaya hanya diam mendengarkan perkataan mereka semua, Regan dan Austin lebih banyak bercerita sedangkan Yuta lebih sering memberikan mereka nasehat untuk mereka berdua. Jujur seharusnya Wijaya bisa dengan mudah bercerita pada mereka tapi pendidikan dari kedua orang tuanya untuk tidak terlalu terbuka dengan kehidupan pribadi meski orang terdekat, pasalnya orang terdekat bisa menjadi musuh suatu saat dan curhatan kita mengenai kelemahan akan menjadi senjata untuk menjatuhkan kita. Dunia bisnis sangat kejam dan Wijaya hidup di dunia tersebut, perjodohan bukan hal yang dipertentangkan di jaman saat ini.
“Apa kamu ada masalah dengan Vita?,” tanya Regan memberikan tatapan menggoda membuat Wijaya menggelengkan kepala.
“Atau tidak puas di ranjang bersama Vita?,” goda Austin membuat kedua pria melempari Austin tisu yang berada di meja “lihat tampangnya seperti tidak puas dengan Vita.”
“Otak kamu isinya begituan,” ucap Wijaya menggelengkan kepala “ada yang ingin aku bahas mengenai pekerjaan dengan kalian semua.”
Suasana langsung berubah ketika Wijaya mengatakan seperti itu yang berarti ada masalah yang sedikit serius dengan pekerjaan mereka berempat, Wijaya menceritakan pertemuan dirinya dengan salah satu perusahaan yang menginginkan kerjasama dengan mereka berempat. Wijaya menceritakan ada sedikit keanehan dari kerjasama ini dengan membawa nama salah satu pejabat pemerintahan, cerita Wijaya membuat mereka bertiga sedikit terkejut karena selama ini tidak pernah berhubungan dengan pejabat pemerintahan dan apabila memang benar akan menjadi proyek besar.
“Apakah akan diambil?,” tanya Regan menatap ketiga sahabatnya “kita berdua baru membuka usaha bidang properti lantas apa akan melakukan ini?” Regan menatap Wijaya yang hanya mengangkat bahu.
“Proyek besar dengan keuntungan serta kerugian yang sama besarnya,” sahut Austin yang diangguki mereka semua “sudah banyak pengusaha yang mengalaminya.”
“Kecuali kita menggunakan nama kedua orang tua Wijaya atau Vita,” sahut Yuta membuat semua menatapnya “tujuan pernikahan kalian berdua adalah mengembangkan ini bukan?” Yuta menatap Wijaya yang langsung mengangguk “jika kamu ok maka aku akan ok juga.”
Ketiga pria tersebut terkejut dengan perkataan Yuta yang terkesan berani, Wijaya lalu mencerna berarti semua keputusan ada pada dirinya. Wijaya menatap Yuta yang hanya diangguki seolah paham dengan apa yang ada dalam benak dan pikiran Wijaya, seketika Wijaya menggelengkan kepala membuat kedua pria yang belum paham bingung dengan apa yang terjadi. Yuta yang melihat kedua sahabatnya bingung hanya bisa menghembuskan nafas lalu secara perlahan menjelaskan pada mereka berdua.
“Itu namanya kita manfaatkan Wijaya,” tolak Regan “otak kamu kalau mikir yang benar masa kita manfaatin teman sendiri.”
“Aku juga menolak,” sahut Austin.
Wijaya menatap mereka berdua “aku akan bicara dengan Vita tentang masalah ini karena aku yakin dia punya solusi yang bagus, kalau sampai cara Yuta yang digunakan mau tidak mau kalian harus terlibat.”
“Gila,” teriak Austin dan Regan bersamaan.
Wijaya tidak peduli dengan protes mereka berdua, melihat jam di mana seharusnya dirinya pulang karena Vita pasti membutuhkan dirinya. Sebelum pulang Wijaya meminjam telepon untuk menghubungi Vita di rumah apabila ada yang diinginkannya, ketiga pria yang melihat sikap Wijaya hanya menggelengkan kepala karena menurut mereka cinta Wijaya pada Vita sudah muncul hanya saja mereka suka menolak perasaan tersebut.
“Aku pulang dulu karena Vita minta dibelikan nasi goreng dekat pintu masuk perumahan,” pamit Wijaya “keputusan akan aku kabari secepatnya.”
Wijaya mencari orang yang jual nasi goreng di dekat pintu masuk perumahan, ketika melihatnya dengan segera memesannya. Wijaya melakukan ini semua demi bayi mereka bukan karena Vita, semenjak hamil banyak perubahan dalam diri Vita dan jika orang bilang orang hamil itu seksi serta mempunyai nafsu yang besar tapi kenyataannya tidak demikian karena Vita tidak menunjukkan gejala tersebut di hadapan Wijaya. Wijaya langsung meluncur ke rumah setelah mendapatkan nasi gorengnya, kedatangan Wijaya disambut Vita dengan senyuman dan langsung mengambil bungkusan yang dibawanya tanpa memberikan ciuman atau apa yang biasa istri lakukan. Wijaya hanya menatap Vita yang sedang sibuk dengan nasi gorengnya dan hanya bisa menggelengkan kepala, seketika pandangan Wijaya mengarah pada perut Vita yang sudah terlihat membuncit dan membuat suatu perasaan asing timbul setiap melihat perut Vita.
“Aku dengar ada orang pemerintahan yang mengajak kerja sama” Wijaya menatap Vita bingung karena bagaimana dirinya tahu “papa dan ayah memberitahu tadi sore sebelum kamu bertemu dengan teman – teman, sebenarnya aku ingin bicara tapi kita sudah sibuk menjenguk baby untuk papanya.”
Wijaya menatap Vita tajam yang tertawa mengejek “lalu apa kata mereka?.”
Vita menghembuskan nafas “perkataan mereka akan sama dengan Regan dan Austin, tapi aku rasa saat ini kamu terpengaruh dengan Yuta agar membawa nama keluarga kita” Wijaya membelalakkan mata mendengar perkataan Vita yang sama dengan kejadian tadi “mereka belum menghubungiku kalau kamu curiga.”
“Lalu apa keputusanmu?,” tanya Wijaya menatap Vita.
Vita mengangkat bahu “aku tidak ingin mengambil resiko dengan nama kedua keluarga ini, tapi jika memang kamu menginginkannya aku akan mendukung apa pun yang terjadi dan kamu tenang aku akan menghadapi papa dan ayah nantinya jika terjadi sesuatu.”
“Dalam...lebih keras.” Suara erangan Tania membuat Wijaya semakin dalam dan kasar memasukkan adiknya kedalam rumah, tangan Wijaya tidak tinggal diam dengan meremas bukit kembar milik Tania yang membuatnya semakin semangat bermain didalam sana. Kehamilan Tania kedua ini membuatnya semakin menggairahkan dan Wijaya meminta mereka tidak menggunakan pakaian saat berada didalam kamar. “Aku mau keluar.” Tania membuka suaranya membuat Wijaya bergerak semakin cepat dan kasar sampai akhirnya mereka mencapai klimaks secara bersamaan. Wijaya semakin mendorong adiknya kedalam dengan beberapa kali cairannya keluar dalam jumlah yang banyak, membiarkan sesaat didalam sebelum akhirnya melepaskan penyatuan mereka. Tania mengambil posisi berjongkok membersihkan adik kecilnya dari cairan mereka berdua, tangannya hanya meremas rambut Tania perlahan sebelum akhirnya adik kecilnya benar-benar bersih. “Bagaimana kabar dia?” tanya Wijaya membelai perut Tania pelan. “S
Kabar yang mereka dapatkan membuat semua langsung menuju rumah sakit, perasaan tidak tenangnya benar-benar terbukti. Tania hanya bisa memeluk dan menepuk punggung Wijaya agar bisa tenang, tapi tidak berlangsung lama saat mendengar hal yang membuat Wijaya jatuh.“Aku malu sama Regan dan Mira nggak bisa menjaga putrinya dengan baik.” Wijaya menangis dipelukan Tania.Wijaya harus benar-benar kuat, Devan sendiri benar-benar tidak bisa menahan dirinya. Wijaya tahu apa yang Devan rasakan saat ini, hanya saja harus terlihat kuat depan mereka semua. Memasuki ruangan Via yang selalu menangis merasa bersalah dengan apa yang terjadi, Bima sendiri berada disamping Via tidak berhenti menenangkannya.“Mili sudah masuk penjara.” Nanda memberikan informasi yang hanya diangguki Wijaya “Pasalnya percobaan pembunuhan, hanya saja mereka menggunakan gangguan kejiwaan Mili dan kemungkinan akan dibebaskan.”“Bagaimana bisa?” Wijay
“Perasaanku semakin tidak tenang sama sekali.” Wijaya bergerak bolak balik membuat Tania dan Tari memutar bola matanya malas.“Mereka baik-baik saja, Pa.” Tari menenangkan Wijaya entah sudah ke berapa kali.“Mereka jadi balik?” tanya Wijaya kesekian kalinya yang diangguki Tania dan Tari kembali.“Nanda dan yang lain pasti menjaga Via.” Tania menenangkan perasaan Wijaya.“Aku mungkin terlalu berlebihan.”Wijaya menyandarkan dirinya di sofa dengan Tania yang berada disampingnya dan Tari dihadapannya yang masih sibuk dengan laptopnya. Wijaya tahu bahkan sangat tahu jika perasaannya tidak pernah salah, wanita seperti Mili akan bisa melakukan segala macam cara licik untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.Pengawal yang diminta menjaga keluarganya atau mereka yang menyelidiki Mili tidak memberikan informasi apapun dan itu semua membuat Wijaya semakin merasa tidak tenang. Tep
Menghabiskan waktu di Bali semakin membuat perasaan tidak menentu sama sekali, permasalahan Via belum selesai sama sekali membuat pikirannya menjadi tidak tenang. Ditambah kehamilan Tina yang berada jauh disana juga menjadi beban pikiran Wijaya, Tania berkali-kali mengatakan jika semuanya baik-baik saja tetap tidak membuat semua menjadi tenang.“Mereka ada di Singapore jadi tenang saja, Nanda juga mengecek semuanya. Mili nggak mungkin berbuat aneh-aneh sama Tina, dendam Mili hanya pada Via.” Tania mengatakan itu berulang kali.“Keputusanku tidak salah, kan?” Wijaya menatap Tania meminta persetujuan yang diangguki pelan “Aku meminta mereka mengurus Singapore, Vian sendiri sudah harus memperbaiki yang ada disini.”“Kamu mau memikirkan mereka atau menikmati malam indah kita?” Tania membelai wajah Wijaya pelan dengan mencium bibirnya penuh gairah.Sentuhan Tania membuat Wijaya tidak bisa menahan diri dengan mena
“Kenapa?” tanya Tania saat duduk disamping Wijaya setelah meletakkan minuman “Ada yang mengganggu pikiran kamu?”Wijaya tersenyum dengan menggelengkan kepala, menarik Tania agar duduk dipangkuannya tidak lupa membelai perutnya yang mulai membesar. Wijaya tidak pernah melakukan hal kecil seperti ini pada Vita sebelumnya dan tentu saja Helena, hanya Tania yang mendapatkan perlakuan special dari dirinya.“Memang memikirkan apa? Masalah Via?” Tania membelai wajah Wijaya perlahan yang hanya dijawab dengan gelengan kepala “Lalu?”“Kalau aku meninggal terlebih dahulu apa kamu akan menikah?” pertanyaan Wijaya membuat Tania mengerutkan keningnya “Aku cuman nggak mau kamu kesepian jadinya aku tanya hal ini.”Tania mengangkat bahu “Satu hal yang pasti kalau kamu meninggal terlebih dahulu jangan lupa wariskan semua harta kamu ke aku dan anak-anak kita bukan anak-anak kamu sama Vita.”
Melihat Tania marah adalah hal yang membuat Wijaya pusing, Tania bisa mendiamkannya selama berhati-hati, tidak tahu akan melakukan apa karena apapun yang dilakukannya tidak akan berdampak apapun.“Coba papa ingat-ingat melakukan kesalahan apa.” Tari berkata dengan santai.“Kalian tadi liatin papa itu kenapa sih?” tanya Wijaya penasaran membuat Tari mengangkat bahu.“Pa, sebenarnya kenapa papa bisa bertahan sama mama kalau nggak saling cinta?” Tari mencoba bertanya hal lain agar tidak perlu memikirkan masalah Tania saat ini.“Kalian yang buat kita bertahan.” Wijaya menatap Tari lembut “Kami dulu berjanji satu sama lain, meskipun kita menikah karena dijodohkan tapi kami ingin pernikahan yang normal pada umumnya.”“Papa bahagia sama mama?” tanya Tari penuh selidik.Wijaya tersenyum “Mama kamu adalah teman dan partner yang terbaik pernah ada.”“Papa