Pernikahan berjalan sebagaimana mestinya dan saat ini mereka berdua sudah resmi menjadi suami istri, tapi tidak ada kebahagiaan di hati mereka meski diluar mereka sesekali tersenyum pada orang lain. Wijaya menatap Vita yang tampak cantik dengan gaun pengantin yang digunakan dan selama acara sedikit pun Wijaya tidak menyadari jika istrinya sangat cantik tapi perasaan itu tidak ada sama sekali.
“Kamu cantik malam ini,” ucap Wijaya membuat Vita menatapnya sekilas “semoga pernikahan kita bisa berjalan sebagaimana mestinya,” Vita mengangguk “apa kita akan melakukan seks?.”
“Jika kita tidak melakukannya bagaimana bisa memiliki keturunan,” Wijaya menatap Vita seolah mencari apa yang dikatakannya ini benar “aku menginginkan anak yang banyak bukan hanya satu karena aku gak mau nanti akan seperti kita dan satu lagi tidak ada perjodohan macam ini.”
“Apa kamu yakin memiliki anak tanpa cinta?.”
Vita mengangguk “meski kita tanpa cinta setidaknya aku mencintai mereka karena bagaimana pun aku yang mengandung dan darahku berada di tubuh mereka, jadi jangan khawatirkan masalah mencintai mereka.”
Wijaya mendekati Vita “kalau itu mau kamu kita lakukan malam ini, apa siap?.”
Vita mengalungkan tangan di leher Wijaya “sekarang atau besok sama saja karena kita tetap akan melakukannya bukan bercinta tapi seks.”
Wijaya menarik Vita mencium bibirnya lembut karena ini pertama kali mereka melakukan sentuhan secara langsung, ciuman terasa kaku karena Wijaya dan Vita bingung melakukan apa. Seketika Wijaya mengingat bagaimana Regan dan Austin mencium perempuan ketika mereka berkumpul dan dengan perlahan dipagut bibir Vita dengan memasukkan lidahnya di dalam mulut Vita, Vita yang awalnya terkejut mencoba membalas dan melakukan hal yang sama di mana ciuman mereka semakin panas. Wijaya membelai leher Vita untuk memberikan rangsangan dan ketika tangan Wijaya berada di punggung seketika menurunkan resleting pakaian sambil membuka pengait bra yang Vita gunakan, ciuman Wijaya turun ke leher ketika gaun yang Vita kenakan turun ke bawah dan ini pertama kali Wijaya menatap perempuan tanpa menggunakan pakaian begitu juga dengan Vita pertama kali tanpa busana di depan pria yang berubah status dari teman menjadi suami. Wijaya yang memandang tubuh Vita tanpa pakaian sama sekali seketika membuat dirinya hanya bisa diam tidak tahu harus bagaimana, tapi dirinya tetap harus membuat momen ini menjadi hal yang tidak terlupakan dalam kehidupan mereka berdua.
“Aku akan pelan – pelan,” bisik Wijaya ketika meletakkan Vita di ranjang.
Wijaya mencium bibir Vita perlahan menikmati setiap titik tubuh Vita, ciuman Wijaya turun ke leher membuat Vita mendesah atas apa yang Wijaya lakukan. Tangan Wijaya sudah berada di bukit kembar milik Vita dengan benjolan berwarna coklat muda perlahan bibir Wijaya menciuminya lalu memasukkan ke dalam mulutnya seperti bayi yang mencari kehidupan dari susu tersebut, perbuatan Wijaya semakin membuat Vita mendesah. Vita menghentikan perbuatan Wijaya ketika berada di sela-sela miliknya dan hanya menggelengkan kepala membuat Wijaya hanya menghembuskan nafas panjang.
“Maaf aku tidak ingin kita menyentuh sesuatu yang kotor di sana,” ucap Vita ketika Wijaya sudah berada di atasnya “mari lakukan sebagaimana pasangan umum lakukan tapi tidak dengan apa yang akan kamu lakukan tadi,” Wijaya mengangguk.
Wijaya mencium bibir Vita dengan lembut dengan tangannya berada di bukit kembar dan tangan lain di mana jarinya bermain di dalam milik Vita agar tidak terlalu tegang dan sakit ketika dirinya memasukkan miliknya ke dalam milik Vita. Desahan dari bibir Vita di sela ciuman mereka membuat gerakan jari Wijaya bergerak semakin cepat, tidak lama kemudian Vita melepaskan ciuman dengan menatap Wijaya penuh gairah lalu kepalanya mendongak ke atas dan Wijaya tahu jika sang istri akan mencapai klimaksnya yang semakin membuat Wijaya bersemangat, desahan keras keluar dari bibir Vita bertepatan dengan cairan dari miliknya keluar. Wijaya mencium bibir Vita lembut dengan tangannya berada di bibir vagina dan tanpa menunggu waktu Wijaya memasukkannya perlahan seketika merasakan adanya dinding penghalang membuat Wijaya semakin pelan memasukkannya, Vita melepaskan ciuman mereka untuk teriak membuat Wijaya langsung menciumnya dengan memasukkan secara langsung. Pelukan tertahan dari Vita membuat Wijaya melepaskan ciuman mereka, dapat Wijaya lihat bagaimana Vita menahan sakit.
“Maaf,” Vita mengangguk “aku lanjutkan tapi tenang akan sangat pelan.”
Wijaya menggerakkan penisnya perlahan di dalam vagina tidak lama kemudian gerakan mereka berdua semakin cepat, beberapa kali Vita mencapai puncaknya sedangkan Wijaya belum membuat mereka berdua kelelahan karena Vita tidak mau berganti posisi sedangkan Wijaya ingin mencoba posisi lain tapi Vita tidak menginginkannya dan akhirnya Wijaya harus mencari cara agar keluar dengan segera mungkin, berbagai cara dilakukan mulai mengulum benjolan di bukit kembar Vita sampai meminta untuk membelai punggungnya dan tidak lama kemudian Wijaya mengeluarkan cairannya ke dalam rahim Vita. Wijaya melepaskan penisnya dari dalam setelah merasa tidak ada yang keluar lagi di tatapnya Vita yang hanya diam memandang dirinya, entah mengapa meski berkali – kali keluar Vita tidak menunjukkan kepuasan seperti dirinya.
Wijaya melangkah ke kamar mandi membersihkan diri, setelahnya dia menatap Vita yang meletakkan bantal di bawah pantatnya, Wijaya yakin jika Vita berusaha agar sperma miliknya bisa langsung membuahi. Wijaya hanya menatap apa yang dilakukan Vita dengan sesekali membelai rambutnya membuat tatapan mereka bertemu dan Wijaya memberikan senyuman terbaiknya membuat Vita ikut tersenyum.
“Mandilah setelah itu kita istirahat,” Vita mengangguk lalu melangkah ke kamar mandi dengan telanjang.
Jika boleh jujur Wijaya ingin mengulanginya lagi tapi rasanya tidak mungkin melihat Vita yang pasif seperti tadi, pandangan Wijaya mengarah pada seprai yang ada noda darah dengan perlahan dilepaskan dan tidak menggunakannya dengan diletakkan di lantai dekat lemari. Vita keluar menatap apa yang Wijaya lakukan hanya menghembuskan nafas, diambilnya pakaian dari koper dan menggantinya di hadapan Wijaya.
“Tidurlah kamu pasti lelah,” Vita mengangguk.
Wijaya menarik Vita ke dalam pelukan agar bisa tidur bersama dan seolah ingin seperti film yang selama ini mereka tonton, pelukan Wijaya pada Vita tidak bertahan lama karena Vita melepaskannya dan mengambil posisi dengan membelakangi Wijaya. Wijaya yang awalnya hanya bingung kemudian mendekati Vita agar bisa memeluknya dari belakang, Wijaya dapat merasakan jika Vita tidak menggunakan dalaman dan itu membuat dirinya tersiksa tapi sayangnya Vita seakan tidak peduli dengan apa yang terjadi pada Wijaya. Wijaya mencoba mengajak Vita berbicara mengenai beberapa hal dan ternyata masih ditanggapi yang berarti Vita belum tidur hanya membalikkan badannya.
“Aku ingin segera hadir mini kita,” sambil membelai perut Vita “kita buat yang banyak agar tidak kesepian di hari tua nanti,” Vita tertawa mendengar perkataan Wijaya dan tawa Vita menular pada Wijaya.
“Aku juga ingin segera hadir mini kita agar bisa di rumah sepenuhnya merawat dan mendidik mereka agar tidak sama seperti kita,” Wijaya mengangguk “bisakah kamu melepas pelukan karena aku tidak nyaman tidur dalam keadaan di peluk.”
Kehidupan pernikahan Wijaya dan Vita dari luar tampak baik – baik saja bahkan Mira tidak berusaha mendekati Wijaya seperti sebelumnya, tapi tidak ada yang tahu bahwa Wijaya merasa kurang dalam pernikahannya yaitu cinta. Setiap kali dirinya melihat Austin bagaimana mencintai almarhumah istrinya Hera membuat dirinya berpikir akankah seperti Austin jika kehilangan Vita suatu saat nanti.“Pernikahan kita sudah hampir sebulan dan belum ada tanda – tanda hamil,” Wijaya menatap Vita yang membelai perutnya “apa kita kurang berusaha?.”Wijaya tersenyum “pasrahkan semua pada Tuhan,” membelai kepala Vita pelan.Vita tidak ada yang kurang dari wanita dihadapannya ini dan entah kenapa dirinya tidak ada rasa sama sekali, Mira juga tidak kalah dengan Vita tapi sekali lagi tidak ada perasaan di antara mereka berdua. Wijaya sempat berpikir apa dirinya kelainan sampai tidak merasakan getaran pada salah satu wanita bahkan pada istrinya sendiri saat ini yang selalu tampil mempesona ba
Usaha yang Wijaya lakukan bersama Regan berjalan sebagaimana mestinya di tambah dukungan Vita yang tidak pernah berhenti atas apa dilakukan Wijaya. Kabar gembira memenuhi keluarga Hadinata dan Darmaja di mana Vita tengah hamil 6 bulan, dan itu membuat Wijaya semakin semangat dalam bekerja. Vita sendiri tidak pernah menuntut apa pun pada Wijaya dan itu membuat Wijaya semakin tidak enak, bahkan di kehamilan ini Vita tidak mengalami masa ngidam sebagaimana wanita hamil pada umumnya.“Bagaimana kabar baby hari ini?,” Wijaya membelai perut Vita yang mulai tampak membuncit.“Tidak pernah rewel sama sekali dan tahu jika orang tuanya sedang sibuk terutama papanya,” goda Vita membuat Wijaya tersenyum dan mencium kening Vita pelan.Selama beberapa bulan menikah tidak ada perbedaan dalam hubungan mereka di mana tetap berkomunikasi selayaknya sahabat dan untuk masalah ranjang tetap sama seperti ketika malam pertama dan Wijaya tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut sama sek
Suara desahan memenuhi kamar mereka berdua, Wijaya menggerakkan miliknya sedikit takut melukai bayinya dengan gerakan pelan sedangkan Vita hanya menerima apa yang Wijaya lakukan. Tidak lama kemudian mereka berdua mencapai klimaks bersama, Wijaya mencium bibir Vita singkat setelahnya berjalan ke kamar mandi membersihkan diri serta bersiap bertemu dengan teman – temannya.“Jadi keluar?,” tanya Vita ketika melihat Wijaya sedang menggunakan pakaian.Wijaya menatap Vita sekilas lalu mengangguk “Yuta baru saja hubungi kalau sudah di sana semua tinggal aku yang belum, kalau kesepian hubungi Mira untuk menemani kamu.”Vita mengangguk “sepertinya aku ingin istirahat tanpa gangguan dari orang lain, pulanglah kalau udah selesai.”Wijaya meninggalkan Vita yang tampak lelah setelah sebelumnya meminta asisten rumah tangga untuk berjaga apabila Vita membutuhkan bantuan, berkumpul seperti ini sering mereka lakukan baik itu di dis
Wijaya mengambil resiko dengan tetap terlibat dalam proyek yang akhirnya membuat ketiga sahabatnya ikut serta, orang tua Wijaya dan Vita akhirnya hanya bisa mengikuti naluri yang dirinya miliki. Saat ini dirinya berada di rumah bersama sahabat – sahabatnya karena Vita lagi ingin makan masakannya Mira bersama yang lain, Vita hanya memandang Mira yang sedang memasak sedangkan keempat pria duduk tidak jauh dari mereka berdua.“Vita makin seksi,” ucap Austin membuat Wijaya menatapnya tajam.“Bukankah kalian tidak ada perasaan untuk apa marah jika ada pria lain mengatakan istrimu seksi?,” tanya Regan memberi tatapan menggoda pada Wijaya.“Pertemanan kita ini lucu di mana sukanya siapa sama siapa tapi yang menikah beda orang,” ucap Austin membuat semua menatapnya “Yuta bagaimana sama gadis yang waktu itu?.”Yuta hanya tersenyum mendengar pertanyaan dari Austin “apa itu penting?.”Austin hanya mengangkat bahu tapi selanjutnya mereka membahas masalah keputusan
Proyek kerjasama dengan pemerintah untuk membangun gedung di dekat perkampungan kumuh sempat membuat warga menolak, tapi setelah mendapatkan kompensasi yang mereka inginkan semua berjalan sesuai rencana. Wijaya menggunakan nama perusahaan mertuanya untuk mendapatkan proyek dan berkat nama besar perusahaan semua berjalan dengan sangat lancar, beberapa persenan yang dikeluarkan untuk memperlancar semuanya berjalan lancar juga. Bantuan dukungan dari ketiga sahabatnya juga sangat membantu, bantuan mereka berupa alat berat bahkan tenaga kerja tambahan.“Sudah aku katakan jika menggunakan nama besar orang tua kalian semua berjalan lancar,” ucap Yuta ketika mereka berada di ruangan Wijaya.“Naluri bisnis kamu semakin berkembang pesat tidak salah kita mendidikmu,” goda Regan membuat Yuta menatap tajam.Perusahaan mertua Wijaya mendapatkan proyek tersebut dengan mulus tanpa hambatan, membuat Wijaya sedikit waspada tentang keadaan ke depannya. Wijaya memang tidak memiliki na
Wijaya menatap Vita yang tampak lemas setelah hubungan intim mereka, Wijaya sadar dengan kehamilan Vita seperti ini membuat terbatas dalam bergerak. Pernikahan Mira dan Regan berjalan sangat lancar dan yang mengejutkan adalah Austin menerima perjodohan yang dilakukan ibunya dengan wanita yang mementingkan penampilan bernama Helena.“Baru tahu Mira sangat memuaskan di ranjang” ucap Regan ketika mereka berkumpul “kamu kapan akan menikah?” mengalihkan pandangan pada Yuta yang terdiam.“Nanti tunggu saja” jawab Yuta santai.“Sudah ada kandidat sepertinya” goda Austin yang hanya diberikan senyuman oleh Yuta “Helena sangat berbeda dengan Hera bahkan dekat sekali dengan ibuku, aku tidak tahu apa yang dia gunakan untuk menjebak ibuku” keluh Austin menatap jauh “hatiku tidak berubah masih pada Hera sampai kapan pun.’“Kamu harus membuka diri bukan terjebak pada masa lalu” semua menatap Wijaya yang tiba – tiba menjadi bijak “Vita yang meminta untuk bicara denganmu kare
Wijaya berdiri di depan ruang bersalin karena saat ini Vita waktunya melahirkan anak pertama mereka dengan Regan yang menemani dirinya saat ini, beberapa kali Wijaya mondar mandir menunggu keadaan Vita membuat Regan menatap tajam.“Sorry terlambat” suara Yuta menghentikan langkah Wijaya dan helaan nafas lega dari Regan.Tidak lama kemudian orang tua Vita dan Wijaya datang secara bersamaan dengan itu Wijaya langsung memeluk Eve yang hanya bisa menepuk punggung Wijaya pelan untuk menenangkan dirinyapp. Wijaya yang sudah berada dalam pelukan Eve sedikit merasa tenang karena mendapatkan sedikit penguat atas apa yang dihadapannya saat ini, menunggu istri melahirkan memang sangat mendebarkan tapi dirinya tidak menyangka akan seperti ini rasanya. Tidak lama kemudian pintu ruangan terbuka membuat semua menatap ke arah pintu yang semakin membuat Wijaya cemas.“Bapak Wijaya selamat putranya telah lahir dengan selamat dan sekarang sang ibu sedang proses pemulihan diri,
Suasana rumah yang ramai dengan kedatangan orang tua Vita serta Wijaya terkadang membuat mereka berdua sebagai pasangan yang saling mencintai, Wijaya tidak mempermasalahkan hanya saja semakin lama semakin lelah. Kedatangan Mira yang sering melihat bagaimana Devan juga mengisi hari – hari mereka, perut Mira sendiri sudah mulai tampak yang entah kenapa membuat sesuatu dalam diri Wijaya bangkit karena kali ini menatap Mira yang berbeda dibanding sebelumnya. Tidak mungkin karena hamil semua jadi berubah karena selama Vita hamil tidak pernah melihat sesuatu yang berbeda, pasti ini semua karena perkataan Helena saat di rumah sakit ketika itu.“Loh tumben datang?” Wijaya mengikuti suara Vita yang seketika membuatnya kaku ditempatnya “Devannya masih dijemur depan, kamu masuk aja dulu ada Wijaya di dalam mungkin satu jam lagi baru masuk.”Wijaya mencoba tenang di tempatnya saat Helena duduk disampingnya, mencoba untuk tidak peduli dengan keberadaan wanita ini tapi saat ini tatapa